Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) masih mempertanyakan penyebab pasti jatuhnya Afif Maulana, bocah berusia 13 tahun asal Padang yang tewas diduga akibat penyiksaan oleh polisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, menyatakan, pihaknya bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Untuk Orang Hilang untuk Korban Tindak Kekerasan (Kontras), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), belum mendapatkan kejelasan apakah Afif jatuh dengan sendirinya atau didorong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami mendapatkan penjelasan, namun yang menjadi pertanyaan apakah AM ini jatuh sendiri atau dijatuhkan,” kata Diyah Puspitarini kepada Tempo saat dihubungi Ahad, 6 Oktober 2024. Dalam pertemuan yang berlangsung pada Kamis, 3 Oktober 2024 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu, dokter Ade Firmansyah selaku ketua tim ekhumasi Afif dari Persatuan Dokter Forensik Medikolegal Indonesia (PDFMI), memaparkan hasil ekshumasi terhadap jenazah AM.
Meski autopsi menunjukkan tanda-tanda kekerasan di beberapa bagian tubuh, seperti tulang tengkorak yang patah dan tulang kemaluan yang retak, tim forensik belum bisa memastikan apakah korban mengalami kekerasan sebelum jatuh. “Sampai titik ini kami semua masih mempertanyakan, termasuk dokter Ade," ujar Diyah.
“Tulang tengkorak patah dan lepas, serta adanya patahan di tulang kemaluan, mengindikasikan adanya kekerasan, tapi apakah dia melompat atau didorong, tim forensik tidak bisa membuktikan itu,” kata dokter Ade dalam pemaparannya.
Dalam proses ekshumasi, ditemukan bahwa jenazah AM telah mengalami pembusukan dan beberapa bagian tubuh tidak lengkap, seperti jaringan kulit yang tidak bisa dianalisis. Maka dari itu, lanjut Diyah, KPAI meminta agar hasil autopsi pertama digunakan sebagai acuan. Sebab, proses ekhsumasi dan autopsi ulang dilakukan dua bulan setelah jenazah dikebumikan. Hal ini menyebabkan adanya keterbatasan dalam ekshumasi, “Kami tetap meminta hasil autopsi pertama karena diekshumasi banyak yang tidak lengkap."
Dokter Ade juga menjelaskan bahwa luka-luka yang ditemukan di tubuh AM lebih sesuai dengan luka yang terjadi akibat jatuh dari ketinggian. Analisis menunjukkan bahwa AM kemungkinan jatuh dari ketinggian 14 meter, dengan energi tumbukan yang jauh melampaui batas toleransi tubuh manusia.
Hingga kini, KPAI bersama lembaga terkait masih terus mendalami kasus ini. Mereka berharap agar penyelidikan lebih lanjut dapat memberikan kejelasan atas kematian Afif Maulana yang masih menyisakan banyak pertanyaan.