Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMISIONER Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Mohammad Choirul Anam, menegaskan bahwa mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, akan diberhentikan secara tidak hormat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Keputusan ini diambil setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur serta penyalahgunaan narkotika.
Sebagai bagian dari proses penegakan disiplin di internal kepolisian, sidang etik terhadap AKBP Fajar digelar oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pada Senin, 17 Maret 2025, di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta. Anam turut hadir dalam proses tersebut untuk memastikan jalannya sidang berlangsung sesuai ketentuan yang berlaku.
Sidang etik yang dimulai pukul 09.00 WIB ini tidak hanya membahas pelanggaran yang telah ditetapkan, tetapi juga membuka kemungkinan adanya keterlibatan AKBP Fajar dalam kasus lain. Dalam proses persidangan, terdapat potensi pengungkapan jaringan yang lebih luas, termasuk dugaan hubungan mantan Kapolres Ngada tersebut dengan kelompok kriminal, baik di tingkat lokal maupun internasional, selama ia bertugas.
"Ini pasti dikenakan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH)," ujar Anam saat ditemui di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, pada Senin, 17 Maret 2025.
Aturan PTDH dalam Institusi Polri
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat atau PTDH merupakan sanksi administratif tertinggi dalam kepolisian yang dijatuhkan kepada anggota Polri yang terbukti melanggar kode etik profesi. Sanksi ini diatur dalam Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan Perpol yang diundangkan sejak 15 Juni 2022 tersebut, anggota polisi dapat dikenai PTDH apabila melanggar aturan yang ditetapkan oleh Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) dan Komisi Etik Polri. Sanksi PTDH diberikan kepada anggota Polri yang dinilai tidak layak lagi untuk tetap berdinas di kepolisian.
Jenis Sanksi Etik dalam Kepolisian
Selain PTDH, terdapat beberapa sanksi lain bagi anggota Polri yang melanggar kode etik, yaitu:
- Permohonan maaf secara lisan maupun tertulis.
- Mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan, dan pengetahuan profesi.
- Demosi jabatan, fungsi, atau tempat tugas minimal satu tahun.
Namun, PTDH menjadi sanksi terberat yang diberikan apabila pelanggaran yang dilakukan tergolong berat dan telah terbukti dalam sidang etik.
Syarat Anggota Polri Dijatuhi Sanksi PTDH
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan seorang anggota Polri dikenai sanksi PTDH, antara lain:
- Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dinilai tidak layak untuk tetap berdinas.
- Memberikan keterangan palsu saat mendaftar sebagai calon anggota Polri.
- Melakukan perbuatan yang bertujuan mengubah Pancasila atau terlibat dalam gerakan yang menentang negara.
- Melanggar sumpah atau janji anggota Polri serta kode etik kepolisian.
- Meninggalkan tugas secara tidak sah lebih dari 30 hari kerja berturut-turut.
- Melakukan tindakan yang merugikan institusi kepolisian.
- Melakukan bunuh diri untuk menghindari penyidikan atau meninggal akibat tindak pidana yang dilakukan.
- Menjadi anggota atau pengurus partai politik tanpa mengundurkan diri dari Polri meskipun sudah diperingatkan.
- Dijatuhi hukuman disiplin lebih dari tiga kali dan dianggap tidak layak dipertahankan sebagai anggota Polri.
PTDH merupakan sanksi administratif paling berat dalam kepolisian yang diberikan setelah melewati proses evaluasi dan sidang etik yang ketat. Keputusan ini diambil guna menjaga integritas dan profesionalisme institusi Polri dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum.
Achmad Hanif Imaduddin, Hendrik Khoirul Muhid, dan Alif Ilham Fajriadi turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Dipecat dari Polri, Eks Kapolres Ngada Ajukan Banding
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini