Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik dari Polda Metro Jaya meningkatkan status AG, pacar Mario Dandy Satrio yang awalnya sebagai saksi, lalu berstatus anak berhadapan dengan hukum, pada Kamis, 2 Februari 2023. Kemudian berubah menjadi anak yang berkonflik dengan hukum dalam kasus penganiayaan terhadap anak pengurus GP Ansor, berinisial D.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi, status baru AG ini, membuktikan bahwa remaja perempuan berumur 15 tahun itu telah ditetapkan sebagai pelaku penganiayaan terhadap D bersama sang kekasih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hengki menambahkan bahwa tidak ada istilah tersangka untuk anak-anak yang terlibat masalah hukum. AG terseret dalam kasus penganiayaan karena menjadi provokator yang melaporkan kepada MDS bahwa dirinya telah diperlakukan tidak baik oleh D.
Arti Anak yang Berkonflik dengan Hukum
Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dilansir dalam bphn.go.id, status AG sebelumnya sebagai anak yang berhadapan dengan hukum dapat diartikan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, anak menjadi korban tindak pidana, dan anak menjadi saksi tindak pidana.
Kini, statusnya berubah menjadi anak berkonflik dengan hukum, yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun dan diduga melakukan tindak pidana. Pengertian ini tercantum dalam Pasal 1 angka 2 dan 3 dalam UU Nomor 11 Tahun 2012.
Pada undang-undang tersebut, dijelaskan pula bahwa dalam sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) yang meliputi beberapa hal berikut, yaitu:
- penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini,
- persidangan dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum, dan
- pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
Selain itu, dalam sistem peradilan pidana anak wajib pula diupayakan melakukan diversi.
Pada Pasal 6 undang-undang ini, diversi dilakukan untuk mencapai tujuan, yaitu untuk menciptakan perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Melalui diversi, bukan hanya korban dan pelaku saja yang dilibatkan, melainkan masyarakat serta pihak pengadilan juga berkontribusi.
Berdasarkan Pasal 7 UU Nomor 11 Tahun 2012 ini, diversi dapat dilaksanakan, jika tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Diversi juga dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional sesuai pendekatan keadilan restoratif. Pada pelaksanaannya, diversi pun wajib memperhatikan beberapa hal, yaitu:
- kepentingan korban,
- kesejahteraan dan tanggung jawab anak,
- penghindaran stigma negatif,
- penghindaran pembalasan,
- keharmonisan masyarakat, dan
- kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Lalu, apakah nantinya AG yang sudah ditetapkan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum akan menjalani semua rangkaian diversi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak?
Pilihan Editor: Alasan Polisi Ubah Status Pacar Mario dandy dari Saksi Jadi Anak Berkonflik dengan Hukum
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.