MACAM-MACAM untuk peristiwa pembajakan kereta api dan
konsulat RI oleh teroris RMS di Negeri Belanda. Pembebasan para
sandera di Beilen disertai menyerahnya 7 teroris di sana secara
tiba-tiba, telah menimbulkan tanda tanya besar di kalangan
masyarakat. Sebuah koran Belanda yang beroplah besar, Algemeene
Dagblad minggu lalu mencoba mengemukakan jawabannya. Sebuah
kelompok pengusaha Belanda di Den Haag kabarnya telah menawarkan
uang tunai sebanyak 1 juta gulden (sekitar Rp 150 juta) kepada
pemimpin-pemimpin RMS jika mereka dapat menghentikan pembajakan
itu. Dengan syarat, para sandera dibebaskan tanpa cedera.
Pemimpin kelompok pengusaha itu, Kouwenpoven, 58 tahun, juga
dikenal sebagai seorang promotor olahraga. "Uang bujukan" yang
sama jumlahnya, ditawarkan pula oleh pengusaha lain bernama J.
Radix langsung kepada "Presiden" RMS, J.A. Manusama. Menurut
koran tersebut, Manusama menerima tawaran itu sebagai "bantuan
simpatik" untuk kelanjutan perjuangan RMS.
Apa jawaban Manusama atas sinyalemen koran Belanda itu? "Semua
bantuan keuangan diterima dengan baik, tapi hanya bila peristiwa
ini telah berakhir", kata Manusama. Tapi dia masih menambahkan,
bahwa pemberian uang sebanyk 1 juta gulden itu tidak akan bisa
mempengaruhi tindakan pembajakan terhadap konsulat RI. Sedang
dalam perkara pembajakan kereta api yang telah berakhir dengan-3
korban mati dan 2 korban ledakan yang masih hidup (di antaranya
satu orang teroris), Manusama menyebut dirinya "tidak punya
peranan apa-apa". Algemeene Dagblad juga membeberkan bahwa ada
satu perusahaan dagang milik gembong-gembong RMS yang sengaja
mau menarik keuntungan dari situasi panik di Negeri Belanda
dengan menampung "pernyataan simpati" herupa sumbangan uang
seperti kedua contoh di atas. Tapi betulkah orang-orang Belanda
mau diperas dengan cara demikian? Menurut. AP, pada hakekatnya
"tawaran-tawaran" bantuan uang itu hanyalah siasat untuk
membujuk para teroris menghentikan aksinya di Beilen dan
Amsterdam - dan belum tentu akan direalisir.
Sementara ada yang mencoba membujuk para teroris dengan
pancingan uang, ada juga yang mencari jalan ke luar yang lebih
berbau hukum. Maksudnya untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan
terorisme di masa mendatang. Kelompok Aksi UU Anti-teroris yang
dibentuk sehari setelah mulainya peristiwa Beilen dan
berkedudukan di Rotterdam segera memperoleh dukungan luas.
Teleponnya yang bernomor 010-845774 terus menerus berdering
lantaran dibanjiri cetusan isi hati para keluarga sandera serta
orang-orang Belanda yang marah. Para penelepon itu ada yang
sekedar menangis saja, ada yang menuntut para teroris itu
dipepetkan ke tembok dan ditembak mati. "Tapi kami tidak
menyetujui hukuman mati dan kami juga menentang rusaknya tertib
sipil", kata ketua Komite Aksi,
R. Groen. Kelompok itu tidak sekedar memukul rata semua
teroris, dan atas petunjuk seorang kriminolog membedakan
"terorisme kering" dan"terorisme basah". Penjelasannya: "Contoh
terorisme kering adalah pemboikotan kapal. Tapi begitu darah
mengalir, kita berbicara tentang terorisme basah. Saya walau
menerima bahwa orang-orang Maluku Selatan itu menganggap bahwa
cara yang sudah ditempuhnya tidak berhasil, dan tidak ada cara
lain selain apa yang ditempuh sekarang ini. Tapi itu hendaknya
jangan sekali-kali berakhir dengan pembunuhan", tutur sekretaris
Komite Aksi, Leo van Laak. Adapun tuntutan kelompok itu, seperti
diberitakan oleh NRC-Handelsblad adalah: Pertama, undang-undang
yang bersikap keras terhadap terorisme dengan hukuman yang
berat. Kedua, perjanjian internasional dalam penanggulangan
terorisme. Ketiga, pengetatan Undang-Undang Senjata serta
pengawasan perdagangan senjata. Besar kemungkinan parlemen
Belanda akan segera mengsahkan usul RUU itu, mengingat
meningkatnya kegundahan khalayak terhadap aksi RMS belakalangan
ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini