Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) Anter Venus membantah adanya larangan bagi mahasiswa baru untuk berunjuk rasa atau demonstrasi. Ia mengatakan bahwa kampusnya menghargai kebebasan berpendapat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ruang ekspresi untuk pertukaran pendapat dibuka seluas-luasnya bagi semua mahasiswa termasuk melalui demonstrasi. Hanya perlu dibedakan antara demonstrasi dan perilaku berdemonstrasi," ujar Anter Venus melalui pesan WhatsApp, Kamis, 11 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan para mahasiswa dapat berdemonstrasi asal berpijak pada etika komunikasi di ruang publik, sehingga demo yang dilakukan tertib. Demonstrasi, kata Anter Venus, harus bertujuan untuk mencari informasi yang benar melalui dialog.
Menurut dia, kriteria komunikasi yang menunjukkan demo bermartabat dan produktif adalah, dilakukan dengan tetap menghormati pihak terkait, menjaga kesantunan, bertujuan untuk mencari penyelesaian masalah dengan pikiran terbuka, dan berfokus pada fakta.
"Jadi demonstrasi tidak dilarang ya, yang ingin dilakukan adalah demonstrasi secara produktif, beradab, bermartabat sesuai dengan kapasitas sebagai masyarakat akademik yang menjujung kecerdasan, daya nalar, dan budi pekerti," kata dia.
Sebelumnya, beredar surat pernyataan dari UPNVJ yang harus ditandatangani oleh mahasiswa baru. Salah satu pointnya menyebut mahasiswa baru tidak boleh terlibat dalam kegiatan unjuk rasa atau demonstrasi yang berorientasi memprovokasi mahasiswa melakukan penghakiman, perusakan, merendahkan, menghina, dan pencemaran nama baik lembaga, pimpinan, dosen, tenaga kependidikan, dan sesama mahasiswa.
Koordinator Bidang Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPNVJ, Fadli Yudhistira, membenarkan adanya surat pernyataan bagi mahasiswa baru tersebut. BEM UPNVJ mengaku baru mengetahui adanya edaran itu.
Fadli bercerita, BEM sempat melakukan aksi dengan tajuk "Minggu Tegang" pada Kamis, 13 Juni 2024 lalu. "Aksi itu merespons berita ditetapkannya dua orang tersangka korupsi pembangunan gedung," ujarnya kepada Tempo, Senin, 8 Juli 2024.
Di hari yang sama, kata Fadli, BEM sudah berdialog dengan rektorat. Namun, menemui jalan buntu. Saat itu, kampus mengklaim bahwa massa aksi melanggar etik dengan tampilan teatrikal pelemparan uang palsu dan tidak menjaga ketertiban kampus.
Dua pekan pada Juli ini, beberapa mahasiswa dipanggil oleh pihak dekanat. Menurut Fadli, kampus mengidentifikasi mereka sebagai pimpinan aksi. Ia menyebut ada empat orang mahasiswa ilmu politik yang dipanggil. Fadli menduga kejadian ini berhubungan dengan larangan bagi mahasiswa baru untuk mengadakan aksi.
"Kalau dilihat secara momentum, adanya pemanggilan terhadap beberapa mahasiswa yang cukup vokal dalam demonstrasi, maka peraturan ini dibuat untuk mereduksi aksi dan juga menimbulkan ketakutan di ranah mahasiswa baru," ucap Fadli.
Ia berujar saat ini BEM UPNVJ sedang melakukan advokasi kepada para mahasiswa yang sudah dipanggil oleh dekanat. Menurut dia, aturan itu justru menunjukkan bahwa rektorat tidak menghendaki mahasiswanya untuk aksi di dalam kampus. Ia melihat point larangan itu belum jelas.