Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepastian Hukum Jadi Penentu Keberhasilan Investasi

Perselisihan mengenai pengelolaan pelabuhan di Marunda dikhawatirkan menjadi ketakutan bagi investor untuk berinvestasi di proyek pelabuhan Indonesia.

20 Agustus 2019 | 14.34 WIB

Pelabuhan Marunda yang dikelola oleh PT Karya Citra Nusantara
(KCN).
Perbesar
Pelabuhan Marunda yang dikelola oleh PT Karya Citra Nusantara (KCN).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

INFO NASIONAL — Selain terkenal dengan Pelabuhan Tanjung Priok, kawasan utara Jakarta juga punya Pelabuhan Marunda. Salah satu yang eksis adalah Pelabuhan Marunda KCN yang dikelola oleh PT Karya Citra Nusantara (KCN). Keberadaan Marunda KCN selama ini dianggap cukup efektif sebagai penopang aktivitas untuk mengurangi beban Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan tersibuk di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pengembangan Pelabuhan Marunda telah masuk dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 38 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok. Dalam beleid tersebut, perluasan dan pengembangan Tanjung Priok melingkupi Dermaga Tarumanegara, Kali Baru, Marunda, hingga Cilamaya. Disebutkan pula bahwa Terminal Umum C-01 KCN terdiri dari pier I, pier II, dan pier III merupakan satu kesatuan pengembangan oleh Badan Usaha Pelabuhan PT Karya Citra Nusantara dan dilaksanakan pada tahap jangka pendek (2016–2020).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sebagai proyek yang dibangun tanpa APBN dan APBD, Pelabuhan Marunda punya peran memecah kepadatan di Pelabuhan Tanjung Priok. Banyak aktivitas bongkar muat barang curah yang sebelumnya dilakukan di Tanjung Priok, kini bisa dilayani di Marunda. Hal ini secara tidak langsung bisa mengurangi waktu bongkar muat kapal hingga keluar pelabuhan atau dwelling time.

Direktur Utama PT Karya Citra Nusantara, Widodo Setiadi, mengatakan konsep pelabuhan tersebut memang diperuntukkan untuk mendukung poros maritim sebagai penunjang pelabuhan utama Tanjung Priok. Beralihnya kapal-kapal pengangkut muatan curah seperti batu bara, komoditas cair, hingga pasir yang lempar jangkar ke Pelabuhan Marunda KCN mampu membuat beban Tanjung Priok berkurang karena bisa fokus menangani kapal kontainer.

“Pelabuhan ini sebenarnya paling dibutuhkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan sehingga memiliki pilihan dalam pengaturan arus barang, kalau dulu belum ada, Tanjung Priok harus menerima barang-barang curah,” kata Widodo, menjelaskan. Secara peraturan hukum internasional menurutnya peruntukan Pelabuhan Tanjung Priok tidak untuk barang curah karena ada dua barang yang bertolak belakang. Jika barang curah dipindah, otomatis dwelling time akan turun.

Pelabuhan Marunda KCN, Widodo melanjutkan, saat ini baru melayani bongkar muat kapal muatan curah di dermaga (pier) I. Itu pun baru beroperasi sepanjang 800 meter dari total pier yang memiliki panjang 1.950 meter. Saat ini pihaknya terus mengebut menyelesaikan pembangunan pier II dan pier III secara bertahap. Andai kata pelabuhan ini selesai, total panjang dermaga keseluruhan 5.350 meter plus supporting area 1.100 hektare.

Pengembangan ini pun memberi kontribusi pada pemasukan negara. Diklaim selama operasional setidaknya menyumbang sekitar 200 miliar rupiah per tahun, termasuk untuk perpajakan, pemerintah daerah, dan semua yang menjadi stakeholder. Dampak positif lainnya, perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan industri yang dikelola PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) juga beralih menggunakan pelabuhan di Marunda yang masih dalam satu kawasan sehingga lalu lintas kontainer yang keluar masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok bisa ditekan.

Namun, sayangnya proses penyelesaian proyek tersebut belum optimal dan mundur dari rencana awal yang ditargetkan tuntas pada 2020. Salah satunya karena persoalan PT KCN yang bersengketa dengan PT KBN. 

KCN sendiri merupakan perusahaan patungan antara PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan KBN yang berdiri pada 2005, bertujuan mengelola Pelabuhan Marunda. KCN dibentuk setelah KTU memenangkan tender kerja sama pembangunan pelabuhan di bibir pantai dari Muara Cakung Drain sampai dengan Sungai Blencong, dengan pembagian saham 15 persen KBN dan 85 persen dimiliki KTU.

Belakangan, KBN menggugat KCN setelah perusahaan tersebut memperoleh konsesi pengelolaan Pelabuhan Marunda ke Kementerian Perhubungan. Pembangunan Pelabuhan Marunda bermula saat KTU memenangkan tender pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004. 

Namun, perselisihan terjadi pada 2012 terkait komposisi kepemilikan saham ini. KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50, tetapi kemudian kedua belah pihak tak mencapai kata sepakat dan proposi kepemilikan saham kembali ke tahap awal, yakni 85:15.

Di tengah jalan, KCN menandatangani konsesi dengan Kementerian Perhubungan. KBN pun menggugat ke pengadilan, dengan alasan lahan yang dikonsesikan adalah miliknya. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri, majelis hakim memutuskan KCN dan Kemenhub wajib membayar Rp 773 miliar kepada KBN.

Widodo mengatakan pihaknya dalam posisi dilematis akibat gugatan karena memperoleh konsesi dari Kemenhub sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, di mana konsesi adalah kewajiban bagi seluruh Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di seluruh Indonesia. Sedangkan, jika pihaknya tidak melaksanakan perintah undang-undang tersebut, izin penyelenggaraan pelabuhan akan dicabut sehingga Pelabuhan Marunda tidak bisa beroperasi. (*)

Bahasa Prodik

Bahasa Prodik

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus