SEMENTARA terbetik berita Tim 902 akan dibubarkan, pekan lalu
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima 20 berkas perkara
penyelundupan hasil kerja tim ini. Tapi akan dibubarkan atau
tidak, lebih menarik lagi adalah dalam berkas-berkas perkara itu
tak seluruhnya dicantumkan tuduhan subversi. Mereka hanya
dituduh korupsi. Padahal dalam perkara-perkara serupa ini
sebelumnya para tertuduh selalu dibebani tuduhan subversi.
Apalagi para tertuduh telah ditahan 1 tahun lebih di
Nusakambangan berdasarkan Undang-Undang Anti Subversi.
Dengan perubahan tuduhan ini, apakah pihak kejaksaan telah
bersikap lunak pada para penyelundup? "Tidak" bantah Jaksa Agung
Muda Bidang Operasi, Sadili Sastrawijaya SH: "dari dulu saya
telah menggariskan perkara 902 tidak hanya bisa dituduh
subversi, tapi juga korupsi -- jadi tuduhan alternatif. "
Beberapa tertuduh dibebaskan majelis hakim dari tuduhan subversi
menjadi hanya korupsi dalam perkara serupa ini sebelumnya,
menurut Sadili hanya "sebagai kegagalan kita membuktikan
tuduhan".
Hal itu diperkuat juga oleh Kepala Bagian Operasi Kejaksaan
Negeri Jakarta Pusat, Soeharto SH. Menurutnya kalau
penyelundupan tekstil yang jelas-jelas dilarang diimpor, "masih
tetap diajukan sebagai subversi." Tapi mereka sudah ditahan
lebih setahun di Nusakambangan? "Kalau bukan subversi, mereka
dituduh melakukan tindak pidana ekonomi (PNPS no. 5/1959),"
jawab Sadili "dan undang-undang ini juga memberi wewenang untuk
menahan tertuduh setahun."
A Kwang
Di antara 10 berkas yang diterima pengadilan minggu lalu, hanya
4 buah yang memuat tuduhan subversi. Sisanya korupsi atau
pelanggaran ekonomi. Tapi di antara 4 perkara subversi tadi, 2
perkara akan diadili secara in absentia karena para tertuduhnya
masih buron. Di antaranya yang menyangkut Agian Hasoloan
Panggabean, Hadi Gurnadi dan Saut Panggabean -- ketiganya dari
EM KL Nusa Perdana. Mereka dituduh menyelundupkan barang-barang
elektronika dengan merugikan negara lebih dari Rp 1« milyar.
Perkara in absentia lainnya atas nama Eddy Yuminto alias Yong
Eng Ling. Ia ini dituduh berulang-ulang memasukkan barang-barang
terlarang dengan menggunakan fasilitas beberapa kedutaan besar
di Jakarta. Perkara ini menyangkut beberapa oknum perwakilan
asing di Jakarta dan Departemen Luar Negeri RI.
Dua perkara subversi lainnya tercatat atas nama Chia Hwi Kwang
alias A Kwang (45 tahun) dan Gobindram Chellaram Vaswani.
Sebagai penyelundup ekspor pertama yang diadili, A Kwang dituduh
berulangkali menyelundupkan pasir timah dari Bangka ke
Singapura. Sedangkan Gobindram (Direktur CV Mulia, PT Chanrai
dan Toko Raya) di Jakarta dituduh menyalahgunakan fasilitas PMDN
atas nama PT Sutera Alam. Suresh, anak Gobindram, turut ditahan
juga ketika menengok bapaknya dalam tahanan karena menurut pihak
kejaksaan turut terlibat.
Enam perkara non subversi lainnya, antaranya atas nama Yap Sam
Meng alias A Meng (47 tahun). Ia dituduh memimpin armada
penyelundupan antara Pulau Batam dan Singapura. Perkara Abdullah
Suncar (49 tahun) dengan tuduhan menggunakan fasilitas kedutaan
besar beberapa negara di Jakarta untuk memasukkan perlengkapan
golf dari stick sampai topinya.
Pengacara Yap Thiam Hien SH tak urung memprotes penahanan yang
lebih 1 tahun itu, terutama untuk kliennya Gobindram dan
anaknya. Malahan Kamis minggu lalu pengacara ini memasang iklan
di Kompas memperingatkan masyarakat agar tidak melakukan
transaksi dengan Kejaksaan Agung atas pelelangan barang-barang
bukti milik kliennya. Tapi yang pasti Januari ini ke-10 berkas
itu akan mulai disidangkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini