Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para warga angkat bicara....

Pendapat para warga tentang bumi serpong damai.

23 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Maria Situhardja punya impian masa tua. Ia ingin buka usaha sendiri. Empat tahun lalu, wanita setengah baya yang sudah 22 tahun bekerja pada orang lain ini mulai melirik sebuah ruko di Bumi Serpong Damai. Lho, kenapa jauh-jauh pilih buka usaha di Serpong? Saya lihat perkembangan Bumi Serpong Damai cukup baik. Apalagi Jaya Group sudah terkenal dan setahu saya Pal Ciputra tidak sembrono dalam merancang sesuatu," ujar bekas pegawai administrasi Rumah Sakit Carolus selama 9 tahunini. Dengan membayar kontrak Rp 100.000,- perbulan, Mariamerintis "Kantin Murah "nya. Ternyata, dagangannya laris. Banyak karyawan dan warga Bumi Serpong Damai di sektor I yang jadi pelanggannya. Setelah usahanya berjalan satu setengah tahun, ibu seorang putera ini lantas membeli dua ruko. Apalagi melihat prospek cerah berbisnis di kota mandiri ini. "Saya yakin Bumi Serpong Damai bisa jadi kota mandiri. Selama dua setengah tahun di sini, grafik perkembangannya terus naik, n katanya. Dengan karyawan berjumlah 11 orang, sekarang, pengunjung kantinnya tak hanya penghuni Bumi Serpong Damai. Tapi juga warga sekitar di luar Bumi Serpong Damai yangikutmencium bau harum masakannya. USaya berterima kasih sekali pada PTBumi Serpong Damai yang sudah banyak membantu sayapada saat- saatpertamabuka usaha di sini, ujar pemilik rumah makan pertama dikawasan kota mandiri ini. Walau masih tinggal di bilangan Grogol, Jakarta Barat, Maria tak mengalami kesulitan transportasi setiap hari. "UntungBumi Serpong Damai memberikan sarana yang baik. Saya cukup naik bis Patas. Berhentinya tepat di depan kantin ini," ujarnya diiringi senyum. MENYEBARKAN ILMU HINGGA KE SERPONG A gaknya para warga Bumi Serpong Damai kini tak perlu bersusah payah mencari sekolah buat anak-anak mereka. Di kota ini ada berbagai pilihan sekolah, di antaranya Al-Azhar yang sudah tersohor. Bermula dari kerjasama Yayasan Muslim Bumi Serpong Damai dengan Yayasan Syifa Budi. Yang disebut terakhirmerupakan pengelola sekolah AlAzhar Kemang dan Al-Azhar Kelapa Gading. Kami punya misi mengembangkan dan mengamalkan ilmu hinggakeseluruhpelosok dunia. Atau 'AlAzharisasi'. Lagipula, dengan adanya berbagai sarana sendiri, InsyaAllah, Bumi Serpong Damai akan menjadi kota mandiri," ujar H. Maulwi Saelan, Ketua Yayasan Syifa Budi, tentang alasannya membuka sekolah di Bumi SerpongDamai. Menurut bekas kiper PSSI tahun 1960-an ini, prospek sekolah swasta umum yang bernafaskan agama akan cerah. Pasalnya, "Era informasi dan globalisasi menyebabkan dunia jadi sempit. Orang harus punya pegangan, yaitu agama. Sehingga, ada keseimbangan antara Ilmu pengetahuan dan agama." Sekolah Al-Azhar Bumi Serpong Damai yang dibuka pada 20 Juli tahun lalu itu kini membina sekitar 102 murid dari taman kanak- kanak hingga kelas II SD dengan 10 orang guru. Saat ini, sekolah tersebut masih menempati lokasi sementara yang diberikan Bumi Serpong Damai di tiga buahrumah sektorIV. Diharapkanpada 1994 nantibangunanpermanen seluas 2,5 Ha dengan mesjid di tengah sebagai sentralnya, akan siap menampung segala aktivitas perguruan ini. BELI RUMAH SAMA DENGAN BELI LINGKUNGAN ewaktu datang kekantor pemasaran Bumi Serpong Damai pertama kali pada 1989, Syafrinal Dachlan langsung memutuskan beli rumah di sektor I kota mandiri ini. Apalagi, sang istri yang konsultan Amdal (Analisis Dampak Lingkungan) mendukung keputusan itu. Padahal sebelumnya, ayah seorang putera ini sempat hunting ke berbagai lokasi pemukim an. "Sayabelirumahitubelilingkungan.BumiSerpong Damai menyediakan standar sarana yang seharusnya ada di lingkungan pemukiman. Misalnya, jalan. Saya tak melihat satu pun lingkungan pemukiman yang punya jalan seperti di sini," ujarnya. Lantas fasilitas pendukung seperti air dan listrik turut jadi pertimbangannya. Memang, mulanya sempat pula kordinator perwakilan Indonesia untuk sebuah perusahaan di Singapura ini berpikir soal jarak dengan tempat kerjanya di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Tapi, UMasalah itu bisa dipecahkan. Apalagi adanya akses ke jalan tol dan jalan- jalan lain seperti ke Ciputat, Grogol, Lebak Bulus," kata pria kelahiran Jakarta 34 tahun lalu. Jadilah keluarga muda ini pindah ke Bumi Serpong Damai pada 1991. "Saya nggak merasa rugi beli rumah di sini. Belum lama ini rumah saya pernah ditawar orang. Harganya sekarang ternyata sudah 2,5 kali lipat," ujar pria yang pernah aktif di organisasi dan kini mengkordinir para warga di lingkungannya dalamkegiatan sosial, keamanan, dan pengelolaan sampah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus