Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perlu Peran Aktif Swasta dalam Ekonomi Digital Berkelanjutan

4 dari 10 perusahaan dalam kelompok 250 perusahaan terbesar global telah mengadopsi prinsip-prinsip bisnis berkelanjutan. Cisco berkomitmen untuk mencapai net zero emisi gas rumah kaca pada tahun 2040.

2 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Diskusi virtual yang digelar Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) bersama dengan Cisco, 29 Oktober 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jakarta – Sektor swasta dan industri harus ikut berperan dalam pemenuhan target pembangunan berkelanjutan (SDG) pada 2030. Pihak swasta dinilai perlu memperbarui model bisnis guna mendukung dan mencapai target SDGs tersebut. Mereka juga mesti terlibat pada upaya mengurangi emisi gas rumah kaca secara global.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, dan Kepala Sekretariat Nasional SDG, Vivi Yulaswati menyatakan pembangunan berkelanjutan memiliki 17 goal dan 169 target. Juga ada 289 indikator yang jadi petunjuk mencapai target-target SDGs itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sementara capaian SDGs selama ini sekitar 70 persen sudah on track. Namun masih ada 30 persen belum tercapai atau membutuhkan perhatian khusus karena sebagian masih stagnan atau mengalami perburukan,” kata Vivi dalam diskusi virtual yang digelar Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) bersama dengan Cisco, 29 Oktober 2021 lalu.

Menurut dia, perusahaan dapat berkontribusi mencapai target SDGs. Dengan cara berinvestasi pada masyarakat, memasukkan kelompok marginal dalam rantai nilai, membayar harga yang adil dan penerapan standar berkelanjutan pada supplier. Mereka juga perlu memahami dampak bisnis terhadap lingkungan, penghematan energi, serta menerapkan procurement berkelanjutan.

Saat ini 4 dari 10 perusahaan (40 persen) dalam kelompok 250 perusahaan terbesar global telah mengadopsi prinsip-prinsip sustainable business. Perhatian terbesar pada isu-isu perubahan iklim, konsumsi yang bertanggung jawab, pekerjaan layak, kesetaraan gender, dan pertumbuhan ekonomi.

Vivi menjelaskan pemenuhan target SDGs akan memberi landasan kokoh Indonesia maju. Dengan harapan, pada 2045, negara dapat keluar dari middle income trap. Pascapandemi, kata dia, dibutuhkan pertumbuhan PDB tahunan 6 persen untuk membawa Indonesia menjadi negara maju. “Tanpa transformasi ekonomi, pendapatan per kapita Indonesia akan ‘disalip’ oleh Filipina pada tahun 2037 dan oleh Vietnam pada tahun 2043,” tuturnya.

Selain SDGs, ada pula langkah yang ditetapkan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi hijau. Salah satunya melalui pembangunan rendah karbon. Aksi nyata ini disebut sebagai ekonomi sirkular.

Saat ini implementasi ekonomi sirkular dilakukan pada lima sektor prioritas. Yaitu, industri makanan dan minuman, perdagangan grosir dan eceran, tekstil, peralatan elektronik, dan konstruksi.

Ekonomi sirkular diperkirakan akan memberikan dampak pada 2030 dengan meningkatnya PDB sebesar Rp593-638 triliun. Ekonomi sirkular juga diproyeksikan akan menciptakan 4,4 juta lapangan kerja (neto). Sebanyak 75 persen diantaranya berpotensi untuk perempuan.

Selain itu, kata dia, akan meningkatkan tabungan rumah tangga sebesar 9 persen, mengurangi timbulan limbah sektoral sebesar 18-52 persen dibandingkan skenario BaU, dan berkurangnya emisi CO2e sebesar 126 juta ton dibandingkan skenario BaU. Juga berkurangnya penggunaan air sebesar 6,3 miliar m3, dibandingkan skenario BaU.

