Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO BISNIS - Pengembangan infrastruktur yang pesat di Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi saat ini merupakan momentum yang harus dimanfaatkan dalam menggerakkan rantai nilai industri konstruksi baja. Mulai tahap desain, teknologi, hingga instalasi. Di negara maju, kisah sukses mempromosikan konsumsi baja adalah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait. Dari pemasok bahan baku, produsen baja, kontraktor, lembaga penelitian, sampai pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Demikian pula halnya di Indonesia. Diharapkan dengan adanya sinergisitas industri baja dan pelayanan konstruksi dengan semua pemangku kepentingan terkait, dapat mewujudkan perbaikan bisnis serta perkembangan ekonomi yang signifikan. Pemerintah Indonesia diharapkan berperan aktif mendukung harmonisasi peraturan. Mulai investasi, operasional, standardisasi produk, desain, hingga sumber daya manusia terkait dengan konstruksi baja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemerintah berupaya mempromosikan rantai nilai tambah untuk industri dalam negeri sehingga diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan negara, sekaligus mengurangi impor. Semakin panjangnya ketersediaan rantai pasok di Indonesia dengan memperluas peluang investasi, hal ini otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri,” ucap Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto.
Kehadiran baja nonstandar di Indonesia sebagai dampak dari pembukaan saluran impor merupakan tantangan terberat bagi industri dalam negeri. BlueScope (PT NS BlueScope Indonesia) dan Krakatau Steel sebagai produsen baja, melalui harmonisasi peraturan tersebut, akan memberikan kepastian pasokan dalam negeri demi memenuhi kebutuhan juga permintaan dalam negeri. Hal ini dipastikan juga menghindari kenaikan debit impor.
“Sebagian besar pemenuhan kebutuhan baja konstruksi masih didominasi impor yang dipicu harga 20-30 persen lebih murah dibandingkan dengan produk baja dalam negeri. Untuk baja lapis saja, hampir 80 persen kebutuhan dalam negeri dipenuhi impor, yang mana industri baja nasional dapat memenuhi permintaan 1,4 juta ton per tahun dengan utilitas optimum. BlueScope, sebagai salah satu industri baja lapis aluminium seng terbesar di Indonesia, mampu berproduksi 250 ribu ton per tahun,” tutur President Direktur PT NS BlueScope Indonesia Yan Xu.
Pemerintah Indonesia telah mengatur beberapa standar untuk produk dan konstruksi yang dikenal sebagai standar nasional indonesia (SNI). Adapun aturan minimum nilai konten lokal (TKDN) telah diterbitkan. Namun, dalam pelaksanaannya, penegakan dan pemantauan lapangan dirasa masih kurang sehingga sering ditemukan adanya perubahan spesifikasi dan terjadi ketidakcocokan antara standar produk dan standar konstruksi. Hal tersebut telah mengorbankan aspek keselamatan dalam konstruksi bangunan.
Dengan adanya harmonisasi peraturan, Wijaya Karya, sebagai salah satu kontraktor Tanah Air, diharapkan dapat turut serta menggunakan standar dan aturan main yang sudah ditentukan pemerintah Indonesia terkait dengan kualitas serta penyerapan produk dalam negeri.
Sebagai salah satu produsen olah baja ringan andal di Indonesia, Alsun (PT Alsun Suksesindo) berharap, dengan sinergi dan harmonisasi ini, dapat memberikan kesempatan spesifikasi proyek yang lebih berpihak kepada industri dalam negeri. (*)