Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, masih berdiri kokoh sejak 32 tahun lalu. Seluruh dinding dan lantai panggung sekolah terbuat dari kayu. Jendela ruang guru dan ruang belajar dihiasi kaca nako yang sudah berkarat. Sekolah ini hanya berjarak sekitar lima kilometer dari Pos Gabungan Bersama Long Midang Indonesia-Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sudut antara ruang guru dan kepala sekolah tergantung potongan besi kosong berdiameter 10 sentimeter dan panjang 30 sentimeter. Besi itu adalah “bel” sebagai penanda masuk kelas dan pulang sekolah. “Kami masih memukul besi sebagai bel sekolah agar terdengar sampai ke ujung kelas yang berjarak 10 meter dari ruang guru,” kata guru perempuan SMA 1 Krayan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak jauh dari bel sekolah, Grace dan Olivia, keduanya siswi Kelas XII, sibuk membaca buku catatan. Di seberang mereka, Marissa juga tampak serius membaca catatan Bahasa Inggris. Satu per satu siswa masuk ke ruang guru. “Kami sedang ujian Bahasa Inggris,” kata Grace.
Grace menuturkan semua pelajaran di sekolahnya menggunakan buku cetak yang digandakan dari internet. Para guru mengunduh bahan ajar dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Hasil unduhan tersebut kemudian digandakan dan dibagian kepada murid. “Semua pelajaran dicatat di buku tulis,” ucapnya.
Rekan Grace, Olivia, menceritakan akses internet di sekolah sangat terbatas. Pengguaan internet hanya tersedia di ruang guru. “Aksesnya sangat lamban,” tuturnya.
Untuk mengerjakan tugas dan mencari kunci jawaban pelajaran, Grace, Olivia, Marissa dan Ayu pergi ke kantor desa sepulang sekolah. Di kantor desa tersedia akses internet yang disediakan BAKTI menggunakan very small aperture terminal (VSAP). Lagi-lagi soal kapasitas internet, Grace harus menunggu lama membuka situs pencarian Google. “Bisa satu jam untuk mengakses kunci jawaban mata pelajaran,” ujarnya.
Akses internet semakin lelet seiring dengan banyaknya siswa dan warga yang memanfaatkan internet di kantor desa. Untuk menyiasati, ketiga pelajar ini datang ke kantor desa pada waktu subuh. “Kami datang sekitar pukul 05.00 dan masih sepi. Akses internetnya cepat. Setelah itu, kami kembali ke rumah dan berangkat ke sekolah,” ungkap Grace.
Grace punya pengalaman menarik ketika mengunduh video dari situs internet. Sebagai penggemar K-Pop, dia ingin melihat artis pujaannya sedang akting. “Saya download satu video selama tiga hari, karena akses internet lamban sekali,” ucapnya sembari tertawa.
Kecamatan Krayan berjarak sekitar 220 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Nunukan. Sedankan Krayan dengan Kota sekitar 213 kilometer dan ditempuh dengan pesawat ringan sekitar satu jam penerbangan.
Kepala Sekolah SMA 1 Krayan, Perminus Pilipus, mengakui akses internetnya sangat terbatas. Internet di sekolah biasanya hanya bisa diakses sebanyak empat komputer jinjing atau laptop. “Lebih dari itu, aksesnya semakin pelan sekali,” ujarnya kepada Tim Info Tempo, Kamis, 23 November 2023.
Pengaturan akses internet di sekolah ini menggunakan kupon yang dibagikan kepada guru. Menurut Pilipus, tidak semua guru mendapatkan kupon. “Hanya guru yang berkepentingan untuk bahan ajar dan kuliah online saja,” ucapnya.
Pilipus mengaku pernah menerima akses internet dari BAKTI menggunakan pemancar yang ditempatkan di belakang ruang kepala sekolah. “Tapi sejak, Februari 2023 aksesnya terputus sampai sekarang. Kami tidak tahu mengapa diputus,” kata Pilipus.
Untuk memenuhi kebutuhan internet sekolah, dia menyewa VSAT dari provider swasta dengan biaya Rp3,3 juta per bulan. “Tapi aksesnya lamban sekali, tapi kami tidak punya pilihan karena sekolah butuh internet,” tuturnya.
Pilipus berharap pemerintah memberikan perhatian kepada sekolah untuk memberikan akses internet. Apalagi saat ini, para guru harus mengembangkan program Merdeka Belajar. Semua bahan ajar program dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi harus diunduh dari internet. “Kami berada di wilayah dekat perbatasan, kami hanya meminta akses internet untuk kebutuhan pendidikan,” pungkasnya.