Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Memperkuat Fondasi Negeri Seribu Gua

Penjabat Bupati Buton Tengah, Konstantinus Bukide menyediakan landasan tata kelola pemerintahan 

27 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gua Laumehe di Wantopi, Kabupaten Buton Tengah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabupaten Buton Tengah di Sulawesi Tenggara memiliki bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batu gamping atau karst. Kondisi itu membuat Buton Tengah memiliki banyak gua bawah laut yang disukai oleh penyelam atau cave diver mancanegara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penjabat Bupati Buton Tengah, Kostantinus Bukide mengatakan, wilayah yang dipimpinnya sejak Mei 2024 ini memiliki gua kering dan gua berair yang memikat. “Karena itu Buton Tengah dikenal dengan Negeri Seribu Gua atau Paradise on Cave,” kata Konstantinus yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Daerah Buton Tengah, ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Potensi gua tersebut sedang dikembangkan dan menjadi magnet untuk menarik investor. “Kami punya pantai, tetapi kalau kami jual pantai untuk promosi destinasi wisata, banyak wilayah di Indonesia yang juga punya pantai. Tetapi, tidak semua daerah punya gua,” ujar Konstantinus.

Pemerintah menyisir setiap investor yang akan masuk, terutama menganalisis penerapan prinsip keberlanjutan. “Kami menyadari pelestarian lingkungan menjadi isu strategis agar jangan sampai anak cucu kita akan menerima dampak negatifnya,” katanya seraya menyampaikan saat ini sudah ada investor yang akan membangun glamping dan banyak peminat.

Selain menawarkan cave diving, ada pula potensi pariwisata budaya melalui ritual atau kegiatan yang memuat tradisi di Kabupaten Buton Tengah. Pemerintah menyusun agenda tersebut dan membuat landasan hukum berupa peraturan daerah, sehingga kegiatan itu bisa dinikmati sepanjang tahun dan wisatawan dapat berkunjung sesuai jadwal.

Selain potensi pariwisata yang bisa digarap, memiliki wilayah karst nyatanya membuat kebutuhan masyarakat hampir semua didatangkan dari luar daerah. “Potensi kami sebenarnya lebih ke perkebunan mete dan kelapa sawit, tetapi kebutuhan masyarakat seperti beras, sayur mayur, dan lainnya itu didatangkan dari luar daerah,” ujarnya.

Tari Kolegoa, tarian tradisi gadis Buton dengan mengenakan pakaian dari bahan tenun asli Buton Tengah.

Kostantinus berharap dapat menjadikan daerah itu menjadi lahan produktif supaya masyarakat tidak lagi mendatangkan kebutuhan sehari-hari dari luar. Terlebih setelah dievaluasi, anggaran dana desa yang 20 persen untuk ketahanan pangan, setelah dihitung untuk 67 desa masih tersedia sekitar Rp 7 miliar. “Saya melihat, selama ini setiap desa berjalan sendiri-sendiri. Padahal bisa lebih efektif dalam pengelolaan,” ucap dia.

Oleh karena itu, Konstantinus belum lama ini mengeluarkan surat edaran tentang pemanfaatan program Plakat, yakni pemanfaatan lahan pekarangan terpadu. Program ini melibatkan kolaborasi tiga instansi, yakni Dinas Pertanian, Dinas Pangan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat, serta satu tim penggerak PKK. “Tujuannya, dalam masa jabatan saya di Buton Tengah yang semula daerah konsumtif akan menjadi daerah produsen. Itu harapan saya ke depan,” katanya.

Memiliki daerah bebatuan dan tanah, menurut Konstantinus, masyarakat tetap dapat bercocok tanam dengan menggunakan media polybag. Dia mencontohkan, tanaman kangkung memiliki masa panen yang singkat -tidak sampai sebulan, dan bisa menjadi alternatif tanaman di pekarangan rumah. “Semula, kangkung kita datangkan dari luar, nanti kita bisa menjual,” ujarnya. “Jadi, dari daerah konsumtif, kita menjadi daerah produsen kangkung misalnya.”

Kendati Buton Tengah memiliki stigma sebagai daerah bebatuan, Konstantinus meyakini program Plakat mampu mengubah paradigma itu. Dia juga berharap dana ketahanan pangan yang ada di dana desa dapat lebih terkendali, efektif dalam perencanaan dan implementasinya.

Sementara itu, dikenalnya Kabupaten Buton Tengah sebagai penghasil jambu mete membuat dinas pertanian melakukan percobaan untuk peremajaan pada pohon jambu mete. “Kalau dari segi lahan, mungkin kita tidak terlalu luas lagi. Apalagi mungkin kondisi jambu mete kita sudah mulai tua, perlu peremajaan,” kata Konstantinus yang juga lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIPAN) Jakarta, itu.

Penjabat Bupati Buton Tengah Konstantinus Bukide.

Pemerintah daerah, kata dia, mendorong para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk menjadikan mete sebagai komoditas andalan Buton Tengah. “Sebenarnya jambu mete memang kekuatan kita karena masyarakat memiliki keterampilan untuk mengolahnya,” ujarnya.

Selain itu, Buton Tengah memiliki potensi di sektor perikanan. Rata-rata dalam satu minggu bisa menghasilkan sampai 14 ton ikan. “Potensi ikan teri sangat luar biasa. Hampir sepanjang tahun ikan tidak pernah putus,” kata dia. Awalnya, Konstantinus melanjutkan, ikan teri banyak ditemui di daerah Waburense. Kini, sudah masuk di kawasan Mawasangka Tengah, Teluk Liana Banggai.

Kondisi itu membuat Pemerintah Kabupaten Buton Tengah perlu melindungi dan memiliki lisensi atas kekayaan alam berupa ikan teri di kawasan tertentu. Karenanya, pemerintah mengajukan Indikasi Geografis (IG) ikan teri untuk mendapatkan pengakuan dari negara melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. “Alhamdulillah, beberapa pekan lalu saya sudah menerima sertifikat Indikasi Geografis dari Direktorat Hak Cipta Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya.

Selama ini, teri nasi dikenal dengan nama Teri Medan. Sementara yang ada di Buton Tengah adalah Teri Waburense. “Oleh karena itu, kami perlu melindungi dengan lisensi dan mengajukan Indikasi Geografis, sehingga siapa pun nanti yang memimpin serta masyarakat Buton Tengah akan mendapatkan royalti,” katanya.

Ketika sudah mendapatkan lisensi sebagai daerah penghasil ikan teri, ke depannya harus ada pemberdayaan masyarakat, nelayan, melalui dinas teknis. Upaya pemberdayaan itu bisa melalui dinas perikanan, dinas koperasi dan UKM, penguatan badan usaha milik desa (BUMDes), dan sebagainya. 

Selain potensi alam, Buton Tengah juga memiliki kekayaan berupa tenun dan kriya. Setidaknya terdapat kurang lebih 18 hak kekayaan intelektual (HaKI) untuk kekayaan intelektual komunal. “Kami sudah mendapatkan sertifikat dari Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya. 

Menurut Konstantinus, pemerintah daerah terus mendorong agar Indikasi Geografis tenun bisa didapatkan. “InsyaAllah di APBD Perubahan sudah dianggarkan untuk mendapatkan Indikasi Geografis tenun. Sehingga tidak hanya sekadar para penenun menciptakan corak-corak yang khas, tetapi dengan IG sudah terlindungi secara hukum,” katanya.

Konstantinus melanjutkan, hampir semua kecamatan di Buton Tengah punya penenun dan yang tersohor ada di Mawasangka Tengah. “Kami menjadikan Mawasangka Tengah sebagai sentra tenun,” ujarnya. Sudah banyak motif dan corak yang khas untuk didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan pengakuan kekayaan intelektual.

Pada 2025, kata Konstantinus, pemerintah daerah mengacu pada dokumen-dokumen perencanaan untuk meletakkan dasar atau fondasi bagi bupati dan wakil bupati terpilih nanti. “Insya Allah bupati dan wakil bupati terpilih begitu dilantik, mereka sudah bisa running,” ucapnya. Selaku penjabat kepala daerah, Konstantinus menjelaskan, tugas utamanya adalah menjalankan tata kelola pemerintahan, tetap memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, dan mengawal proses transisi kepemimpinan melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada). 

Selain menyiapkan fondasi, Konstantinus mengaku harus realistis dengan masa jabatan penjabat bupati yang hanya sekitar delapan bulan. “Saya kembalikan sesuai dengan perintah dari Kementerian Dalam Negeri, bahwa tugas utama penjabat bupati adalah memfasilitasi pelaksanaan pilkada serentak dan menjaga netralitas aparatur sipil negara,” ujarnya.

Pada Juli 2024, Konstantinus menerbitkan surat edaran tentang netralitas aparatur sipil negara (ASN), termasuk para kepala desa dan perangkatnya. Untuk memperkuat upaya tersebut, pemerintah membentuk Satuan Tugas Netralitas untuk mengawal penerapan surat edaran tadi. 

Satgas Netralitas ini, kata dia, menjadi kepanjangan tangan bupati untuk memastikan bahwa tidak ada satupun ASN yang terlibat politik praktis. “Saya berjanji, satu kali 24 jam, rekomendasi satgas ke bupati untuk menjatuhkan sanksi, akan saya lakukan,” katanya. “Ini menjadi peringatan bagi ASN agar jangan coba-coba bermain di air keruh.” 

Iklan

Iklan

Artikel iklan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus