PENGACARA terkenal Yap Thiam Hien diadili lagi. Kali ini ia dihadapkan ke meja hijau dengan tuduhan mencemarkan nama baik Mendiang Uttam Jhamatmal Vaswani alias Eddie. Bersama kliennya, Nyonya Mohtni C. Vaswani, Yap dituduh menghina Eddie melalui iklan di sebuah harian. Menurut Yap, 72, ia memasang iklan itu berdasarkan pengaduan kliennya, Mohtni, yang merasa dirugikan Eddie, keponakannya sendiri. Eddie, kata Yap, telah kabur ketika disuruh bibinya menyetorkan uang Rp 55 juta ke Badan Urusan Piutang Negara. Berdasarkan pengaduan itu, 25 Februari 1979, Yap memang memasang iklan yang berisi panggilan kepada Eddie untuk menghadapnya dalam waktu tujuh hari. Eddie, tutur Yap, tidak memenuhi panggilan itu malah menelepon bibinya dan mengancam akan membunuh seluruh keluarga. Yap membalas ancaman itu dengan iklan yang lebih keras pada bulan berjkutnya. Di situ Yap terang-terangan menyebutkan, Eddie melarikan uang dan mengancam. Karena itu, Yap meminta masyarakat yang mengetahui tempat Eddie berada agar melapor ke pos polisi terdekat. Akibat tuduhan itu, Eddie ditangkap dan diadili. Tapi majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membebaskan Eddie dan menyatakan Mendiang tidak terbukti melakukan penggelapan. Sementara itu, Eddie menuduh dan melaporkan Yap mencemarkan nama baiknya. Pengaduan Eddie itulah yang pekan-pekan ini diperiksa majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Imam Soekarno. Persoalannya, kini, Eddie sebagai saksi pelapor telah meninggal dunia, sementara Mohtni sebagai tertuduh pertama dalam perkara itu tidak pula berada di Indonesia. Yap bersama pembelanya, Harjono Tjitrosoebono, menganggap bahwa persidangan perkara itu tidak bisa diteruskan. "Dalam perkara semacam ini seharusnya saksi pelapor menjelaskan di sidang tentang kebenaran ia merasa terhina. Jika saksinya sudah meninggal, bagaimana dia menjelaskan?" kata Yap. Tapi Majelis Hakim dan Jaksa T. Simanjuntak menolak dalih itu. Sebab, seperti dikatakan Simanjuntak, keterangan saksi di berita acara pemeriksaan bisa dianggap sama dengan kesaksian di sidang. "Meninggalnya pelapor tidak menghapuskan perkara. Kasus ini menyangkut nama baik Marhum dan keluarganya," tambah Imam Soekarno. Karena itu, Majelis meneruskan persidangan. Hanya saja, seperti diduga semula, persidangan itu tegang oleh pertengkaran Yap dan Harjono di satu pihak melawan Jaksa dan Majelis Hakim di pihak lain. Ketika Jaksa Simanjuntak membacakan kesaksian Eddie, misalnya, Yap tidak bersedia menanggapi apakah isi berita acara itu benar atau tidak. "Saya tidak tahu, sebab kesaksian itu tidak diucapkan di bawah sumpah dan di persidangan," kata Yap, menjawab pertanyaan Imam Soekarno. Imam Soekarno pun tidak kalah sengitnya. Ketika Harjono terlambat datang ke sidang, Selasa pekan lalu, Hakim segera mengusirnya. Yap, yang mencoba memprotes tindakan hakim itu, dibentak Imam "Saya berhak mengatur tata tertib sidang!" Akankah Yap dihukum dalam perkara ini? Agaknya demikian. "Dengan ditolaknya eksepsi dalam perkara itu, setidaknya terbukti bahwa pengacara tidak selalu bisa menghindar dari tuduhan pidana," ujar Imam kepada TEMPO, pekan lalu. Namun, Yap tidak gentar atas ancaman itu. Pengacara tamatan Leiden, Belanda, itu mengaku sering diadukan dan diadili karena membela kliennya. Tapi selalu pula ia dibebaskan. "Sebab, apa pun tindakan saya itu selalu dalam rangka membela kepentingan klien dan kepentingan umum," kata ayah dua anak itu. Setidaknya telah dua kali Yap diadili karena menghina orang lain dalam rangka membela kliennya. Pada 1971, Yap dituduh mencemarkan nama baik Lim Hok Hay, melaluiiklan di koran-koran Ibu Kota. Dalam iklan itu, Yap meminta orang-orang yang pernah dilaporkan Lim ke polisi atau jaksa agar menghubunginya untuk merundingkan tindakan hukum yang akan diambil terhadap Lim, Akibatnya, Lim mengadu. Tapi pengadilan membebaskan Yap. Sebelumnya, pada 1968, Yap bahkan pernah dijatuhi hukumam I tahun penjara karena terbukti menghina kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta Raya, B.R.M. Simanjuntak, dan Deputi Khusus Pangak, Irjen Pol. Drs. Mardjaman. Dalam suatu pembelaannya, Yap menuduh kedua pejabat tinggi hukum itu memeras kliennya. Namun, majelis hakim agung, yang diketuai Prof. Soebekti, menilai bahwa tindakan Yap itu masih dalam batas-batas fungsinya sebagai pengacara yang membela kepentingan kliennya. Karena itu, Yap dibebaskan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini