MUNGKIN tak banyak yang tahu apa itu penyakit ALS. Maklum, amyotropic lateral sclerosis adalah penyakit langka. Di Amerika Serikat, yang berpenduduk 250 juta jiwa, diperkirakan hanya 30 ribu orang penderitanya. Dan setiap tahun hanya ditemukan satu atau dua kasus untuk setiap 100 ribu penduduk. Lantas mengapa berita penemuan obat penyakit itu, awal bulan ini, disambut hangat? "Karena ALS sangat ganas dan selama ini tak ada obatnya," kata Arnold Gale, juru bicara Muscular Dystrophy Association, di Santa Clara, California. Gale merasa gembira atas penemuan Riluzole, obat buatan Prancis yang tampaknya berkhasiat menghambat gejala kelumpuhan akibat ALS. Setidaknya itulah yang disimpulkan dari hasil uji coba terhadap 155 pasien yang dilaporkan dalam The New England Journal of Medicine bulan ini. Menurut jurnal kedokteran tersohor itu, 57 pasien yang mendapat Riluzole bertahan hidup, dan 45 dari 78 pasien yang mendapat plasebo (obat palsu) meninggal. "Daya tahan hidup meningkat dua kali lipat pada pasien tertentu," kata Dr. Jeffrey Rothstein. "Ini betul-betul tak pernah terjadi sebelumnya," ujar pakar yang sedang menguji coba obat yang sama di Universitas Johns Hopkins itu. Selama ini, yang diketahui adalah keganasan ALS, yang membunuh penderitanya dalam tempo 18 hingga 7 tahun. Sementara itu, obatnya tak ada, bahkan penyebabnya pun belum diketahui secara pasti. Yang sudah dipastikan adalah gejalanya. Pengerasan urat saraf menyebabkan penderitanya pelan-pelan mengalami lumpuh. Biasanya dimulai dari otot yang jauh dari kepala, seperti lengan, lalu merambat ke dekat otak. Penyakit ini mendapat perhatian besar setelah menewaskan pemain bisbol kenamaan Amerika, Lou Gehrig, dalam usia 37 tahun pada 1941. ALS pun mulai dikenal sebagai penyakit Gehrig, yang sebenarnya lebih sering menyerang mereka yang berusia di atas 50 tahun. Dr. Gale cukup optimistis terhadap keampuhan Riluzole. "Samplingnya amat representatif karena jumlah itu mencakup 20% dari semua penderita ALS di Prancis," tuturnya tentang penelitian yang disponsori Rhone Poulenc Rorer itu. "Kami berharap penemuan ini dapat segera diterapkan secara luas," katanya lagi kepada Sudirman Said dari TEMPO. Harapan Gale mungkin tak cepat terwujud. Pasalnya, tak semua koleganya yakin atas khasiat obat ini. "Kami tak tahu bagaimana cara kerjanya, jadi belum dapat memastikan kemujarabannya," kata Dr. Stanley Appel dari Baylor College of Medicine di Houston. Apalagi badan pengawas obat AS, FDA, juga belum memberikan izin peredarannya. Pemakaiannya hanya diperbolehkan bagi penderita yang mengikuti eksperimen yang diawasi FDA, antara lain percobaan yang dilakukan Dr. Rothstein terhadap 959 penderita ALS di seluruh dunia. Itulah sebabnya, redaktur The New England Journal of Medicine Dr. Lewis P. Rowland khawatir, jangan-jangan khasiat hasil penelitian di Prancis itu bukan disebabkan oleh Riluzole, melainkan oleh faktor lain.Bambang Harymurti dan Sudirman Said (Washington, D.C.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini