HARI mulai gelap ketika Trimo Kandam berpatroli dengan sepeda motornya di hutan jati rayon pemangku hutan Gemuh Singkalan, Selasa dua pekan lalu. Mantri hutan di Kendal, Jawa Tengah, ini berpapasan dengan mobil yang dikendarai dua lelaki. Ia melihat onggokan kayu di bak belakang mobil itu, yang harganya ditaksir Rp 500.000. Trimo mengejarnya. Dari mobil itu turun pria bertubuh kekar berkumis tebal. Trimo memeriksa kayu itu, yang terdiri dari enam kayu jati gelondongan, tak memiliki cap register Perum Perhutani. Si pembawa juga tidak memiliki surat asal kayu itu. "Anda dapat dari mana kayu ini?" tanya Trimo, yang kemudian dikutip Heddy Lugito dari TEMPO. Si kumis membujuk, namun ditampik Trimo. Kedua lelaki itu juga menolak menunjukkan identitasnya. Mereka dibawa ke rumah Mantri Hutan Karmidi, tak jauh dari situ. Di tengah jalan, teman si kumis, Purwono, lari ke hutan. Lelaki itu menampik menunjukkan identitasnya. Karmidi mengajak komandan rayon militer setempat, Calon Perwira TNI Antonius Amiran, untuk memeriksanya. "Saya polisi dari Semarang," ucapnya, sambil menurunkan kayu itu dari mobilnya. Karena lelaki tersebut menolak menunjukkan identitasnya, Amiran mengajak ke kantornya. Tapi ketika Amiran menyandarkan sepeda motornya di halaman Koramil, lelaki tadi tancap gas. Lari. Amiran meloncat ke bak mobil. Si pengemudi menambah kecepatan dan menjalankan mobilnya dengan zigzag. Meski Amiran membawa pistol, ia tak menggunakannya. Ia memecahkan kaca kabin. "Kalau tak berhenti, saya tembak," teriaknya. Setelah satu kilometer dari Kantor Koramil, sebuah tikungan tajam menghadang di depan. Pengemudi tak mengurangi kecepatan. Arah mobil tak terkendalikannya. Brak, mobil menabrak pohon. Amiran terpelanting ke jalan. Wajah, kepala, dan dadanya penuh luka. Si sopir terjepit di mobil. Kedua kakinya patah. Lima hari di rumah sakit, Amiran meninggal. Lelaki itu adalah Sersan Satu Nuryono, 24 tahun. Ia bertugas di Polsektabes Semarang Barat. Terbujur di Rumah Sakit Tentara Semarang, ternyata Nuryono merangkap sebagai pengusaha mebel di Genuk Karanglo, Semarang, sama seperti Purwono yang kini belum diciduk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini