Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tepat hari ini, setahun lalu atau 17 Oktober 2022, tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat oleh eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan kawan-kawan disidang untuk kali perdana. Kasus ini menyita perhatian publik karena dilakukan oleh petinggi institusi penegak hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasusnya terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022. Ferdy Sambo dan anak buahnya menyusun rencana membunuh Brigadir J, ajudannya karena disebut melakukan pelecehan terhadap Putri Candrawathi, istri Ferdy. Rencana itu dibicarakan di Rumah Saguling. Bharada E, diminta jadi eksekutor. Setelah rencana tersusun, Brigadir J dibawa ke rumah Duren Tiga. Di sanalah Brigadir J didor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasusnya masih adem ayem setelah tiga hari pasca kejadian. Polri beralasan tak lekas mengumumkan kematian Brigadir J karena masih suasa Hari Raya Idul Adha dan baru dikabarkan pada 11 Juli. Yang diumumkan Polri pun berbeda dengan kejadian aslinya. Sambo telah menjadi sutradara dalam kisah pembunuhan itu. Ceritanya diubah, Brigadir J bukan dibunuh, tapi terbunuh. Dia mati karena baku tembak dengan Bharada E.
Saat itu Ferdy tak ada di rumah. Brigadir J disebut melecehkan Putri di kamarnya. Putri pun berteriak. Brigadir J panik lalu lari keluar kamar. Bharada E yang ketika itu di lantai atas lekas memeriksa. Setibanya di tangga, dia mendapati Brigadir J keluar dari kamar Putri. Pertanyaan “Ada apa?” dari Bharada E dijawab dengan tembakan. Baku tembak pun terjadi dan berakhir dengan tewasnya Brigadir J.
Ceritanya begitu meyakinkan hingga semua orang hampir percaya. Bahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit pun terkecoh. Tetapi tidak dengan keluarga Brigadir J. Kecurigaan itu muncul saat jenazah yang tiba pada 9 Juli di kampung halaman, Desa Sukamakmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Jambi itu sempat dilarang dibuka. Di situlah keluarga melihat beberapa kejanggalan dari luka yang ada di tubuh Brigadir J.
Menurut pihak keluarga Brigadir J, terdapat sejumlah luka sayatan di tubuh mendiang yang diduga berasal dari senjata tajam. Selain itu, terdapat luka tembak di beberapa tempat. Yaitu di antaranya di leher, dada, dan tangan. Dua ruas jari Brigadir J juga dilaporkan putus, serta luka senjata tajam di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki. Pihak Kepolisian mengatakan luka sayat tersebut akibat proyektil.
“Iya, itu sayatan itu akibat amunisi atau proyektil yang ditembakkan Bharada E,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
Publik pun kian tertarik mengikuti perkembangan kasus ini. Dugaan Brigadir J tewas karena dibunuh secara sengaja kian santer setelah ditemukan indikasi penghapusan barang bukti. Sejumlah kamera pengawas di sekitar tempat kejadian ditemukan rusak. Alasan alat perekam itu mengalami malafungsi pun tak masuk akal, tersambar petir. Guna mengusut kematian Brigadir J, Listyo Sigit kemudian membentuk tim khusus.
Dari pemeriksaan terhadap sejumlah aksi, timsus menyimpulkan ada unsur pembunuhan dengan sengaja dalam kasus ini. Bharada E dalam pemeriksaan ketiga pada Jumat malam, 5 Agustus 2022 akhirnya mengaku kepada Listyo Sigit. Dia membantah berbaku tembak dengan Brigadir J pada Jumat, 8 Juli lalu. Bharada E menyebut adalah Ferdy Sambo dalang dari kematian Brigadir J. Sambo jugalah yang merekayasa cerita bohong baku tembak itu.
Ulah Sambo membuat publik geram. Perjalanan langkah hukum sedikit lebih cerah setelah Sambo ditetapkan sebagai tersangka. Sejumlah nama terseret. Ada lima tersangka dalam kasus pembunuhan ini, selain Sambo, Bharada E dan Putri, dua lainnya adalah Kuat Maruf dan Ricky Rizal. Sambo juga ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rahman Arifin, Baiquni Wibowo, dan Chuk Putranto.
Publik pun menunggu kapan Sambo cs akan disidang. Dua bulan berselang, pada Senin, 17 Oktober, sidang akhirnya digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di ruang sidang utama Profesor Haji Umar Seno Adji. “Sidangnya dimulai pukul 10.00 WIB,” kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto dikonfirmasi di Jakarta, Senin pagi. Terdakwa: Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Sidang perdana itu mengungkapkan sejumlah fakta baru. Berbeda dengan kronologi yang dibeberkan Ferdy ihwal dirinya tak ada di tempat saat kejadian, rekaman CCTV menunjukkan Brigadir J masih hidup saat Ferdy tiba di Duren Tiga. Ferdy Sambo juga memberikan amplop berisi uang dan iPhone 13 Pro Max kepada Eliezer, Ricky, dan Kuat, sebagai ganti ponsel yang dirusak dan dihilangkan untuk menutup jejak pembunuhan. Saat pemberian imbalan, Putri juga hadir.
“Ferdy Sambo memberikan amplop putih berisi mata uang asing dollar kepada Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan Richard Eliezer sebagai imbalan,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 17 Oktober 2022.
Kronologi detik-detik pembunuhan itu juga diungkap jaksa, yaitu Ferdy memegang leher belakang Brigadir J, kemudian mendorongnya hingga berada di depan tangga lantai satu. Brigadir J berhadapan dengan Ferdy Sambo dan Bharada E, sementara Kuat Ma’ruf berada di belakang Ferdy Sambo dan Ricky Rizal bersiaga apabila Yosua melawan.
Ferdy Sambo memerintahkan kepada Yosua untuk jongkok, lalu memberi perintah pada Richard untuk menembak langsung Yosua dengan berteriak “Woy! Kamu tembak! Kamu tembak cepet! Cepet woy kau tembak! Lantas Richard menembak Yosua dengan pistol Glock-17 yang sudah disiapkan sebanyak tiga atau empat kali hingga Yosua terjatuh dan terkapar. Ferdy disebut turut melepaskan tembakan final.
Kejahatan Ferdy dalam kasus ini yakni memerintahkan ajudannya Bharada E untuk menembak Brigadir J Eksekusi dilakukan di rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat sore, 8 Juli 2022. Kemudian menyusun rekayasa skenario untuk menutupi aksinya dengan menyatakan adanya aksi tembak-menembak serta skenario lainnya. Meski akhirnya terbantahkan dengan rekaman CCTV.
Ia pun memerintahkan menghilangkan barang bukti. Yakni, dengan merusak ponsel pelaku dan saksi serta memerintahkan Arif Rachman untuk menghapus atau menghilangkan rekaman CCTV saat memperlihatkan Brigadir Yosua yang masih hidup. Karenanya, selain kasus pembunuh berencana, Ferdy Sambo juga dijerat kasus tindakan menghalangi, menghilangkan bukti elektronik.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | DINISSA AZHARI | TIM TEMPO.CO