Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Konstruksi Universitas Indonesia Yuskar Lase mengatakan biasanya ada tiga penyebab bangunan ambruk, seperti kasus selasar gedung BEI runtuh. Pada Senin siang, 15 Januari 2018, selasar di lantai mezzannine gedung Bursa Efek Indonesia ambruk, sehingga 72 orang harus menjalani perawatan bahkan operasi akibat patah tulang kaki.
"Kemungkinan pertama, perencanaan yang kurang cermat," kata Yuskar saat dihubungi Tempo, Selasa 16 Januari 2018.
Kemungkinan kedua, konstruksi bangunan juga bisa ambruk karena pada saat pelaksanaan konstruksi atau pembangunannya kurang cermat. Perubahan fungsi bangunan, kata Yusak, juga bisa memicu bangunan itu ambruk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Contohnya tidak ada tangga jadi ada tangga. Tidak ada selasar jadi ada selasar. Atau bangunan yang sebenarnya bukan untuk kantor dijadikan kantor," ujarnya.
Baca: Kata Anies Baswedan Inspeksi Kelaikan Gedung BEI Alami Kesulitan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perubahan fungsi bangunan tersebut bisa menyebabkan bangunan rubuh karena penggunaan yang tidak sesuai peruntukan. Pada selasar BEI, struktur bisa menggunakan dengan sistem gantung dan kolom penyangga.
"Kedua sistem tidak ada yang salah. Tapi, kalau sistem gantung memang ada kelemahan. Sebab, kalau sistem gantung beton mengalami penarikan. Berbeda dengan sistem sanggah yang lebih kuat tekanannya," ujarnya.
Menurut Yuskar, butuh waktu untuk mengetahui penyebab ambruknya selasar BEI. Menurutnya, perlu ada pengujian bahan yang ada di lapangan dan dilakukan pemotretan. "Analisanya nanti seperti diagnosis yang dilakukan dokter terhadap penyakit. Jadi, untuk mengetahui penyebab pasti harus diuji," ujarnya.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menduga bangunan itu lolos dari pemeriksaan berkala. "Gedung tinggi punya jadwal tertentu untuk pengecekan. Tidak mungkin tidak dicek. Mungkin ini lolos dari pengamatan," kata dia di kantornya, kemarin.
Menurut Setyo, pengecekan gedung sarana publik diperlukan untuk menjamin kelaikan fungsinya. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 1, yang menyebutkan pemeriksaan keandalan bangunan dilakukan pada tenggang waktu tertentu guna menyatakan kelaikan fungsi.
Namun Setyo belum bisa memastikan apakah bencana disebabkan oleh keretakan struktur atau sejenisnya. Yang jelas, kata dia, penyebabnya bukan bom atau peledak. "Ini freak accident. Aneh tapi nyata. Siapa sangka bangunan BEI bisa roboh?" ucap dia.
Untuk mencari tahu penyebab robohnya bangunan, polisi bakal meminta keterangan dari kontraktor dan mengecek cetak biru bangunan BEI. Penyidik, kata Setyo, bisa mencari profil kekuatan gedung dari dua sumber itu. "Misalnya kekuatan gedung harusnya hingga 25 tahun, tapi belum sampai umurnya sudah roboh. Itu yang diselidiki," kata dia.