Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HNW: Jalan Berliku Menuju NKRI

Bentuk NKRI tertuang sejak 18 Agustus 1945 dalam UUD Tahun 1945, Bab I, Pasal I, dan Ayat 1.

4 Desember 2017 | 10.16 WIB

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) sosialisasikan Empat Pilar MPR kepada warga Jakarta Selatan di Cilandak Barat, Jakarta, Sabtu, 2 Desember 2017.
Perbesar
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) sosialisasikan Empat Pilar MPR kepada warga Jakarta Selatan di Cilandak Barat, Jakarta, Sabtu, 2 Desember 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

INFO MPR - Bangsa Indonesia sepakat memilih bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak merdeka. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW) saat sosialisasi Empat Pilar MPR kepada warga Jakarta Selatan, di Cilandak Barat, Jakarta, Sabtu, 2 Desember 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menurut HNW, bentuk NKRI itu tertuang sejak 18 Agustus 1945 dalam UUD Tahun 1945, Bab I, Pasal I, dan Ayat 1. Bentuk NKRI dipertegas MPR periode 1999-2004, yang disebut bentuk ini tak boleh diubah dengan cara dan bentuk apapun. "Tak boleh diubah menjadi negara komunis, khilafah, atau bentuk separatis lain," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Diakui HNW, bentuk Indonesia menjadi NKRI penuh jalan berliku. Ketika Indonesia merdeka, Belanda tak rela sehingga berupaya untuk menjajah kembali. "Mereka melakukan agresi militer," ujarnya. Agresi militer tersebut mampu memaksa Indonesia menandatangani Perjanjian Linggarjati pada 1946. "Perjanjian membuat bentuk Indonesia dari NKRI menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Jadi, NKRI hanya berumur 1 tahun 3 bulan," ucapnya. Wilayah RIS pun hanya meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.

Tak puas dengan wilayah itu, Belanda menyerang kembali hingga ditandatangani Perjanjian Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949. Perjanjian itu menyatakan RIS menjadi salah satu dari 16 negara bagian lain, seperti RIS Sumatera Timur, Dayak Besar, Madura, dan Indonesia Timur. "Indonesia pun harus menjadi anggota Persemakmuran Belanda dengan pemimpin tertinggi Ratu Belanda. Indonesia pun dipaksa membayar hutang pampasan perang," tuturnya.

Dalam kondisi demikian muncul tokoh Mohammad Natsir. "Ia adalah Ketua Fraksi Masyumi di Parlemen," ujarnya. Pada 3 April 1950, Natsir menyampaikan pidato di Parlemen. Dalam pidato, ia mengatakan kita telah menyimpang dari tujuan Indonesia merdeka. Penyimpangan itu adalah dalam bentuk negara. Cita-cita Indonesia merdeka adalah NKRI tapi pada saat itu bentuknya RIS. Karena itu, ia menyatakan mosi integral, mosi yang menyatakan Indonesia kembali ke bentuk NKRI.

Mosi itu, menurut HNW, diterima semua pihak. Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri juga mendukung. "Berkat mosi dari Natsir itu, Indonesia kembali ke NKRI hingga saat ini. Mosi itu juga bentuk penolakan hasil Konferensi Meja Bundar," katanya. (*)

Nurul Tirsa Sari

Nurul Tirsa Sari

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus