Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tujuh Tahun Terkatung-katung

5 Mei 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JIKA masyarakat perfilman mengharap agar Undang-Undang Perfilman baru segera lahir, apa boleh buat, harapan itu untuk sementara harus dipendam dalam-dalam. Soalnya, kendati rancangan undang-undang itu sudah diutak-atik sejak tujuh tahun silam, nasibnya belum jelas. ”Kami belum menerimanya sama sekali,” kata anggota Komisi Kebudayaan dan Pariwisata, Joko Santoso.

Draf Rancangan Undang-Undang Perfilman yang rencananya akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8/1992 tentang Perfilman ini dibuat oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Terdiri dari 12 bab dan sekitar 60 pasal, inilah undang-undang yang diharapkan bisa mengakomodasi tuntutan insan perfilman Indonesia, termasuk perihal penghapusan sensor-menyensor, yang selama ini guntingnya galak dimainkan Lembaga Sensor Film.

Lewat undang-undang baru ini, terhadap film yang ditayangkan di bioskop, kelak dilakukan klasifikasi: untuk semua umur, 13 tahun ke atas, 17 tahun ke atas, dan 21 tahun ke atas. Hanya, walau sudah ada klasifikasi, bukan berarti urusan sensor lenyap sama sekali. Khusus untuk film yang ditayangkan di televisi atau dijual, rancangan undang-undang ini menyatakan tetap akan dilakukan penyensoran.

Nah, untuk dua urusan ini, akan dibentuk Lembaga Sensor dan Klasifikasi Film (LSKF). Tak hanya di Jakarta, lembaga ini juga bisa berdiri di ibu kota provinsi. Tugasnya menyensor dan mengklasifikasi film yang diproduksi di daerah masing-masing.

Lalu di mana undang-undang ini tersangkut? Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Turman Siagian, menyatakan rancangan undang-undang itu masih di departemennya. ”Belum sempurna, jadi belum diserahkan ke DPR,” kata Turman. Menurut Turman, belum kelarnya rancangan itu karena banyak kalangan yang ingin rancangan itu direvisi tapi tidak banyak yang mau memberikan masukan, bagian mana dan bagaimana revisi itu dilakukan. ”Undang-undang perfilman ini sangat alot penyelesaiannya,” ujar Turman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus