Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Mudarat Izin Tambang untuk Kampus

Kampus harus menolak rencana pembagian izin usaha tambang. Agar tetap menjadi institusi independen.

26 Januari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mudarat Izin Tambang untuk Kampus

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Kampus tak punya kemampuan mengelola bisnis tambang yang butuh modal jumbo.

  • Kerusakan lingkungan akibat penambangan pun bakal makin besar.

  • Di zaman Orde Baru, kampus gagal mengelola HPH.

PERGURUAN tinggi tak patut menerima bagi-bagi izin usaha pertambangan (IUP) yang direncanakan pemerintahan Prabowo Subianto. Tanpa pengalaman mengelola pertambangan, keterlibatan universitas dalam eksploitasi sumber daya alam hanya akan menimbulkan kerusakan. Kampus pun akan kehilangan independensi setelah menerima izin usaha cuma-cuma itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana pembagian IUP untuk perguruan tinggi tertuang dalam revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang dibahas Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat. Bersama koperasi, kampus akan diprioritaskan mendapat izin tanpa perlu ikut lelang. Pemerintahan Joko Widodo sudah memutuskan pemberian izin serupa untuk organisasi kemasyarakatan keagamaan. Pengurus Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menyatakan menerima pembagian itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana pembagian konsesi tambang untuk kampus terkesan aneh bahkan sejak pembahasannya di DPR. Revisi UU Minerba di Badan Legislasi berjalan kilat ketika anggota DPR sedang dalam masa reses. Syarat partisipasi publik dalam penyusunan undang-undang hanya untuk formalitas. Seperti dalam pembentukan aturan kontroversial sebelumnya, DPR baru meminta pandangan publik setelah muncul kritik keras di masyarakat.

Selain tidak punya pengalaman, kampus tak memiliki kemampuan finansial. Bisnis pertambangan butuh modal jumbo dan napas panjang. Jangankan berbisnis pertambangan, untuk memenuhi biaya operasional akademik saja banyak kampus ngos-ngosan. Dalam kondisi seperti itu, besar kemungkinan pemimpin kampus akan “menjual” pengelolaan tambang kepada korporasi dengan sistem bagi hasil.

Perusahaan pemilik asli IUP di daerah yang dikelola perguruan tinggi bisa dengan mudah mengambil kendali karena operasi berada di tangan mereka. Dengan orientasi mencari keuntungan, pengelolaan bisnis tambang hampir selalu mengabaikan dampak kerusakan lingkungan yang sulit dipulihkan. Kampus pun kelak akan berperan menambah kerusakan lingkungan.

Pengalaman menunjukkan, untuk mengelola hutan yang tingkat kesulitannya tidak seperti tambang saja kampus tergopoh-gopoh. Pada masa Orde Baru, pemerintah membagikan hak pengusahaan hutan (HPH) kepada sejumlah perguruan tinggi yang memiliki fakultas kehutanan agar bisa lebih mandiri secara finansial. Namun kampus-kampus itu kelabakan dan tak mampu memanfaatkan HPH dengan maksimal.

Kalau ingin membantu kampus menurunkan biaya kuliah, pemerintah bisa menempuh cara lain. Cukup mewajibkan perusahaan pengelola tambang menyisihkan keuntungan sebagai komponen tanggung jawab sosial perusahaan untuk pengembangan pendidikan. Toh, selama ini banyak pemegang IUP telah meraup untung besar dari operasi mereka.

Cara lain adalah mewajibkan pemegang IUP bekerja sama dengan kampus dalam pengelolaan pertambangan. Di Afrika Selatan, misalnya, University of the Witwatersrand memiliki pusat penelitian tambang yang bekerja sama dengan industri untuk mengembangkan teknologi dan praktik pertambangan yang lebih baik. Kampus mendapat untung, lingkungan bisa lebih terjaga.

Perguruan tinggi sebaiknya mewaspadai cara halus pemerintah yang berlagak Sinterklas. Pemerintahan Prabowo tengah memainkan jurus politik balas budi dengan membagikan IUP. Kampus yang mendapat IUP niscaya sulit bersikap kritis. Akhirnya, perguruan tinggi tak lagi bisa menjadi institusi akademik, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus