PAGI itu dengan riang Rukinah berangkat ke ladang untuk memetik cabe yang siap dipanen. Semua pekerjaan rumah tangganya sudah beres. Erianto, anaknya yang baru berumur 9 bulan, sudah pula disusui dan dimandikan. "Si kecil tentu asyik bercanda dengan ayahnya," begitu pikir ibu muda 22 tahun itu. Ia benar-benar bahagia. Karena pagi itu, Kamis 3 Desember lalu, Rusman, suaminya, baru mau menimang anaknya. Menjelang tengah hari, lelaki 23 tahun itu tiba-tiba menangis meraung-raung. Lalu ia berlari menuju rumah Slamet -- paman Rukinah -- yang jadi tetangga di sebelah. "Pak Lik, kenapa anak saya ini?" pekiknya setengah menjerit. Tentu saja si paman bingung. Ia melihat sekujur tubuh Erianto kejang-kejang. Bahkan dari mulutnya berhamburan cairan putih yang membusa. Sementara tangis Rusman semakin menjadi-jadi. Tak pelak lagi, warga Dukuh Mandang, Desa Sucen, di sebelah utara Temanggung, Jawa Tengah, ikut ribut. Mereka ramai-ramai langsung menghambur ke rumah Slamet yang sedang ketiban beban. Debat juga muncul berkecamuk. Mereka mencoba menebak kenapa Erianto mendadak begitu, karena sebelumnya tak pernah menimpa anak ini. Seperti biasanya, ada yang bilang Erianto kesambet roh halus. Tapi begitu Tumpuk tiba, perdebatan langsung berbelok halauan. Dan rupanya dari kawan ngobrol Rusman inilah ditemukan kunci teka-teki "penyakit" yang manimpa bayi mungil itu. "Beberapa hari lalu Rustam cerita pada saya mau meracun anaknya itu," ujar Tumpuk. Mendengar itu, hadirin spontan bergerak menggeledah rumah Rustam. Benar. Di sana mereka menemukan racun merk Temix 10-G yang biasa digunakan untuk membunuh babi hutan atau monyet pemangsa tanaman di ladang petani. Dan di atas sebuah meja, terlihat secangkir kopi yang tertumpah sebagian pada sepotong geblek -- kue tradisonal dari bahan ubi kayu. Oleh seorang penduduk yang tajam akal dan rupanya waspada, kue itu kemudian diumpankan ke seekor ayam. Oang-orang jadi kaget ketika tak lama setelah itu menyaksikan ayam tersebut menggelepar-gelepar sebelum mati karena keracunan kue itu. Dalam pada itu, Rukinah rupanya seperti mendapat firasat buruk. Ia segera pulang. Jantungnya berdetak semakin kencang ketika dilihatnya penduduk berkerumun didepan rumahnya. Ketika diketahuinya Erianto meninggal, ia meraung-raung. Perempuan itu berguling-guling di tanah dan membenturkan kepalanya. Ia memanggil-manggil anaknya. "Ketika saya tinggalkan, ia masih segar bugar. Tapi sekarang ia sudah meninggal dengan menyedihkan," katanya berkali-kali. Dan tangisnya tak tertahan. Lain dengan Rusman. Ia mencium gelagat buruk. Sebelum penduduk menyerbu, ia raib. Tapi orang-orang berhenti memburunya, karena harus mempersiapkan upacara pemakaman. Sore itu juga, upacara penguburan bayi yang malang itu dilaksanakan, dipimpin Lurah Suparman, dihadiri hampir seluruh penduduk desa. Setelah acara usai mereka melanjutkan perburuan mencari Rusman. Semua penjuru desa dijelajahi. Rumah demi rumah digeledah. Berhasil. Rusman ditemukan di rumah salah seorang saudaranya, masih di desa itu juga. Kemudian dia langsung diarak ke kantor kelurahan. "Tapi ia tak mau menjawab semua pertanyaan," ujar Lurah Suparman. Baru keesokan harinya, setelah diinterogasi di Polsek Kandanan, Rustam mau mengakui perbuatannya. Bagaimana Rusman meracun buah hatinya sendiri? Geblek yang sudah diolesi kopi campur racun itu disuapkan ke mulut Erianto yang lucu itu. Di hadapan para pemeriksanya, ia juga mengaku bahwa racun babi itu semula, katanya, dipersiapkan juga untuk membunuh istrinya. Segala sesuatunya sudah pula ia persiapkan semalam sebelum kejadian. Tapi malam itu Rukinah ternyata tak bernafsu meneguk kopi suguhan suaminya. "Saya jengkel. Maka keesokan paginya, karena yang ada hanya anak saya, maka saya racunlah dia," kata Rusman. Persoalannya bermula dari sepetak tanah waris orangtua Rusman. Lantaran tergiur sepeda motor, ia berniat menjual tanah itu. Sedang sisa duitnya, kalau ada, akan dibelikan perabot rumah tangga. Rukinah tak setuju. Ia menghendaki agar uang hasil penjualan tanah tersebut digunakan untuk membiayai anaknya. Dan sejak saat itulah timbul niat Rusman untuk meracun istrinya. Pengakuan petani gurem itu, menurut istrinya, masih berselimut kebohongan. Kepada TEMPO Rukinah mengungkap ia tak pernah melihat, apalagi disuguhi kopi, oleh suaminya. Dan ia menolak menjual tanah itu, karena khawatir uangnya diludeskan suaminya. Lelaki itu, katanya, juga suka main judi buntut. Praginanto (Jakarta), Rustam F. Mandayun (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini