Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Pengedar asal Surabaya mengemas tembakau sintetis atau tembakau gorila dengan tiga variasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Herry Heryawan mengatakan paling mahal adalah 100 gram tembakau gorila yang dibungkus dengan plastik hitam. Harganya Rp 2 juta per bungkus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kemudian ada yang berwarna coklat itu harga Rp 600 ribu isi 50 gram. Kemudian ada 25 gram harganya Rp 400 ribu (plastik warna biru)," kata Herry saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu, 8 Februari 2020.
Polisi menangkap 13 tersangka yang diduga masuk dalam jaringan peredaran tembakau gorila asal Surabaya. Mereka ditangkap di Jakarta, Bekasi, dan Surabaya sejak 27 Januari 2020. Menurut Herry, tersangka terdiri dari peracik dan pemasak tembakau.
Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya merilis peredaran tembakau gorila jaringan Surabaya. Konferensi pers berlangsung di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu, 8 Februari 2020. TEMPO/Lani Diana
Tembakau gorila, Herry menambahkan, dimasak di Kabupaten Nganjuk dan Kota Malang, Jawa Timur.
Hasil olahan kemudian dikemas di Surabaya untuk kemudian didistribusikan. Lokasi pengemasan di lantai 10 Apartemen High Point, Surabaya, Jawa Timur.
"Seluruh peredaran tembakau gorila atau ganja sintetis ini dipasarkan atau diperjualbelikan lewat media sosial," ucap Herry.
Dia berujar peredaran tembakau gorila dikendalikan oleh seorang narapidana berinisial DSP. DSP yang mengatur resep, takaran, hingga pengemasan tembakau gorila. Para peracik dan pemasak tembakau ini direkrut sejak September 2019.
DSP sendiri, Herry menyebut, dipenjara karena kasus yang sama, tembakau gorila pada 2018. Dia mendekam di Lapas Sleman, Yogyakarta. Hingga kini polisi masih memburu satu buron.