Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Padang mengingatkan media massa berhati-hati menerbitkan berita mengenai kerusuhan di Wamena, Provinsi Papua. Meski puluhan perantau Minang tewas dalam kerusuhan itu, penyajian berita yang vulgar hanya akan memperkeruh suasana.
"AJI Padang mengimbau kepada jurnalis dan media massa untuk tidak membuat berita yang mengandung unsur SARA," ujar Ketua AJI Padang Andika Destika Khagen dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu lalu, 28 September 2019.
Menurut Andika, Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Kerusuhan di Kota Wamena pada Senin, 23 September 2019, hingga kini belum sepenuhnya berhenti. Menurut data yang dikutip AJI Padang dalam rilisnya, konflik itu mengakibatkan 32 orang tewas, ribuan jiwa mengungsi, ratusan rumah warga, serta sejumlah kendaraan dan kantor terbakar.
Dari seluruh korban meninggal, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menyatakan bahwa sembilan di antaranya perantau asal Minang.
AJI Padang juga mengimbau jurnalis dan media untuk tetap melakukan kritik terhadap penanganan keamanan di Papua, khususnya Wamena, sehingga korban tidak terus bertambah dan kondisi segera membaik. Prinsip jurnalisme damai mesti dipegang teguh dalam memberitakan konflik masyarakat di Wamena.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jurnalisme damai tidak akan menghilangkan fakta, namun lebih menonjolkan pemberitaan yang bisa menurunkan tensi konflik dan segeranya penyelesaian."
AJI Padang pun meminta pemerintah membuka akses informasi di Wamena agar hoaks tidak berkembang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini