Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Ketua DPR sekaligus terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP Setya Novanto kembali mendapatkan pemotongan masa tahanan khusus pada Hari Raya Idulfitri 2024 atau remisi Lebaran. Tidak hanya tahun ini, Setya Novanto alias Setnov pun mendapat remisi khusus Hari Raya Idulfitri 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebaran tahun lalu, Setnov mendapatkan remisi sebanyak 30 hari atau sebulan dan jumlah pemotongan masa tahanan yang diperolehnya tahun ini serupa dengan tahun sebelumnya. Dilansir dari ANTARA, Kepala Lapas Sukamiskin Wachid Wibowo, mengatakan bekas Ketua DPR RI itu mendapatkan diskon masa tahanan bersama 240 narapidana korupsi lainnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia berkata narapidana yang mendapatkan remisi pada Rabu, 10 April 2024, berjumlah 240 orang. "(remisi) yang paling kecil 15 hari dan yang paling besar remisi dua bulan,” kata Wachid.
Tidak hanya remisi Lebaran, Setya Novanto turut mendapatkan remisi dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-78 Republik Indonesia (RI) selama tiga bulan.
Sebelumnya, Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP pada 10 November 2017 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Lembaga antirasuah menetapkan Setya Novanto menjadi tersangka korupsi e-KTP untuk kali kedua. Pengumuman penetapan tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK di kawasan Kuningan Jakarta.
Sebagai pemenuhan hal tersangka, KPK mengantarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada yang bersangkutan ke kediaman Setya. KPK lalu menjemput paksa Setya Novanto pada Rabu, 15 November 2017 karena sudah tiga kali mangkir dari pemanggilan. Enam pegawai KPK menyambangi Setya Novanto di kediamannya, Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Melawai, Jakarta Selatan pada Rabu malam.
Penyidik menggeledah rumah Setya Novanto hingga dini hari. Namun, Setnov tak ada di rumah dan tidak diketahui keberadaannya hingga ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO).
Dalam kasus ini, Setya dinilai menguntungkan diri sendiri senilai 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek e-KTP. Setya pun dituntut berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selain itu, jaksa penuntut umum KPK meminta Setya wajib membayar uang pengganti sesuai dengan uang yang ia terima sebesar 7,435 juta dolar AS dikurangi Rp 5 miliar, seperti yang sudah dikembalikan oleh Setya. Uang pengganti itu harus dibayarkan kepada KPK selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemudian menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada Setya Novanto. Vonis disampaikan hakim Yanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa, 24 April 2018. Selain dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, Setya Novanto diharuskan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.