Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Langkah Panjang Pemulihan Ekosistem Ladang Gambut

Badan Restorasi Gambut terus berusaha menyelamatkan lahan gambut yang sudah terdegradasi, walau ternyata kondisi ekosistemnya belum pulih sepenuhnya.

13 September 2019 | 19.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala BRG Nazir Foead saat menggelar konferensi pers di Jakarta pada Jumat, 13 September 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO DUNIA — Kebakaran di sejumlah wilayah hutan Indonesia beberapa waktu terakhir menunjukkan kondisi ekosistem lahan gambut yang ternyata belum sepenuhnya pulih. Menyikapi hal ini, Badan Restorasi Gambut (BRG) melakukan berbagai upaya untuk menghadapi kemarau panjang di 2019 dan mempercepat pemulihan serta pengembalian fungsi hidrologis ladang gambut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal ini disampaikan Kepala BRG, Nazir Foead, dalam acara diskusi bersama media dengan tema “Kebakaran Gambut, apa yang dilakukan BRG?” pada Jumat, 13 September 2019 di Anomali Coffee, Menteng, Jakarta Pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menyelamatkan lahan gambut yang sudah terdegradasi. Pembangunan sekat kanal dan sumur bor serta menimbun kanal untuk memastikan kelembaban bekas lahan gambut yang terbakar sudah dijalankan. Upaya-upaya ini ditujukan untuk membasahi ladang gambut kering yang mudah terbakar. Terkait dengan Infrastruktur Pembasahan Gambut (IPG), pihak BRG pun telah membangun sistem pengawasan internal untuk menghindari segala bentuk penyelewengan. “Namun, upaya ini akan sia-sia jika tetap terjadi pembukaan dan pembakaran gambut,” ujar Nazir.

Demi memaksimalkan pemantauan terhadap kondisi ekosistem gambut yang menjadi wilayah kerjanya, BRG juga memiliki Pranata Informasi Restorasi Ekosistem Gambut (PRIMS). Sistem ini mengandalkan citra satelit untuk memantau segala aktivitas di wilayah ladang gambut yang menjadi tanggung jawab BRG. “Setiap dua minggu sekali, citra satelitnya di-update. Jadi kalau ada pembukaan baru atau kanal baru di ladang gambut akan ketahuan dan dapat segera kita tindak lanjuti ke kementerian atau lembaga pemerintahan terkait untuk dilakukan penindakan,” kata Nazir, menjelaskan.

Hingga akhir 2018, BRG telah memfasilitasi dan mengkoordinasikan pembasahan gambut di areal nonkonsesi hingga 76 persen, dari total 892.248 hektare yang menjadi tanggung jawab. Selain itu, target areal konsesi mencapai 1.784.353 hektare dengan pembagian 1.217.053 hektare areal kehutanan dan 555.659 hektare untuk areal perkebunan. Hingga Agustus 2019, ada 26 perusahaan yang menjadi target pendampingan BRG untuk dapat melakukan restorasi hidrologi dengan baik.

Selama ini, BRG memang lebih menekankan pada pemberian respons cepat terkait penyelamatan ekosistem gambut yang sudah rusak. Namun, BRG berharap ke depannya pemulihan gambut akan berorientasi pada pendekatan yang komprehensif dan sistematik dengan basis lanskap Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). “Perbaikan proses pemulihan gambut harus terintegrasi dengan baik dan tidak bisa hanya parsial sepetak-sepetak di dalam KHG. Perencanaan KHG pun harus kuat, begitu juga pemetaan pun harus akurat,” ujar Nazir. (*)

Bahasa Prodik

Bahasa Prodik

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus