DI antara dua belas orang yang berpakaian preman dan memakai dasi itu ada yang bertubuh kekar dengan rambut potongan pendek. Sekitar pukul 14.00, Senin pekan lalu, mereka memasuki pintu utama dan pintu lainnya yang menuju samping Pondok Madu Kuring, restoran berlantai dua di kawasan perumahan mewah Pluit, Jakarta Utara. Rombongan menyebar ke arah tujuh pintu rahasia mirip pintu ruba yang berada di lantai dua. Luas ruangan hampir separuh lapangan bola. Lantainya dilapisi marmer dan beralas karpet. Pengunjung di tempat itu kebanyakan warga keturunan Cina. Sekitar seratus pengunjung tampak sedang asyik dengan empat permainan judi: rolet, dadu koprok, bakarat dan paykyu. Rombongan tadi kemudian bergabung dengan mereka. Tapi kehadiran anggota baru yang rata-rata berkulit cokelat itu mengundang kecurigaan tamu lama yang sudah bergelimang dengan permainan judi. Dan sekitar pukul lima sore, tamu baru itu menyentakkan suasana dengan teriakan, "Polisi ...." Ruangan gelanggang mengadu untung itu segera menjadi kacau. Para peserta langsung membuang koinnya ke tempat sampah. Dan sebagian dari mereka ada yang tergugup-gugup meraup duit yang terserak di atas meja, lalu bergegas cabut dari ruangan itu. Saat itu sekitar 40 orang lolos lewat berbagai pintu rahasia, yang dikamuflasekan dengan lapisan wall paper. Hari itu, petugas dari kepolisian yang berpakaian preman itu berhasil mencekal 64 orang yang sedang terlibat dalam perjudian di ruangan itu. Delapan di antaranya adalah wanita. Mereka saat itu dikumpulkan di tengah arena permainan. Setelah dilakukan rekonstruksi, mereka diangkut dengan bus Mayasari Bakti yang sedang lewat di jalan itu dan hanya mengangkut tiga penumpang. Tiga penumpangnya diminta naik taksi setelah diberi ongkos oleh polisi. Dan gerombolan para penjudi itu diboyong ke Markas Polda Metro Jaya. Penggrebekan tersebut sukses dan tanpa ada perlawanan. "Para petugas keamanan yang mereka tugaskan di sana tampaknya kurang lihai," kata Mayor Hadiatmoko yang memimpin penggerebekan itu. Menurut Kepala Unit Judi dan Susila Polda Metro Jaya itu, saat itu memang susah dipastikan bandarnya yang pasti. Mereka malah berebut main tunjuk. Setelah digertak, baru ada yang mau mengaku. "Itu pun awalnya bernama Fredy alias Yan, yang mengaku sebagai penanggung jawab. Pengakuan atas dirinya itu dipegangnya kuatkuat. Namun petugas menyangsikan," kata Hadiatmoko kepada Heri Wardoyo dari TEMPO. Setelah kembali dilacak polisi, ternyata beberapa bukti tidak mendukung pengakuannya: Fredy bukan bos sarang judi tersebut. Selain rumahnya biasa saja -- dan bukan di daerah mewah -- juga perabotnya tak ada yang istimewa. Apalagi jika dibandingkan dengan sewa tempat judi itu yang konon Rp 500 juta setahun. Bagaimana cara Fredy membayarnya. "Setelah dikorek, akhirnya ia mengaku hanya sebagai bumper. Ternyata dalangnya adalah Robert," kata Hadiatmoko. Ketika berlangsung penggerebekan, orang yang bernama Robert itu tidak berada di tempat atau sudah lebih dahulu kabur. Ia ini adalah target operasi polisi pada hari itu. Reputasi Cina yang berasal dari Medan ini, menurut polisi, tak diragukan lagi di meja judi. Ia juga pelanggan lembaga pemasyarakatan. Dan tak pernah kapok. Robert dikenal sebagai "orang kuat" di Medan. Polisi menduga bahwa Robert yang menyewa dan pemilik semua alat perjudian itu. Namun, sebuah sumber TEMPO yang kini tidur di sel Polda Metro Jaya menyebutkan ada nama lain. Menurut dia, dalang judi di Pluit itu, selain Robert, juga ada Beng-Beng. Seperti Robert, asal Beng-Beng adalah dari Medan yang kabarnya kini sudah menjadi warga negara Singapura. Robert saat ini sembunyi di Jakarta. Dan masih menurut sumber tadi, big boss perjudian itu adalah Hong Lie gembong lama yang kini melarikan diri ke Singapura. Pada saat penggerebekan itu, polisi berhasil membawa beberapa barang bukti berupa uang tunai Rp 100,5 juta dan US$ 700, ribuan koin yang terbuat dari keramik dengan nilai Rp 10.000 hingga Rp 10 juta per koin. Totalnya Rp 11,4 milyar. Sedangkan nilai alat kasino buatan Amerika dan Inggris itu lebih dari Rp 100 juta. Sebuah putaran roletnya buatan Australia seharga Rp 15 juta. Semua perangkat judi itu dibeli melalui Singapura. Kini para penjudi tersebut meringkuk di sel Polda Metro Jaya. Dengan jaminan apa pun, mereka tidak diizinkan menjadi tahanan luar. Mereka, menurut Hadiatmoko, kebanyakan mengaku sebagai pengusaha dan karyawan swasta. "Dalam kasus ini tidak ada anak pejabat dan yang dibeking oknum ABRI," katanya. Tempat perjudian itu tampaknya eksklusif. Untuk masuk, tiap orang harus mengantongi tanda masuk yang terbuat dari koin-koin khusus. Koin itu didapatkan dengan menukarkan dengan sejumlah uang. Saat itu penggerebekan sebenarnya akan dilaksanakan pukul 20.00, ketika pengunjung membludak. Rupanya, para penjudi keburu dapat mencium kedatangan anggota polisi yang berpakaian preman itu. "Sehingga penggerebekan terpaksa segara dilakukan," kata Hadiatmoko. Gelanggang judi di Jakarta Utara yang dibongkar itu, menurut Kapolda Metro Jaya, Mayor Jenderal M.H. Ritonga, kemungkinan merupakan kasus yang terbesar di Indonesia. "Ini bisa dilihat dari peralatannya yang lengkap dan omsetnya yang milyaran rupiah," katanya kepada wartawan Rabu pekan lalu. Dalam keterangan kepada pers itu, Kolonel Wagiman mengatakan, penggerebekan dilakukan setelah diterima info dari masyarakat dua hari sebelumnya. "Mereka sudah empat hari bermain judi di tempat tersebut," kata Kadit Reserse Polda Metro Jaya itu. Perjudian ini, menurut Wagiman, sudah mengarah pada perjudian kasino. Omsetnya per hari diperkirakan mencapai Rp 4 milyar. Mereka tampaknya mempunyai aturan main dengan rapi. Penjualan koin, misalnya, diatur oleh penyelenggara, di antaranya dalam mobil Baby Benz. Para pemainnya akan diantar-jemput oleh pihak penyelenggara. Saat digerebek, halaman parkir lenggang, seolah sepi dari pengunjung. Mereka yang akan main judi itu lebih dahulu diundang. Menurut salah seorang penjudi yang ditemui wartawan TEMPO, pada hari saat polisi menggerebek itu permainan baru digelar dua hari. Karena pesertanya sedikit, di hari pertama perjudian hanya berlangsung beberapa jam. Dan memasuki hari kedua, sudah keburu digerebek. Meja di arena perjudian itu, menurut penjudi tadi, disediakan sembilan buah untuk empat jenis permainan. Dan dari 64 orang yang tertangkap, menurut dia, 29 orang bukan pemain. Mereka hanya ikut dengan temannya, setelah makan di restoran di bawah arena judi ini. Saat berlangsungnya penggerebekan, kata penjudi itu, ada sebuah brankas dan tas berisi uang tunai sekitar Rp 600 juta. Setelah penggerebekan itu, kini tampaknya para istri menjadi resah. Mereka merasa ada yang kehilangan suami. "Saya cemas, kok sudah tiga hari suami saya belum pulang-pulang," kata Nyonya Jono, yang suaminya ikut dijaring dan diangkut ke Polda Metro Jaya. "Padahal, dia itu tidak pernah main judi. Makanya, saya tidak percaya dia ikut mengadu untung di situ," katanya. Dalam pada itu, Kapolda Ritonga mengharap agar yang terlibat permainan terlarang ini diberi ganjaran hukuman yang setimpal. "Jangan sampai kerja polisi yang sudah sulitsulit menangkapnya, toh akhirnya nanti mereka hanya mendapat hukuman ringan," katanya. Biasanya, penyelesaiannya sering begitu? Gatot Triyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini