Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Mengapa Pornografi Anak Makin Marak di Indonesia?

Kasus pornografi anak di Indonesia makin banyak. Peringkat keempat dunia.

21 Februari 2025 | 12.00 WIB

Ilustrasi konten pornografi. Tempo/Nufus Nita Hidayati
Perbesar
Ilustrasi konten pornografi. Tempo/Nufus Nita Hidayati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Indonesia terus-menerus masuk lima negara dengan konten pornografi anak terbanyak di dunia.

  • UU ITE, UU Pornografi, dan UU TPKS belum efektif menyebarkan konten pornografi.

  • Pengawasan yang lemah orang tua hingga komitmen pemerintah menjalankan peraturan menjadi penyebab maraknya konten seksual anak.

KEMENTERIAN Komunikasi dan Digital tengah menggodok aturan soal perlindungan anak di dunia maya. Aturan itu bertolak dari fakta Indonesia secara konstan terus menjadi salah satu negara dengan kasus pornografi anak tertinggi di dunia dalam beberapa tahun terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Indonesia menduduki peringkat keempat secara global dan peringkat kedua di kawasan ASEAN dalam jumlah kasus pornografi anak di ruang digital," kata Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid dalam acara Safer Internet Day di kantornya pada Selasa, 18 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Peringkat pornografi anak Indonesia itu merupakan hasil survei National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC). Organisasi nirlaba asal Amerika Serikat itu mengatakan Indonesia berada di posisi keempat di dunia dan kedua di ASEAN dengan jumlah kasus pornografi anak terbanyak. NCMEC mencatat child sexual abuse material atau materi yang menampilkan kekerasan seksual pada anak terus meningkat di Indonesia.

Pada 2020, tercatat ada 986.648 laporan. Jumlahnya melonjak pada 2021, yakni 1.861.135 laporan. Setahun kemudian, laporan pornografi anak di Indonesia meningkat tipis menjadi 1.878.011. Data teranyar pada 2023 mencatat 1.925.549 laporan.

Meutya belum menjelaskan secara gamblang aturan tersebut. Hanya, pada prinsipnya, aturan itu akan membatasi pembuatan akun media sosial bagi anak-anak. Nantinya anak dalam usia tertentu tidak boleh memiliki akun media sosial. 

Selain pembatasan akun, Meutya menyatakan akan ada sanksi bagi platform atau penyedia sistem elektronik (PSE) yang menayangkan konten negatif, salah satunya konten pornografi anak. PSE nantinya harus segera menurunkan konten negatif dalam batas waktu tertentu setelah tayang. “Di antara yang diatur itu, yang paling harus cepat di-take down adalah pornografi anak," ujarnya.

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid (tengah) bersama Wakil Menteri Nezar Patria (kiri) dan Angga Raka Prabowo (kanan) memberikan paparan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR yang membahas rencana aturan baru soal akses media sosial oleh anak-anak, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 4 Februari 2025. Antara/Rivan Awal Lingga

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan tak heran atas data yang dipaparkan Meutya Hafid. Menurut Kawiyan, laporan kasus pornografi anak memang menjadi salah satu yang tertinggi yang diterima KPAI.

Pada 2024 saja, kata dia, ada 41 aduan mengenai kasus ini, yang menempatkannya menjadi urutan ketiga setelah laporan anak korban kekerasan seksual dan anak korban kekerasan fisik atau psikis. "Hal tersebut menandakan Indonesia sudah darurat pornografi," ujarnya kepada Tempo, Kamis, 20 Februari 2025. 

Tak hanya menjadi korban pembuatan konten, Kawiyan menuturkan, anak-anak juga mudah terpapar konten pornografi melalui media sosial. Pasalnya, sebanyak 88,9 persen anak Indonesia berusia 5-17 tahun mengakses Internet dan menggunakan media sosial. Yang membuat kondisi itu menjadi buruk adalah minimnya pengawasan orang tua saat anak mengakses Internet dan media sosial. "Hal yang juga penting adalah peran orang tua," ucapnya.

Kondisi ini, tutur Kawiyan, sangat berbahaya bagi anak. Berdasarkan banyak penelitian, kata dia, anak yang terpapar pornografi ataupun yang menjadi korban pembuatan konten bisa menjadi pelaku kekerasan seksual.

Karena itu, Kawiyan menyambut baik rencana pemerintah membuat aturan pembatasan penggunaan media sosial kepada anak-anak. Dia menyatakan aturan itu nantinya bernama Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik. 

Dosen psikologi Universitas Pancasila, Aully Grashinta, menjelaskan beberapa faktor penyebab kasus pornografi anak di Indonesia cenderung tinggi. Pertama, karena rendahnya literasi digital anak-anak ataupun orang dewasa di Indonesia.

Menurut dia, banyak masyarakat yang belum paham apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan (do and don't) saat menggunakan perangkat digital. Akibatnya, pengawasan orang tua terhadap anaknya saat mengakses Internet menjadi rendah.

Kedua, Aully menilai akses dan penyebaran situs pornografi sangat mudah, terutama pada lingkungan pertemanan anak-anak. Pada dasarnya, kata dia, anak-anak menyukai sesuatu yang baru, menyenangkan, hingga yang bersifat rahasia dan hanya boleh diketahui oleh peer group-nya. "Meski mereka tahu ini tidak baik, karena pada awalnya dilakukan bersama teman sebaya, maka tidak menjadi hal yang begitu buruk, dinormalisasi, bahkan diperkuat," ujarnya, Kamis, 20 Februari 2025. 

Ketiga, Aully menilai pemerintah saat ini memang kurang membatasi akses pornografi di Internet. Berbagai media sosial, bahkan permainan untuk anak-anak, memaparkan pornografi tanpa bisa dicegah. Misalnya, adanya iklan berbau pornografi pada game yang tiba-tiba muncul.

Keempat, menurut Aully, adalah perubahan nilai dalam keluarga. Dia menyatakan saat ini terjadi pergeseran soal apa yang dulu dianggap tabu untuk diketahui oleh anak. Pola pengasuhan di dalam keluarga, menurut dia, saat ini juga mulai bergeser. Dulu, keluarga lebih banyak menanamkan nilai-nilai baik kepada anaknya. Tapi saat ini hal itu berubah menjadi nilai-nilai yang bersifat lebih material.

Sependapat dengan Kawiyan, Aully menilai kurangnya waktu dan pengawasan orang tua membuat anak mudah terpapar pornografi, terdorong mengeksplorasi, serta berani mencoba hal-hal yang seharusnya belum boleh dilakukan.

Dia menilai pemerintah perlu segera bertindak terstruktur sehingga anak-anak Indonesia terselamatkan dari pornografi. "Anak-anak dilemahkan oleh pornografi agar akhirnya tidak optimal, baik dalam prestasi akademik maupun nonakademik, bahkan terdorong untuk menjadi kriminal."

Pemerhati anak dan pendidikan, Retno Listyarti, pun sepakat soal pengawasan orang tua yang lemah menjadi faktor utama anak terpapar pornografi. Selain itu, dia menilai anak yang mengalami stres berkepanjangan, bahkan mendekati depresi, berpotensi terpapar pornografi. Sebab, mereka mencari pelarian. "Karena dia cuma punya gadget-nya, biasanya larinya ke sana dan kemudian punya potensi mengenal pornografi." 

Retno pun sepakat bahwa anak yang mengkonsumsi pornografi cenderung menjadi pelaku, terutama bagi mereka yang sudah mengalami kecanduan. Hal itu membuat anak penasaran sehingga mulai ingin mencoba-coba. "Jadi, ini memang cukup membahayakan," ujar eks Komisioner KPAI ini.

Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Heru Sutadi mengatakan Indonesia sebenarnya sudah memiliki banyak aturan soal pelarangan penyebaran konten pornografi. Satu di antaranya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Hanya saja, menurut Heru, penindakan terhadap pelaku, pembuat, ataupun penyebar konten pornografi anak saat ini masih lemah. "Tapi, memang, Indonesia ini ya undang-undang masih sebatas undang-undang," ujarnya kepada Tempo, Kamis, 20 Februari 2025.

Pasal 4 ayat 1 angka 6 UU ITE secara jelas melarang siapa pun memproduksi, menggandakan, menyebarkan hingga memperjualbelikan, serta menyewakan dan menyediakan konten pornografi anak. Hukuman bagi yang melanggar maksimal 12 tahun penjara. Larangan yang sama terdapat dalam Pasal 11 dan 12 Undang-Undang Pornografi. Pasal 15 UU Pornografi bahkan menyatakan setiap orang wajib melindungi anak dari pornografi.

Menurut Heru, banyak masyarakat yang tak paham soal apa itu pornografi anak. Saat ini, menurut dia, banyak masyarakat yang mengunggah foto atau video anak-anak yang tak mengenakan baju dan dianggap sebagai hal yang lucu. “Padahal itu masuk pornografi."

Heru juga sepakat bahwa pemerintah tidak ketat mengawasi berbagai platform media sosial yang menjadi media penyebaran konten pornografi. Hal ini membuat anak-anak mudah terpapar konten tak senonoh. "Kita pernah mengancam akan menutup X atau Twitter, tapi kan hanya gertakan," ujarnya.

Pengajar sosiologi Universitas Airlangga, Bagong Suyanto, sepakat soal penegakan hukum yang lemah membuat pornografi anak di Indonesia merajalela. Bahkan, menurut dia, Indonesia merupakan negara nomor dua pemasok konten pornografi anak di dunia maya setelah Rusia. "Pornografi anak di Indonesia tinggi karena belum ada tindakan yang tegas terhadap kasus ini," ucap Bagong lewat pesan pendek pada Kamis, 20 Februari 2025.

Anggota Komisi I DPR Fraksi Golkar, Nurul Arifin (kiri), bersama Komisioner KPAI Kawiyan dan praktisi media, Saktia Andri Susilo, memberikan paparan soal efektivitas RUU Pembatasan Akses Internet terhadap Anak dalam diskusi forum legislasi di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 18 Februari 2025. Antara/Rivan Awal Lingga

Dia pun menyarankan pemerintah mengembangkan pendekatan community support system. Caranya, mengajak dan meminta dukungan komunitas di tingkat lokal. Menurut Bagong, tak mungkin pemberantasan pornografi anak hanya mengandalkan pendekatan hukum karena keterbatasan jumlah aparat. 

Pengajar sosiologi Universitas Gadjah Mada, Desintha Dwi Asriani, berpendapat berbeda. Menurut dia, budaya menjadi salah satu penyebab mengapa pornografi anak di Indonesia cukup tinggi.

Dia menjelaskan, secara budaya, ada sistem nilai yang menempatkan perempuan seolah-olah sebagai obyek kekerasan. Maka, tindakan melecehkan perempuan atau memberikan ujaran bernada seksis dianggap sebagai hal yang normal. Di sisi lain, laki-laki yang menunjukkan perilaku kekerasan, seperti berkelahi, mengejek, ataupun merundung, seolah-olah dianggap sebagai ekspresi maskulin yang wajar.

Budaya tersebut, kata Desintha, kemudian terinternalisasi dan tersosialisasi dalam masyarakat. Dalam konteks pornografi, kata dia, budaya itu menjustifikasi industri pornografi untuk menyediakan atau melanggengkan cara berpikir seksis tersebut. "Karena ada demand, yang di dalamnya tubuh perempuan itu dianggap sebagai komoditas, industri ini kemudian terus berkembang," ujar Desintha saat dihubungi pada Kamis, 20 Februari 2025. 

Desintha pun menilai lemahnya komitmen negara menjadi penyebab lain mengapa angka pornografi anak tinggi di Indonesia. Dia menuturkan Indonesia sebenarnya sudah memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang mengatur pelindungan terhadap perempuan dan anak dari ancaman eksploitasi seksual.

Pornografi, Desintha menambahkan, bisa jadi adalah bagian dari eksploitasi seksual. "Kalau sekadar punya kebijakan, tapi proses implementasi tidak dikawal, tidak dimonitoring, tidak dievaluasi, ya ini sama saja," ujarnya.

Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Amelia Rahima Sari

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus