Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga adanya pelanggaran prosedur dalam penangkapan masyarakat adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas oleh anggota Polres Simalungun. Komisioner Komnas HAM, Saurlin Siagian, menduga ada tindakan berlebihan dalam penangkapan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisioner Komnas HAM, Saurlin Siagian, menyesalkan proses penangkapan yang dilakukan oleh polres simalungun kepada masyarakat adat Sihaporas. “Tidak ada urgensinya menangkap dengan cara seperti itu. Jadi patut diduga ada tindakan yang berlebihan,” kata dia ketika dihubungi, Ahad, 28 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) melaporkan penangkapan terhadap masyarakat adat Sihaporas itu ke Komnas HAM pada Rabu, 24 Juli 2024. Dalam laporannya, TAMAN menyatakan penangkapan itu dilakukan pada Senin, 22 Juli 2024 pukul 03.00 WIB.
Polisi, menurut mereka, datang dan langsung menendang pintu kediaman warga tanpa menunjukkan surat perintah penggeledahan atau pun penangkapan. Polisi kemudian disebut menculik lima orang anggota Komunitas Masyarakat Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas. " Ini adalah perbuatan yang tidak dapat ditolerir,” kata Judianto Simanjuntak, anggota TAMAN, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 26 Juli 2024.
Kapolres Simalungun, Ajun Komisaris Besar Polisi Choky Sentosa Meliala, membantah tudingan itu. Menurut Choky, pihaknya telah menunjukkan identitas dan surat penangkapan saat itu. Dia menyatakan penangkapan itu berhubungan dengan kasus dugaan penganiayaan terhadap pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL).
"Informasi yang beredar di media sosial mengenai tersangka yang diculik oleh orang tak dikenal adalah tidak benar," ujar Choky dalam keterangan tertulisnya.
Saurlin Siagian menyatakan pihaknya juga akan akan memeriksa laporan dugaan penganiayaan tersebut. Untuk saat ini, dia menilai kasus ini belum ada pembuktian apapun. “Tapi tindakan Polres seperti telah menetapkan yang diadukan sebagai pihak yang bersalah,” tuturnya.
Saurlin juga menyatakan Komnas HAM telah memperoleh video peristiwa yang dipakai sebagai alasan pengaduan. Dia menyatakan video itu akan menjadi bahan analisa apakah benar terjadi penganiayaan seperti yang dilaporkan pekerja PT Toba Pulp Lestari. “Video itu menunjukkan posisi kedua belah pihak yang bisa dengan mudah dianalisis, pada hemat kami tidak perlu berujung pada penangkapan dengan cara seperti itu,” kata dia.