Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi III DPR telah memilih Johanis Tanak menggantikan Lili Pintauli Siregar sebagai pimpinan KPK. Johanis Tanak dalam uji kelayakan mengusulkan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice dalam penanganan kasus korupsi.
Perkara pidana restorative justice
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Walau tergolong produk hukum yang baru di Indonesia, restorative justice atau keadilan restoratif telah diterapkan dalam beberapa perkara pidana. Tak sembarang perkara, keadilan restoratif hanya bisa diterapkan dalam perkara pidana ringan, perempuan yang berhadapan dengan hukum, perkara anak dan narkotika.
Secara sederhana, restorative justice penyelesaian perkara tindak pidana yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain. Itu terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil menekankan pemulihan kembali keadaan semula, bukan pembalasan oleh korban.
Perkara pidana yang menggunakan penyelesaian hukum keadilan restoratif. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020. Itu tentang pedoman penerapan restorative justice di lingkungan peradilan umum.
1. Tindak pidana ringan
Berdasarkan Pedoman Restorative Justice yang diterbitkan Mahkamah Agung, penggunaan keadilan restoratif dalam tindak pidana ringan hanya digunakan beberapa pasal tertentu. Pasal 364, 373, 379, 407, dan 482 KUHP yang masing-masing mengatur pidana penjara dan denda yang disangkakan tiga bulan penjara.
Penyelesaian restorative justice dilakukan dengan ketentuan. Itu telah dimulai dilaksanakan perdamaian antara pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan tokoh masyarakat terkait yang berperkara dengan atau tanpa kerugian.
2. Perkara anak
Menurut Pedoman Penerapan Restorative Justice oleh Mahkamah Agung, perkara anak yang belum berumur 18 tahun diduga melakukan tindak pidana. Pedoman ini juga mengatur, anak yang menjadi korban adalah yang mengalami penderitaan fisik, mental, atau kerugian ekonomi tersebab tindak pidana.
Hakim diharapkan untuk proaktif mengusahakan keadilan restoratif yang mendorong kepada anak atau orang tua atau penasehat hukum dan korban serta pihak lainnya untuk mengupayakan perdamaian antara pihak pelaku dan korban.
3. Perempuan berhadapan dengan hukum
Perempuan yang berkonflik dengan hukum sebagai korban, saksi, maupun sebagai pihak berperkara. Tak hanya peraturan dalam negeri, jenis pidana ini juga diatur dalam Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW) dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Hakim bisa mempertimbangkan kesetaraan dan nondiskriminasi dengan mengidentifikasi fakta persidangan, antara lain:
- Ketaksetaraan status sosial antara para pihak yang berperkara;
- Ketaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak akses keadilan
- Diskriminasi
- Dampak psikis yang dialami korban
- Ketakberdayaan fisik dan psikis korban
Hakim bisa mencegah atau menegur para pihak, penasihat hukum, penuntut umum, atau kuasa hukum yang bersikap atau membuat pernyataan yang merendahkan. Adapun menyalahkan, mengintimidasi atau menggunakan pengalaman latar belakang perempuan saat berhadapan dengan hukum.
4. Perkara narkotika
Berdasarkan Pedoman Penerapan Restoractive Justice dari Mahkamah Agung, penyelesaian dengan keadilan restoratif hanya bisa diterapkan terhadap pecandu. Korban penyalahguna, ketergantungan narkotika dengan pemakaian satu hari. Keadilan restoratif perkara ini dilakukan saat tertangkap tangan penyidik Polri dan BNN dengan ditemukan barang bukti pemakaian.
Baca: Gantikan Lili Pintauli Jadi Pimpinan KPK, Johanis Tanak Usulkan Pendekatan Keadilan Restoratif
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.