Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO GAYA – Craig David sudah dua kali datang ke Indonesia. Pertama tahun 2003 saat konser tunggal, kemudian hadir lagi tahun 2018 di pagelaran Java Jazz. Namun, ia hanya datang untuk menghibur penggemarnya. Belum sekali pun dirinya terhibur langsung menikmati eksostisme alam Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya ingin datang lagi untuk berlibur, karena hal itu yang belum saya lakukan,” ujar penyanyi, pencipta lagu, rapper, dan disc jockey dari Inggris ini. Ia mengaku terkesan dengan keramahan orang-orang yang ditemui saat berpentas di sini. “Orang-orang di sana sangat ramah, membuat saya seperti berada di rumah sendiri,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Entah kapan kesempatan berlibur itu tiba. Kemunculannya yang ketiga di Indonesia, secara virtual melalui Mola Chill Fridays pada Jumat malam, 10 September 2021 tetap pada tujuan yang sama, menghibur kita. Lebih tepatnya, mengajak penonton menggoyangkan tubuh menikmati repertoar yang nyaris tanpa jeda selama 1 jam.
Di usia 40 tahun stamina Craig tetap prima. Membawakan 38 lagu secara estafet dilibas dengan mutu vokal yang tidak sumbang sedikit pun. Mengawali dengan potongan tembang lawas Killing Me Softly with His Song milik Fugees, Craig langsung menyanyikan Rewind dan Fill Me In, dua lagu yang punya sejarah penting dalam karier musiknya.
Craig meniti karier sebagai musisi di komunitas Garage UK. Ini semacam genre musik di Inggris yang berkembang sekitar tahun 1980 dan 1990-an. Ciri khasnya yakni hentakan perkusi yang konstan bercampur dengan musik elektro lalu dipadukan dengan bebunyian vokal yang terkadang di-remix sehingga semakin kawin dengan musiknya. Salah satu perpanjangan tangan Garage UK yang akrab di telinga anak muda Indonesia pada era 2000-an adalah Dubstep.
Komunitas Garage UK mempertemukan Craig dengan Artful Dodger pada 1999 dan mereka menggarap Re-Rewind (The Crowd Say Bo Selecta!) dengan Craig sebagai vokal tamu. Warna vokal Craig yang unik membuat Colin Lester jatuh hati. Akhirnya Craig diajak masuk dapur rekaman berpayung label Wildstar Record dan merilis single Fill Me In.
Tak disangka, Fill Me In menjadi sangat populer hingga memuncaki UK Single Chart di tahun 2000. Kesuksesan debut single tersebut yang menembus tangga lagu nasional Inggris juga mengejutkan bagi komunitas Garage UK. Pasalnya lagu-lagu genre ini, sebelumnya paling banter diputar di stasiun radio kecil lokal. Karena itulah, keberhasilan Craig mendobrak membuatnya dijuluki sebagai “Crossover Messiah”.
Craig yang saat itu masih belia, 19 tahun, sontak menjadi bintang besar. Kejayaannya kian bersinar begitu debut albumnya lahir, Born to Do It pada 2001. Pada invasinya ke Amerika Serikat, album ini nangkring di posisi 11 Billboard 200 dan terjual 1 kopi. Single jagoannya, 7 Days menembus 10 besar tangga lagu AS. Delapan tahun kemudian, album ini dipilih pemirsa MTV sebagai album kedua terbaik sepanjang masa di bawah Thriller milik Michael Jackson.
“Saya mengalami perjalanan menakjubkan setelah album pertama tersebut. sampai saat ini saya merasa masih seperti dulu saat muda, datang ke studio merekam lagu dan menjadi DJ,” kata Craig saat diwawancarai Mola.
Kegairahan masa muda tersebut membuatnya tetap tampil prima di usianya saat ini, kendati tetap ada perbedaan pada sisi kematangan. “Saya masih seperti saat itu tapi tentunya sekarang dengan pengalaman yang lebih banyak. Sekarang saya merasa lebih nyaman saat berada di atas panggung. Saya hanya merasa harus berbuat lebih baik dibanding dulu saat muda,” ujarnya.
Kematangan Craig yang tahun ini baru saja dianugerahi gelar MBE (Member of the Order of the British Empire) atas karya dan jasanya pada musik oleh Kerajaan Inggris, dibuktikan dengan tampil solo menjadi penyanyi sekaligus DJ di Mola Chill Fridays, langsung (live) dari London. Menggunakan setting barisan pohon palem yang disorot sebagian oleh lampu panggung, seolah Craig justru berada di rumahnya yang beriklim hangat, Miami, Amerika Serikat.
Di panggung, Craig dengan fasih memainkan perangkat TS5, sebuah party brand yang ia terus populerkan sejak 2013. TS5 adalah instrumen yang digunakan DJ meramu musiknya. Keberadaan perangkat ini yang selalu menemani Craig pada setiap aksi pentas menjadi pembeda dengan penyanyi musik R&B lainnya. “TS5 is me. I am TS5,” kata Craig dua tahun silam pada penulis London, Danielle De Wolfe.
“TS5 muncul karena tempat tinggal saya bernama Tower Suite 5. Jadi ketika saya mengadakan pesta di rumah ini, orang-orang hanya akan mengatakan 'Saya akan pergi ke TS5 malam ini'. Begitulah asal-usul nama itu,” ujarnya.
Bersama TS5 itu pula Craig semakin nyaman berpentas mengajak penggemarnya di Indonesia merayakan tibanya akhir pekan. Sebuah saat tepat untuk berjoget bersama dan bukan meratapi kesedihan, karena tidak satu pun lagu kalem yang ia bawakan di Mola Chill Fridays. Penanti Unbelievable yang menyayat hati dipastikan kecewa. Lagu melankolis itu tak muncul dalam set list Craig. Dari 38 lagu yang diperdengarkan, sejatinya hanya 11 lagu ciptaan dia dan sisanya remix musisi R&B yang tersohor. Setidaknya, kerinduan kita dengan 7 Days dan Whats Your Flava dapat terobati.
Menyoal lagu musisi lain yang di-remix oleh Craig malam itu, antara lain No Scrubs milik Tlc, Who's That Girl? milik Eve, Jump Around dari House Of Pain), Run The World yang dibawakan Beyonce, serta Gimme The Light kepunyaan Sean Paul. Deretan tembang tersebut cukup akrab di kalangan penikmat malam atau night goers. Misalnya saja, Gimme The Light adalah single debut Sean Paul 19 tahun lalu yang pernah menyentuh tangga ke-7 Billboard Hot 100. Lagu ini beberapa kali di-remix oleh sejumlah artis seperti Busta Rhymes, Kanya West, dan tentu saja Craig. Versi remix lagu ini dengan alunan vokal Craig beredar di Youtube beberapa tahun lalu.
Setelah penampilan Craig, Mola akan terus menghadirkan deretan musisi tersohor dunia untuk menemani akhir pekan. Jangan lupa selalu saksikan Mola Chill Fridays. (*)