Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jakarta Menuju 5 Abad, Harapan Warga untuk Kota Global yang Lebih Baik

Jakarta menuju usia 500 tahun terus bertransformasi sebagai kota global. Perkembangan transportasi, pendidikan, dan keberagaman menjadi harapan warga untuk menciptakan kota yang inklusif, berkelanjutan, dan berkualitas.

21 Desember 2024 | 12.26 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL – Perkembangan transportasi publik di kota global Jakarta yang semakin beragam telah menolong banyak orang menjalankan aktivitasnya. Kepala Sekolah SDN 01 Gambir, Endah Oktavia Dewi Kosmara, yang tinggal di Duren Sawit, Jakarta Timur, kini merasa lebih mudah menuju sekolahnya di Jakarta Pusat, maupun pulang ke rumah kala sore.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Alhamdulillah, sekarang alat transportasi di Jakarta sudah banyak. Ada MRT, KRL, busway TransJakarta, ada jaklingko. Semuanya semakin ada perbaikan, bahkan di halte sudah ada lift dan eskalator, jadi nggak perlu berlari karena takut ketinggalan,” kata Endah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terkadang, ia menggunakan motor atau mobil untuk pergi bekerja dan harus menghadapi kemacetan yang belum ada obatnya. Karena itu, Endah lebih memilih transportasi publik. “Menurut saya, mungkin akan lebih baik kalau guru-guru bisa ditugaskan di sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya, sehingga kualitas kerja dan keluarga bisa balance. Kasihan kalau terlalu lama di perjalanan, pulang ke rumah sudah capek,” ucapnya.

Maharani, warga yang sejak kecil tinggal di kawasan Roxy, Jakarta Pusat, melihat perkembangan lebih baik dari sisi berbeda. “Sekarang Jakarta sudah jarang banjir, terutama di pusat. Walaupun masih ada banjir sepertinya di daerah pinggiran Jakarta,” kata dia.

Tanjung Selor, Roxy, merupakan kawasan di bantaran Kanal Banjir Barat. Saat kecil, Maharani mengaku sering mengalami kebanjiran dan sudah lazim angkut perabotan ketika ‘musim terendam’ telah tiba. “Tapi sekarang sudah tidak banjir lagi. Jadi menurut saya, penataan Jakarta tiap tahun semakin cakep,” ujarnya.

Ihwal pengalaman warga di pinggiran Jakarta, Anang Wahyu Pramono, mengaku bersyukur sekaligus was-was. Dia tinggal di Cilincing yang tidak mengalami kebanjiran, kendati demikian kawasan terdampak banjir rob saat ini semakin meluas.

“Saya biasa main ke Muara Angke, di tempat itu sudah masuk banjir rob. Apalagi sekarang makin meluas dan mendekati JIS (Jakarta International Stadium). Saya mohon pada Pemprov DKI segera selesaikan pembangunan tanggul di laut,” tutur pria yang kerap jadi bahan guyonan kawan-kawannya karena perawakan dan namanya sangat mirip gubernur terpilih di Jakarta, Pramono Anung.

Linda Haerunnisa, guru yang mengawali karier dari pengajar honorer, punya harapan berbeda. Sesuai profesinya, ia sangat perhatian dengan perkembangan dunia pendidikan. “Jakarta ini smart city, harus jadi role model untuk daerah lain. Sehingga sesuai dengan status kota global, apalagi usianya menjelang 500 tahun. Sebagai kota global, kualitas pendidikan harus ditingkatkan terus, guru-guru juga harus upgrade kualitasnya secara konsisten,” tuturnya.

Guru, Linda melanjutkan, wajib mengikuti perkembangan zaman yang kini serba digital. Bahkan patut mengubah pola pikir yang awalnya memandang gawai menjadi candu pada anak karena dipergunakan hanya untuk bermain game atau bermedia sosial, justru berupaya agar siswa mendapatkan manfaat positif dari kemajuan teknologi itu.

“Paradigma itu harus diubah. Oh ternyata teknologi itu penting, bisa digunakan untuk pembelajaran, untuk peningkatan kompetensi kita sebagai guru, dan juga bagi anak-anak didik kita,” katanya.

Selain menerima perkembangan teknologi, guru lainnya, Sri Mulyati, menilai Jakarta patut memanfaatkan historisnya sebagai kota akulturasi, menerima berbagai budaya, ras, dan suku untuk melebur dan membangun kota ini sehingga layak dengan identitasnya sebagai kota global. “Di Indonesia, jujur, masih ada daerah yang rasis. Nah, Jakarta punya keunggulan karena keberagaman penduduknya. Jakarta ini kota yang welcome,” ujar Sri.

Menurut dia, keberagaman tersebut merupakan potensi besar yang harus jadi perhatian Pemprov DKI sehingga kota ini semakin inklusif. “Maka, dengan usia yang menuju 500 tahun, Jakarta harus memiliki jati diri sebagai kota yang memelihara keberagaman, bahkan menjadi pionir, contoh untuk kota-kota lain, setidaknya bagi daerah sekitarnya,” ia memungkas. (*)

Sandy Prastanto

Sandy Prastanto

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus