Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menyatakan sudah tidak memburu lagi pengusaha Muhammad Riza Chalid terkait rekaman Freeport Indonesia mengingat penyelidikan kasus itu tidak dilanjutkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bagi kami secara hukum kasus yang berkaitan dengan Freeport sudah selesai," kata Jaksa Agung HM Prasetyo seusai menghadiri kegiatan Pernikahan Massal dalam rangka menyambut HUT ke-58 Adhyaksa di Jakarta, Kamis, 19 Juli 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ditanya soal Riza Chalid yang menghadiri acara Akademi Bela Negara Partai Nasdem, Prasetyo mengatakan soal itu adalah urusannya. "Silakan urusan dia, kok nanya ke saya, saya sendiri juga hadir di situ," kata dia.
Pada awal Januari 2016, Kejagung mengaku kesulitan untuk menghadirkan Riza Chalid untuk dimintai keterangan terkait rekaman Papa Minta Saham yang berujung dengan mundurnya Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR. Saat itu, kejaksaan sudah meminta keterangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Sekretaris Jenderal DPR, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin. Bahkan rekaman tersebut sudah ada di tangan kejaksaan.
Prasetyo mengatakan tidak semua perkara itu berkonotasi ke persidangan. "Tergantung kepada fakta dan bukti yang ada, kalian tahu persis perjalan kasus itu. Ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi mengenai hasil rekaman yang dinyatakan bukan barang bukti. Kamu tahu enggak itu? Tahu tidak tuh?" kata dia.
Ia mengatakan putusan MK itu menjadi kendala. "Jadi bukti-bukti yang tadinya kami anggap sebagai bisa melengkapi penanganan perkara ini, ternyata oleh MK dinyatakan tidak sah sebagai barang bukti itu, dan sekarang prosesnya sudah selesai," kata Prasetyo.
Dalam putusan MK terkait uji materi UU ITE menyebutkan bahwa penyadapan adalah kegiatan yang dilarang karena melanggar hak konstitusional warga negara, khususnya hak privasi untuk berkomunikasi sebagaimana dijamin oleh Pasal 28 F UUD 1945. Begitu pula dalam konteks penegakan hukum, Mahkamah berpendapat bahwa kewenangan penyadapan juga seharusnya sangat dibatasi.