Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO JABAR - Penanganan kerusakan Sungai Citarum melibatkan seluruh elemen bangsa dan negara, termasuk para ulama. Ribuan ulama telah diberikan sosialisasi mengenai program Citarum Harum di Graha Tirta Siliwangi, Jl. Lombok No. 10, Kota Bandung, Minggu, 21 Januarui 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui gerakan baru Citarum Harum, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menaruh harapan besar kepada para ulama. Menurutnya, masa depan Citarum ada di tangan para ulama. “Saya mempunyai harapan besar kepada para ulama. Kalau para kiai atau ulama mengungkapkan hadist-hadist tentang lingkungan dan kebersihan air, pelestarian lingkungan di sekolah masing-masing, di majelis ta’lim masing-masing, di madrasahnya masing-masing, Inshaa Allah umatNya akan mendengar,” kata Aher, sapaan akrab Gubernur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Aher, peran yang sangat penting adalah mengubah kultur masyarakat untuk menjadi kultur yang bersih, tidak mengotori air. “Itu semua bisa dibuat kulturnya oleh para ulama Jawa Barat. Insyaallah,” ujarnya.
Dia menuturkan ada tiga langkah yang bisa dilakukan agar berhasil untuk menangani sungai Citarum. Pertama, secara filosofis. Dalah hal ini, Aher mengatakan semua pihak atau multisektor harus bersinergi bersama masyarakat secara terintegrasi dalam wadah koordinasi.
Kedua, secara normatif yang dilakukan melalui metode struktur dan nonstruktur. Metode struktur dilakukan dalam lingkup konstruktif atau fisik. Di antaranya melalui Ipal Terpadu untuk mengelola limbah domestik dan industri, pembuatan waduk atau embung di hulu, kolam penampungan banjir (retention basin) di hilir, tanggul penahan banjir penghalang sepanjang tepi sungai, normalisasi sungai, serta pembangunan sistem polder dan sumur-sumur resapan. Sedang metode monstruktur dilakukan melalui partisipasi masyarakat dan penataan hukum seperti Samsat Citarum dengan Polda Jabar, Patroli Air Berbasis Masyarakat, Kerja Sama Penanganan Sampah dengan TNI (Pangdam III/Siliwangi), serta peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat untuk Bank Sampah.
Ketiga, langkah sosial dan budaya, yakni melalui alih mata pencaharian. Khususnya bagi para petani yang awalnya menanam tanamansemusim beralih ke tanaman konservasi seperti kopi. Selain itu juga melakukan perubahan perilaku permukiman sehat dan menghidupkan kembali kearifan lokal yang positif seperti pembentukan masyarakat desa berbudaya lingkungan atau eco village. “Kalau kemudian masyarakat kita sepakat untuk tidak buang apa pun (ke sungai), maka sungai kita akan berubah menjadi sungai yang bersih,” kata Aher dalam sosialisasi itu.
Penanganan kerusakan Citarum sebenarnya sudah dilakukan Pemprov Jawa Barat dengan berbagai pihak sejak 2001. Ketika itu ada program Citarum Bergetar. Program ini hanya melibatkan sebagian pihak dan belum menjadi gerakan bersama.
Pada 2010 dibuat program Cita Citarum. Melalui program ini pemerintah dan masyarakat bekerja bersama demi terciptanya sungai yang bersih, sehat, dan produktif, serta bisa membawa manfaat bagi seluruh masyarakat di wilayah Sungai Citarum.
Penanganan terpadu, ini rencananya berlangsung dari 2010-2025. Pada 2013 hingga 2015, dicanangkan kembali Gerakan Citarum Bestari. Program ini berhasil mengurangi sampah secara signifikan di Sungai Citarum, namun belum mengembalikan air Sungai Citarum seperti di hulunya Cisanti.
Dari aspek Sosial-Budaya, Citarum Bestari berhasil menciptakan masyarakat berbudaya lingkungan atau Eco Village di sekitar DAS Citarum. Rencananya, gerakan ini akan dicanangkan oleh Presiden Jokowi di Situ Cisanti (Km. 0 Citarum) awal Februari 2018.
Gerakan Citarum Harum akan melibatkan semua komponen bangsa dan negara, khsusnya semua pihak yang ada di Jawa Barat. “Insya Allah, untuk Gerakan Citarum Harum semua komponen bergerak. Kita harus optimis gerakan ini akan berhasil, apalagi ini sudah menjadi agenda kepresidenan,” kata Aher.
Pendekatan Hablum Minal Alam untuk Revitalisasi Citarum juga didengungkan oleh Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Doni Monardo pada acara sosialisasi ini. “Pendekatanya harus dilakukan karena kondisi Citarum sangat memperihatinkan. Persoalannya ada di hulu hingga hilir Sungai Citarum,” ujarnya.
Menurut Doni, di kawasan hutan atau hulu Citarum pohon-pohon hampir habis ditebang. Kawasan kritis dan sangat kritis telah mencapai 80 ribu hektare. Tahun 2009 Puslitbang Sumber Daya Air Kementerian PUPR mencatat mata air di hulu Citarum ada 300 buah, namun pada 2015 tinggal 144 buah. “Kalau mata air tidak kita urus, maka dikemudian hari yang ada tinggal air mata,” ucap dia.
Berdasarkan Data Puslitbang Sumber Daya Air Kementerian PUPR, normalnya rata-rata debit air mencapai 41 meter kubik per detik. Namun saat ini, pada musim hujan mencapai 578 meter kubik per detik. Inilah yang menyebabkan banjir di Majalaya, Banjaran, dan Dayeuh Kolot.
Sementara pada musim kemarau, debit air mencapai 2,7 meter kubik per detik. Akibatnya terjadi kekeringan, gagal panen, dan PLTA Saguling kekurangan pasokan air. Potensi panas bumi juga terganggu, seperti tenaga panas bumi di Kamojang 200 MW, Wayang Windu 227 MW, dan Patuha 60 MW.
Di hilir Citarum, sampah organik dan anorganik mencapai 20.462 ton per hari dan 71% diantaranya tidak terangkut. Limbah medis juga memenuhi Citarum, seperti kantong darah HIV/Aids, potongan tubuh manusia, dan alat medis bekas pakai (Data BBWS, 8 Januari 2018). Di sekitar Citarum ada 1.900 industri penghasil limbah, 90% Ipal belum selesai, dan 340.000 ton per hari limbah cair (Data DLH Jabar, 14 Januari 2018).
Padahal, Sungai Citarum sangat vital dan strategi karena 80 persen masyarakat DKI Jakarta mengkonsumsi air yang bersumber dari sungai tersebut. Selain itu, airnya juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sepanjang DAS ; sungainya bisa dijadikan tempat budidaya perikanan air tawar; dan mampu mengairi irigasi 420.000 hektare sawah di Karawang, Purwakarta, Subang, dan Indramayu. (*)