Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui Direktorat Pendidikan Vokasi (Diksi) mengambil langkah masif untuk mem-branding ulang pendidikan vokasi. Dirjen Diksi Kemdikbud, Wikan Sakarinto mengatakan pihaknya melakukan rebranding vokasi yang ditargetkan kepada siswa SMP, SD, dan orang tuanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah rebranding ini untuk merombak mindset atau anggapan selama ini pendidikan vokasi merupakan pilihan terakhir dan pencetak tukang saja, tak bisa melahirkan pencipta, entrepreneur, atau para ahli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wikan menegaskan, memasuki sekolah vokasi harus dengan passion dan visi yang kuat. “Rebranding luar biasa dan masif. Kalau mahasiswa tidak punya passion jangan masuk vokasi. Memasuki sekolah vokasi harus dengan passion dan visi yang kuat, sehingga input, proses, dan outcome tercapai. Orang tua juga harus punya mindset anak sekolah karena passion,” katanya dalam diskusi virtual Menciptakan SDM Unggul dengan Pendidikan Vokasi, di kanal YouTube Tempo, Jumat, 3 Juli 2020.
Sejumlah strategi rebranding kini tengah diupayakan Dirjen Diksi. Di antaranya perbaikan regulasi, undang-undang, Permendikbud, dan memberikan kebijakan insentif bagi industri yang mendorong pengembangan vokasi, serta sejumlah insentif untuk lembaga pendidikan vokasi.
Selain kebijakan anggaran, para guru dan kepala SMK, dosen vokasi, dan lembaga pelatihan diajak mengubah mindset agar mampu berperan sebagai pengajar, mentor dan fasilitator, kakak, teman ataupun coaching bagi siswanya. Indikasinya akan menghasilkan lulusan yang berani bilang “Aku bisa apa” bukan hanya punya ijazah, serta menguasai softskills dan hardskills, dan kemampuan bahasa Inggris mumpuni.
Tak hanya itu, dalam waktu dekat lama masa pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ditambah menjadi empat tahun, dari semula tiga tahun. Perubahan masa studi ini sebagai bagian dari inovasi dan diperkirakan berjalan pada Juli 2021 mendatang. Dirjen Diksi juga melibatkan kerja sama dengan Jerman dan sedang mengupayakan lulusan D4 vokasi bisa masuk ke perguruan tinggi vokasi untuk program magister berbahasa Inggris di Jerman.
“Kita lakukan seluruh strategi, tapi yang jelas harus duduk bersama dengan industri agar ada “pernikahan”. Ibarat dunia industri menginginkan nasi pecel istimewa yang harus dipenuhi pendidikan vokasi maka kita dorong supaya berjodoh, menikah dan benar-benar ini jadi platform mak comblang,” ujar Wikan.
Devie Rahmawati, Peneliti dan Pengajar Program Vokasi Universitas Indonesia menyambut baik upaya ini. Berkaca dari pendidikan vokasi di luar negeri, sudah saatnya Indonesia mengejar ketertinggalan dan mendongkrak potensi pendidikan vokasi untuk meningkatkan kualitas SDM dan memajukan industri nasional.
“Yang menarik dari negara maju seperti Australia, lulusan vokasi dan akademik bersaing. Malah lulusan vokasi gajinya tiga kali lebih tinggi karena mereka siap tempur. Sedangkan lulusan teknik yang tidak berbasis vokasi misalnya, harus ambil kelas lagi enam bulan untuk memoles portofolio. Jadi, kalau industri yang mau cutting edge butuh SDM yang siap lepas landas,” kata Devie. (*)