Sementara itu, SVP Asia Pacific Energy, Sustainability & Industrial Frost & Sullivan, Ravi Krishnaswamy mengatakan data dari PBB mengenai status SDGs menunjukkan wilayah Asia Tenggara sudah menunjukkan kemajuan yang signifikan pada beberapa goal SDGs.

Meski begitu, lanjutnya, masih ada beberapa kekhawatiran. Terutama terkait angka kemiskinan akibat pandemi COVID-19. Banyak kegiatan perekonomian tidak bisa berjalan seperti biasa sehingga pendapatan masyarakat tertekan. Bahkan sebagian lainnya kehilangan mata pencaharian.

“Juga masih ada jutaan masyarakat juga yang belum terhubung secara digital, sehingga pemerintah perlu melakukan berbagai cara untuk memperkuat infrastruktur, konektivitas yang menghubungkan antara pusat ekonomi dan wilayah penunjang,” katanya

Menanggapi hal tersebut, VP Internet of Things Telkomsel, Alfian Manullang memaparkan komitmen perusahaan mendukung transformasi digital di Tanah Air. Ia menjelaskan pemerintah dan perusahaan telah melakukan berbagai inisiasi terkait infrastruktur.

Yakni, kata dia, dengan menggelar program Merah Putih. Progam bertujuan memberikan akses jaringan di seluruh wilayah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T). Serta program Universal Service Obligation (USO) dengan target menjangkau lebih dari 11.000 desa tanpa akses internet.

Ia menambahkan, dalam membangun infrastruktur di wilayah tersebut, perusahaan menggunakan teknologi berkelanjutan. Seperti solar cell (bertenaga matahari), energi hydropower (tenaga air), dan fuel cell (alat konversi elektrokimia yang menghasilkan listrik dengan gas buang berupa uap air/zero emission).

Country Managing Director, PT. Cisco Systems Indonesia, Marina Kacaribu menjelaskan komitmen Cisco sebagai perusahaan penyedia teknologi dan solusi digital bagi organisasi publik maupun swasta. Tujuannya, perusahaan dapat memiliki connected secured automated business berkelanjutan. Seraya mendukung agenda digitalisasi nasional yang dicanangkan pemerintah Indonesia.

“Tentunya, kami memiliki tanggung jawab yang besar. Ada dua hal yang sangat relevan untuk Cisco, yakni percepatan transformasi digital dan keberlanjutan (sustainability),” kata Marina.

Ada empat cara Cisco menerapkan keberlanjutan. Pendekatan dilakukan pada produk, operasi, dan supply chain sejak 2008. Tujuannya mencapai net zero dari sisi emisi gas rumah kaca (GRK).

Pertama, dari sisi produk. Cisco terus berinovasi meningkatkan efisiensi energi produk melalui desain produk yang inovatif. Cisco mengintegrasikan best-of-breed ASIC (Application-specific Integrated Circuit) terbaik pada desain produk. Guna menggunakan energi, ruang dan performa yang optimal.

Sementara itu, dari sisi operasi, Cisco mendorong penggunaan energi baru terbarukan. Saat ini 83 persen pemakaian listrik bagi operasional Cisco di seluruh dunia dihasilkan dari energi baru dan terbarukan. Bahkan di Amerika Serikat, 100 persen fasilitas Cisco bertenaga energi terbarukan.

Perusahaan pun mendukung penyesuaian cara bekerja yang paling inklusif. Karyawan diberikan fleksibilitas untuk datang ke kantor ataupun bekerja dari mana saja. Secara taktis hal tersebut dapat mengurangi jejak karbon.

Cisco juga memberikan solusi-solusi digital inovatif dan handal untuk semua industri. Mulai dari perbankan, telekomunikasi, industrial, energi, utilitas, manufaktur, logistik, transportasi, UMKM dan layanan publik. Dukungan solusi ini dapat membantu organisasi meningkatkan keberlanjutan usaha, sosial dan lingkungan. Cisco bertujuan memberdayakan masa depan yang inklusif untuk semua melalui prinsip keberlanjutan dan ekonomi sirkular.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus