Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkan tiga hakim sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau korupsi minyak goreng. Ketiganya adalah Djuyamto, Agam Syarief Baharuddin, dan Ali Muhtarom, yang terlibat dalam majelis hakim yang memutus perkara tiga korporasi besar dengan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penetapan status tersangka diumumkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Abdul Qohar, pada Senin dini hari, 14 April 2025. Ketiganya diduga menerima suap dalam perkara yang melibatkan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group tiga perusahaan raksasa di industri minyak sawit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pada malam hari tadi sekitar pukul 23.30 WIB, tim penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka," ujar Abdul dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan.
Peran Tiga Hakim dalam Vonis Lepas Korupsi Minyak Goreng
Kasus ini bermula dari putusan kontroversial yang dibacakan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada 19 Maret 2025. Saat itu, majelis hakim menyatakan bahwa tiga korporasi terbukti melakukan perbuatan, tetapi tidak memenuhi unsur tindak pidana sehingga divonis lepas.
Ketiga hakim yang kini menjadi tersangka diketahui memegang peran penting dalam majelis tersebut. Djuyamto bertindak sebagai Ketua Majelis, Agam Syarief sebagai anggota, dan Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc. Mereka ditunjuk oleh Muhammad Arif Nuryanta, yang sebelumnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
Penetapan ketiganya dilakukan setelah serangkaian pemeriksaan saksi dan penggeledahan yang dilakukan sejak Sabtu, 12 April 2025. Djuyamto sendiri tiba paling akhir di Kejagung saat pemeriksaan, yakni sekitar pukul 18.30 WIB setelah dijemput oleh penyidik.
Sekilas Profil Para Tersangka
1. Djuyamto
Lahir di Sukoharjo, 18 Desember 1967, Djuyamto merupakan Hakim Tingkat Pertama yang bertugas di PN Jakarta Selatan. Ia menempuh pendidikan sarjana, magister, hingga doktoral di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo. Djuyamto memulai kariernya sebagai hakim di PN Tanjungpandan dan pernah bertugas di PN Temanggung, Karawang, hingga Mahkamah Agung. Pada 2019, ia menjabat sebagai hakim di PN Jakarta Selatan.
Terakhir Djuyamto menjadi hakim praperadilan kasus Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
2. Agam Syarief Baharuddin
Agam Syarief adalah lulusan Universitas Syiah Kuala dan meraih gelar magister dari UNS. Ia pernah menjabat Ketua PN Demak dan bertugas sebagai hakim di PN Sukoharjo dan PN Jakarta Timur. Pada saat perkara CPO diputus, Agam menjadi anggota majelis hakim di PN Jakarta Pusat.
3. Ali Muhtarom
Ali lahir pada 35 Agustus 1972 (tanggal yang perlu diklarifikasi ulang) dan merupakan hakim ad hoc Tipikor. Ia memulai tugasnya di Pengadilan Negeri Kupang pada 2017 dan dimutasi ke PN Jakarta Pusat pada 2020. Ia dikenal sebagai salah satu hakim ad hoc yang menangani perkara-perkara korupsi besar.
Terakhir Ali Muhtarom menjadi hakim sidang perkaran kasus dugaan ekspor gula dengan terdakwa Tom Lembong.
Ketiganya kini ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI, berdasarkan surat perintah penahanan tertanggal 13 April 2025.
Hanin Marwah dan Raden Putri Alpadillah Ginanjar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Peran Masing-masing 4 Tersangka Korupsi Minyak Goreng