HOTEL Danau Toba Internasional di Kota Medan, Sumatera Utara, menyajikan atraksi ekstra: live-show adegan gebuk-gebukan. Sejak Januari silam, sudah dua kali acara begini digelar putra- putri almarhum Tumpal Darianus Pardede, sang pemilik hotel, yang meninggal tiga tahun silam. Yang terakhir terjadi Jumat malam dua pekan lampau. Jhony Pardede, putra ketiga, ditusuk sekawanan lelaki di lobi hotel. Menurut saksi mata, kejadian itu bagaikan dalam film gengster. Tiba-tiba, lebih dari sepuluh orang pria beringas merangsek masuk hotel, mencari Jhony. Mereka menanyai seorang satpam hotel, lalu menyeretnya ke luar dan memukulinya sampai babak belur. Anggiat Batubara, satpam itu, akhirnya masuk rumah sakit. Padahal "dosa"-nya sebatas menjawab bahwa bosnya belum datang. Jhony memang baru tiba menjelang tengah malam. Ia langsung disergap rombongan pria beringas tadi. Saat itu juga Jhony diharuskan minta maaf kepada empat saudara kandungnya yang menunggu di kedai kopi. Tapi Presiden Komisaris T.D. Pardede Holding Company itu malah membentak, "Kalian jangan ikut campur. Soal keluarga biar kami sendiri yang menyelesaikan." Jawab orang-orang itu adalah serangkaian tinju ke tubuh Jhony, yang kemudian roboh dan langsung diinjak-injak. Enam tusukan pisau pun dilancarkan ke punggungnya. Untung, seorang anggota Brigade Mobil yang sedang berada di hotel sempat menengahi. Tapi si Brimob pun knock out digebuki pengeroyok itu. Jhony, yang lemas dan berlumuran darah, diseret ke kedai kopi. Sambil menahan sakit, Jhony menuruti permintaan tadi: memohon maaf kepada Sariaty, Emi, Reny, dan Indri. Tapi para kakak dan adik kandungnya yang sejak tadi duduk-duduk santai itu malah menertawai Jhony. Jhony dirawat tiga hari di Rumah Sakit Herna (singkatan dari Herlina Napitupulu, nama mendiang ibu mereka). Tak ada luka tusukan yang berbahaya meski sampai pekan lalu ia belum bisa banyak bicara. Ini semua adalah perkara biasa, soal harta warisan. Sebelum meninggal, T.D. Pardede memberi wasiat agar hartanya (26 perusahaan, yang terdiri atas hotel, pabrik tekstil, perkebunan, bank, rumah sakit, dan sekolah) tak dibagi-bagikan di antara anak-anaknya. Tujuannya, agar mereka tetap bersatu. Namun, baru seminggu bekas Menteri Negara Urusan Berdikari zaman Orde Lama itu dimakamkan, sembilan anaknya sudah cakar-cakaran. Dua tahun pertama, urusannya masih berupa sikut-menyikut dalam jalur pengadilan, memperkarakan siapa yang paling berhak sebagai ahli waris. Belakangan, unsur bogem mentah pun mulai berbicara. Jhony, 36 tahun, oleh saudara-saudaranya dianggap boros dan tak becus mengurus Hotel Danau Toba. Ia pun dituduh mendomplengkan biro perjalanan pribadi dalam manajemen hotel. Usaha pribadi dalam bisnis keluarga begini diharamkan oleh "Pak Katua" Pardede. Sementara itu, konon, kedelapan saudaranya mengaku tak menerima "gaji" sejak Maret tahun silam. Menurut perjanjian saat Jhony diangkat sebagai presiden komisaris, semua saudaranya akan mendapat Rp 11 juta per bulan, plus beasiswa pendidikan sebesar US$ 1.000. Jawab Jhony, "gaji" itu tak turun lantaran ulah Sariaty sendiri, yang memblokir rekening hotel pada Bank Pacific sebesar Rp 5 miliar. Tentang dividen Rp 100 juta per orang, itu sudah tersedia, tapi tak diambil oleh yang berhak. Pihak Sariaty tak mau mendengarkan alasan Jhony. Mereka ingin hotel bintang empat itu dikelola pihak ketiga yang lebih profesional. Atau, hotel yang berpegawai 2.000 orang itu ditutup saja -- karena mereka tak menerima pembagian keuntungan. Jhony, yang memecat si bungsu, Indri, dari jabatan pengawas pembukuan, menolak. "Itu sama saja menjual warisan Pak Katua. Mana saya mau," katanya. Tapi Sariaty tak peduli. Januari lalu, ia memimpin saudara- saudaranya menduduki hotel itu dan mengusir para manajer anak buah Jhony. Para satpam sempat dipukuli. Kabarnya, dalam aksi pendudukan ini, uang US$ 15 ribu dalam kas digasak. Jhony membalas. Ia mengumpulkan tukang pukulnya dan memerintahkan mengusir mereka yang menduduki hotel. Puluhan tukang pukul dikirim untuk memburu Sariaty dan pengikutnya yang tunggang-langgang ke seluruh penjuru hotel. Diapari Siregar, anak Sariaty, yang sedang enak-enak makan, dihajar sampai terkapar. Sariaty lalu mendatangkan pasukan bersenjata tongkat bisbol. Tawuran marak, dan baru berakhir setelah polisi tiba. Empat orang, termasuk Diapari, diangkut ke rumah sakit. Para tamu kabur ke hotel lain. Jadi, aksi sekelompok orang dua pekan lalu itu merupakan balas dendam Sariaty? Ia menyangkal menyewa preman untuk menusuk Jhony sebagai "pertempuran" babak kedua. "Kami selalu menghindari benturan fisik meskipun Jhony sempat memukul Indri dua bulan lalu," kata ibu berusia 55 tahun ini. Menurut Sariaty, peristiwa penusukan itu terjadi secara spontan dan di luar pengetahuannya. "Kebetulan saja kami malam itu sedang duduk di coffee shop," ujar istri salah seorang hakim agung ini. Kini pekara penganiayaan itu ditangani Kepolisian Sektor Medan. Istri Jhonylah yang mengadukan hal itu ke pihak yang berwenang. Bila perkara ini sampai masuk pengadilan, diduga, bukan hanya ihwal penyerbuan ke hotel yang akan dipersoalkan, tapi juga soal pembagian warisan.Ivan Haris (Jakarta) dan Affan Bey Hutasuhut (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini