Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

TKI Tuti Tursilawati Terima Hukuman Mati Terberat Hadd Ghillah

TKI Tuti Tursilawati menerima jenis hukuman mati yang paling berat di Arab Saudi yaitu hadd ghillah, tak bisa dimaafkan oleh siapapun.

30 Oktober 2018 | 18.48 WIB

Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Lalu Muhammad Iqbal (kanan), mrlakukan jumpa pers bersama tim pengacara Nurkoyah, TKI asal Karawang yang bebas dari hukuman mati, Jumat, 6 Juli 2018. Tempo/Suci Sekar
Perbesar
Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Lalu Muhammad Iqbal (kanan), mrlakukan jumpa pers bersama tim pengacara Nurkoyah, TKI asal Karawang yang bebas dari hukuman mati, Jumat, 6 Juli 2018. Tempo/Suci Sekar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhamad Iqbal, mengatakan bahwa Tenaga Kerja Indonesia atau TKI Tuti Tursilawati menerima jenis hukuman mati yang paling berat di Arab Saudi. "Tuti hadd ghillah, yang tertinggi, tidak bisa dimaafkan oleh siapapun," kata Iqbal di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa, 30 Oktober 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iqbal menjelaskan, ada tiga tingkatan hukuman mati di Arab Saudi. Hukuman paling rendah adalah ta'zir. Hukuman tersebut diberikan jika pelaku hanya melanggar pidana di negara tersebut. "Itu bisa dimaafkan oleh raja," katanya.

Adapun hukuman mati kedua adalah qisas yang sesuai Al-Quran dan hadist. Penyelesaian hukuman tersebut dilakukan jika ahli waris korban memaafkan pelaku dan biasanya diselesaikan dengan diyat (denda atau tebusan). "Tapi ada juga kasus di mana kami berhasil membebaskan lima orang tanpa diyat satu rupiah pun. Tergantung kemampuan melakukan pendekatan nonlitigasi," ujar Iqbal.

Hukuman mati yang paling berat adalah hadd ghillah, seperti yang dialami Tuti Tursilawati. Hukuman tersebut diberikan jika pelaku melakukan pembunuhan berencana. Menurut Iqbal, baik raja maupun ahli tidak ada yang bisa memaafkan pelaku. "Yang bisa mengampuni dia hanya Allah," kata dia.

Iqbal membenarkan bahwa Tuti mengalami pelecehan seksual oleh ayah majikannya, Suud Mulhaq Al-Utaibi, selama bekerja. Namun, saat melakukan pembunuhan, Tuti sedang tidak dilecehkan. Sehingga, pembunuhan tidak bisa dianggap sedang melakukan pembelaan diri.

"Jadi berbeda sekali kalau sedang dilakukan harassment lalu dia membela diri akibatnya terbunuh. Itu bisa kita ajukan defence. Kalau kasus Tuti, mungkin karena dendam," kata Iqbal.

Apalagi, kata Iqbal, orang yang dibunuh Tuti Tursilawati adalah seorang lansia yang menjadi pelindung di keluarganya. Pembunuhan itu dilakukan setelah salat subuh.
Tuti, kata Iqbal, membunuh ayah majikannya dari belakang dengan sebongkah kayu yang disiapkan. "Akhirnya masuk kategori pembunuhan berencana. Isu membela diri terus kita angkat, tapi sulit membuktikannya. Jadi itu kenapa masuk hadd ghillah," tuturnya.

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus