Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Advokat Anti-Penyiksaan meminta keterbukaan akses laporan hasil ekshumasi dan autopsi ulang Afif Maulana. Hingga kini, salinan resmi hasil autopsi belum diberikan kepada orang tua Afif dan tim kuasa hukum. Laporan hanya disampaikan secara verbal oleh dr. Ade Firmansyah yang mewakili tim forensik Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI) dalam konferensi pers pada Rabu, 25 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koalisi yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ini menyebutkan, keterangan lisan dr. Ade Firmansyah ihwal hasil ekshumasi jenazah Afif tak dapat menggantikan laporan tertulis hasil autopsi ulang beserta hasil pemeriksaan laboratorium atas spesimen tubuh Afif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami menyatakan bahwa siaran pers dan keterangan lisan dr. Ade Firmansyah tidak memenuhi syarat kecukupan dan keakuratan sebagai ‘laporan hasil ekshumasi atas jenazah AM’,” demikian tertulis pernyataan resmi Tim Advokat Anti-Penyiksaan, dikutip Sabtu, 28 September 2024. Selain itu, tim ini juga menyoroti dr. Ade yang tidak menjelaskan secara rinci perihal hasil analisis 16 sampel jaringan lunak dan tiga sampel tulang yang diambil dari jenazah Afif.
Sebelumnya, dalam konferensi pers tim forensik PDFMI pasca autopsi di RSUP M Djamil pada 8 September 2024 lalu, dr. Ade Firmansyah menyampaikan telah mengambil sampel dengan total 19 buah dari tubuh Afif. “Namun, 19 sampel tersebut tidak dijelaskan secara detail mengenai hasil analisisnya yang berkaitan dengan penyebab kematian Afif,” kata Tim Advokat Anti-Penyiksaan. “Selain itu, ketika terdapat pertanyaan mengenai penyebab perlukaan yang didapat pada bagian tubuh depan dr. Ade Firmansyah tidak secara rigid menjelaskan.”
Mereka mengatakan, dr. Ade sama sekali tidak menyebut ada atau tidaknya bukti bahwa telah terjadi penyiksaan terhadap Afif Maulana. Menurut mereka, dalam keterangan beberapa saksi yang melihat keadaan tubuh korban pasca autopsi pertama, dan pada waktu autopsi ulang selesai, diketahui adanya beberapa tanda memar trauma. Tanda memar tersebut serupa dengan yang terdapat pada tubuh para saksi lain yang disiksa. “Di samping itu dr. Ade juga sama-sekali tidak mengemukakan hasil pemeriksaan lab menyangkut perlukaan di sekitar rahang AM termasuk lepasnya beberapa gigi,” kata mereka.
Melalui pernyataan resminya, Tim Advokat Anti-Penyiksaan meminta pihak kepolisian dan tim forensik PDFMI untuk membeberkan secara lengkap, bukan sebagian, hasil pemeriksaan lab Afif Maulana. “Kami mendesak pihak Polda Sumbar dan PDFMI sebagai penanggung jawab proses ekshumasi secara keseluruhan untuk segera melaksanakan pelaporan ulang kepada publik,” tutur mereka.
Tim menilai keterbukaan informasi ini akan memberikan kesempatan bagi keluarga korban dan kuasa hukum untuk membandingkan laporan tersebut dengan keterangan dari para saksi dan dengan laporan hasil autopsi pertama yang tertanggal 10 Juni 2024. Sebelumnya, PDFMI telah mengumumkan hasil ekshumasi jasad Afif Maulana pada Rabu, 25 September 2024 di Polresta Padang. Tim menyampaikan ada luka intravital di tubuh Afif Maulana.
Pada saat itu, dr. Ade juga menyebutkan bahwa luka yang berakibat kematian Afif Maulana itu disebabkan karena jatuh dari ketinggian. "Dari hasil penelusuran kami, penyebab kematian almarhum adalah cedera berat di beberapa area, terutama di bagian pinggang, punggung, dan kepala, yang menyebabkan patah tulang di bagian belakang kepala dan luka serius pada otak," kata dr. Ade. "Ini adalah hasil dari cedera tumpul yang terjadi akibat jatuh dari ketinggian."