Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nama juragan minyak, Muhammad Riza Chalid, menjadi perhatian sejak Kejaksaan Agung mengumumkan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak, yang melibatkan 4 petinggi pertama dan tiga pengusaha termasuk anak kandungnya serta anak angkatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat orang penting Pertamina yang dinyatakan sebagai tersangka dan ditahan itu adalah Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedangkan anak Riza yang ditahan adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa serta anak angkatnya Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. Satu lagi yang menjadi tersangka adalah Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim.
Tidak itu saja, Kejaksaan Agung juga menggeledah rumah Riza Chalid di Jalan Jenggala, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa, 25 Februari 2025.
Penggeledahan tersebut berkaitan dengan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada anak usaha PT Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018—2023.
“Kami memaknai ini rumah yang dijadikan sebagai kantor. Penyidik menemukan 34 ordner yang di dalamnya terdapat berbagai dokumen yang terkait dengan korporasi atau perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan impor minyak mentah, dan termasuk shipping di dalamnya,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, seperti dikutip Antara.
Penyidik juga menyita 89 bundel dokumen, satu CPU, dan uang tunai. “Ada uang tunai sebanyak Rp833 juta dan 1.500 dolar AS,” ujarnya.
Selain di rumah Riza Chalid, penyidik juga memeriksa sebuah kantor di lantai 20 Gedung Plaza Asia, Jakarta Pusat. Di sana, penyidik menyita empat kardus berisi dokumen.
Harli mengatakan, barang-barang yang disita tersebut saat ini tengah didalami oleh penyidik.
“Penyidik terus secara maraton membaca, menganalisis data-data yang ada di dalam, termasuk yang di CPU,” ucapnya.
Adapun penggeledahan di dua lokasi tersebut masih dilanjutkan pada hari Rabu.
Terkait ada atau tidaknya hubungan Riza Chalid dalam kasus tata kelola minyak mentah, ia mengatakan bahwa hal tersebut akan didalami oleh penyidik melalui barang bukti.
“Dalam konteks sekarang, penyidik menduga kuat bahwa aktivitas terkait dengan sangkaan dugaan tindak pidana korupsi itu, dokumen dan ternyata ada di sana (rumah Muhammad Riza Chalid). Itu yang mau dipelajari, dikembangkan, kenapa ada di rumah yang bersangkutan, bagaimana perannya dan seterusnya tentu itu yang akan dicari benang merahnya oleh penyidik,” katanya.
Kejagung mengungkapkan bahwa tersangka Muhammad Kerry mendapatkan bagian keuntungan dari pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang secara curang, yakni tersangka Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping me-mark up kontrak pengiriman minyak sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13—15 persen.
Sejumlah penyidik Kejaksaan Agung membuka segel kediaman pengusaha Muhammad Riza Chalid untuk proses penggeledahan di Jalan Jenggala II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 25 Februari 2025. Kejagung menggeledah rumah pengusaha tersebut terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023. Antara/Fakhri Hermansyah
Kejagung Pernah Hentikan Kasus Riza Chalid
Ini bukan pertama kalinya Kejaksaan Agung berurusan dengan Riza Chalid. Juragan minyak ini bersama Ketua DPR waktu itu Setya Novanto pernah tersangkut kasus 'Papa Minta Saham' pada 2016-2017. Kasus ini bermula dari dugaan persekongkolan antara Setya Novanto dan Riza dalam mendapatkan saham PT Freeport Indonesia yang akan didevastasi.
Adalah Menteri ESDM waktu itu, Sudirman Said, yang membocorkan rekaman pembicaraan mereka berdua dengan pihak Freeport membahas kemungkinan mereka mendapatkan saham perusahaan tambang emas di Papua tersebut.
Sudirman lalu melaporkannya ke Mahkamah Kehormatan DPR, yang kemudian mencopot jabatan Setya sebagai Ketua DPR.
Kasus ini juga dilaporkan ke Kejaksaan Agung atas dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi. Setya sempat diperiksa tiga kali. Namun Riza Chalid terus mangkir dari panggilan Kejaksaan Agung sampai akhirnya kasus ini diendapkan.
Alasan Jaksa Agung waktu itu, HM Prasetyo, karena Mahkamah Konstitusi memutuskan hasil rekaman tidak bisa dijadikan bukti di pengadilan, sehingga kasus itu dihentikan. Baca: Jaksa Agung Ungkap Alasan Berhenti Memburu Riza Chalid