Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Atau Berbagai Instruksi

Pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia masih sering dilanggar. Dalam diskusi memperingati hari Hak-hak Asasi Manusia, Persahi menyorot masalah ini.

30 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIADA seorang juapun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang (Pasal 9 Pernyataan Hak-hak Asasi Manusia). Hak-hak asasi manusia kembali dibicarakan dalam diskusi Persahi pekan lalu di Jakarta. Cerita tertuduh yang digempur dalam pemeriksaan pendahuluan dan tak mendapat bantuan hukum, seperti tak pernah habis dikuras. Belum lagi kisah narapidana yang digebuk sesamanya di lembaga pemasyarakatan. Kesangsian dan ketakutan akan perangai para pelaksana hukum tentu juga disinggung. Bukan rahasia lagi orang yang melek hukum pun masih dihinggapi perasaan itu. "Perasaan ketakutan itu yang musti dinilai, apa sebab manusia Indonesia merasa takut?" sebut pengacara Mr. Yap Thiam Hien. Adakah hak-hak asasi manusia di Indonesia sudah dilanggar, "Orang tidak akan ribut soal hak asasi kalau tidak ada pelanggaran," kata Yap. Diskusi Persahi (Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia) memperingati hari Hak-hak Asasi Manusia minggu lalu jadi juga berlangsung setelah tertunda beberapa hari dari rencana semula karena menunggu izin. Hampir lima panelis di Gedung Panti Tri Sula Jakarta itu mengungkapkan segi miring hak asasi manusia di Indonesia. Sejak sektor kaum tani miskin sampai ke lembaga legislatif disorot. "Kaum tani kita yang berada dalam hukum rimba, masih belum mendapat pelayanan hukum yang baik," kata paelis H. Siregar SH. Iran Sementara itu panelis Haryono Tjitrosubeno SH, mengecap DPR yang masih terlalu asyik membicarakan soal-soal politik. Apa yang tersirat di dalam GBHN menurut Sekjen Peradin (Persatuan Advocat Indonesia) Pusat itu, baru berisi harapan-harapan saja. "UU Hak-hak Asasi Manusia tidak pernah lahir, yang ada hanya instruksi-instruksi Pangkopkamtib dan kepolisian," kata Harjono. Ia juga mengecam sikap pemerintah yang terlalu memperhitungkan pendekatan keamanan, sekalipun itu harus mengorbankan hak-hak asasi manusia. Sesungguhnya seperti dilihat bekas Menteri Dalam Negeri Mr. Soenario, UUD '45 secara jelas menyatakan hakhak warga negara Indonesia -- lebih jelas dari pernyataan hak-hak asasi manusia sedunia. Tapi kalau toh tidak dijalankan secara murni, Soenario kuatir, "saya takut kalau UUD '45 akan dijadikan sebagai pedoman saja." Memang seperti dilihat Ketua Peradin Pusat -- S. Tasrif SH dan bekas anggota DPR RO Tambunan SH, meskipun pembangunan ekonomi Indonesia maju pesat, tapi soal perlindungan hak-hak asasi masih jauh tertinggal. "Kok di dalam negara Indonesia ini sampai muncul UU anti subversi yang melar seperti karet," sebut Tasrif. Ketua Peradin Pusat ini menyarankan, agar pemerintah segera menterapkan hak-hak asasi manusia seperti yang tercantum dalam UUD '45. Tampaknya hanya panelis ir. Sarwono Kusumaatmaja yang masih optimis. Meskipun dalam beberapa hal banyak segi hak asasi di Indonesia tertinggal, "saya masih percaya para pemimpin Indonesia, masih setia pada konsensus cita-cita negara Indonesia," katanya. "Soal hak asasi manusia Indonesia tidak begitu tertinggal seperti negara berkembang lainnya, Iran misalnya. ' Penampilan Sarwono, memang berbeda dengan panelis atau pembicara lain yang lebih banyak memuntahkan uneg-unegnya. Tak kurang seperti Princen, Ketua Lembaga Pembela Hak-hak Asasi Manusia, maupun Tambunan, masih bersikap hati-hati menanggapi pernyataan bersama 6 pejabat tinggi bidang hukum (TEMPO 23 Desember 1978). Tapi dengan nada selaras keduanya toh, masih pesimis untuk melihat seorang tertuduh akan mendapat bantuan hukum (pembela) sejak pemeriksaan pendahuluan. Panel diskusi itu tampaknya belum memberikan pilihan yang terbaik -- terutama jika dilihat temanya: Inventarisasi Hak-hak Asasi Manusia Menyongsong Pelita III. Yang penting, mungkin seperti dikatakan Albert Hasibuan SH, moderator, adalah memberikan penerangan soal hukum sampai ke rakyat di desa. "Harus difikirkan juga, kalau kesehatan dibikinkan Puskesmas, apa tidak perlu soal hukum ini di-Puskesmas-kan? Supaya rakyat tahu hak-haknya," kata Albert.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus