Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perang Narasi Definisi Korupsi Setelah Jokowi Jadi Finalis Tokoh Korup 2024

Laporan OCCRP dianggap mengkonfirmasi temuan masyarakat sipil tentang perilaku koruptif pemerintahan Jokowi. Pegiat antikorupsi mendapat serangan digital.

12 Januari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivis anti korupsi Ubedilah Badrun (tengah) dan sejumlah aktivis usai memberikan laporan mengenai rilis OCCRP yang mencantumkan nama mantan presiden Joko Widodo dalam daftar nominasi pemimpin paling korup tahun 2024, .di gedung KPK, Jakarta, 7 Januari 2025. Antara/Akbar Nugroho Gumay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Para pendukung Jokowi terlibat perang narasi definisi korupsi dengan pendukung OCCRP.

  • Menurut ICW, tanpa terlibat dalam kasus korupsi secara langsung pun Jokowi layak dinobatkan sebagai salah satu tokoh korup.

  • Setelah siaran pers 10 dosa Jokowi terbit, situs YLBHI berkali-kali diretas dan menampilkan iklan judi online.

UBEDILAH Badrun terhenyak membaca laporan konsorsium jurnalis investigasi, Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), yang menobatkan mantan presiden Joko Widodo sebagai finalis tokoh korup 2024. Dosen sosiologi Universitas Negeri Jakarta itu kemudian mengumpulkan anggota Nurani 98, kelompok mantan aktivis Reformasi 1998, di daerah Matraman, Jakarta Pusat, sehari setelah tahun baru. “Kami merasa perlu mengkaji rilis OCCRP,” kata Ubedilah pada Kamis, 9 Januari 2025.

Bagi Ubedilah, penobatan Jokowi sebagai finalis tokoh korup 2024 oleh OCCRP memberi harapan. Tiga tahun terakhir Ubedilah dua kali melaporkan Jokowi dan keluarganya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi hingga hari ini kedua laporan tersebut tak ditindaklanjuti KPK. Ubedilah melihat laporan OCCRP bisa memperkuat laporannya. Dalam diskusi, Ubedilah dan koleganya menilai pertimbangan OCCRP selaras dengan temuan mereka sebelumnya. “Kami mendapat semacam konfirmasi bahwa rezim ini koruptif, sejalan dengan laporan kami ke KPK sebelumnya,” ujar Ubedilah.

Dalam diskusi itu pula terlontar gagasan untuk menanyakan kembali nasib dua laporan tersebut ke KPK. Ubedilah lalu menulis surat yang dikirimkan ke KPK pada Selasa, 7 Januari 2025. Isinya, meminta KPK menyelidiki ulang dua laporan dugaan korupsi Jokowi dan keluarganya. Laporan pertama yang dibuat pada 10 Januari 2022 mengenai relasi bisnis dua anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, yang berpotensi memunculkan korupsi. Adapun laporan kedua pada 28 Agustus 2024 tentang Kaesang dan istrinya yang pergi ke Amerika Serikat menumpang jet pribadi milik pengusaha.

 Dua laporan tersebut ditolak oleh KPK. Pemimpin KPK saat itu mengatakan laporan Ubedilah masih sumir dan minim bukti. Dalam hal penggunaan jet pribadi oleh Kaesang, pemimpin KPK menilai kejadian tersebut tidak melibatkan penyelenggara negara sehingga tak memenuhi unsur gratifikasi.

Pertanyaan Ubedilah kepada KPK tampaknya tak akan mendapat jawaban memuaskan. Ketua anyar KPK, Setyo Budiyanto, menganggap laporan OCCRP tidak bisa ditindaklanjuti. Alasannya, tiadanya bukti langsung korupsi. “Pada prinsipnya bagi kami segala sesuatu harus ada bukti,” ucap Setyo di gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat, 3 Januari 2025.

Sehari setelah OCCRP merilis daftar finalis tokoh korup, Jokowi langsung memberikan pernyataan bahwa dia tak pernah terlibat korupsi. “Terkorup itu terkorup apa? Yang dikorupsi apa? Ya dibuktikan saja,” ujar Jokowi di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, pada Selasa, 31 Desember 2024.

Perang pendapat terjadi di media sosial. Pendukung Jokowi menggaungkan pernyataan junjungannya bahwa OCCRP sedang menebar fitnah dan tak punya bukti Jokowi melakukan korupsi. Sebaliknya, kelompok masyarakat sipil menyatakan praktik korupsi tidak melulu berupa kasus korupsi. “Penyelewengan wewenang dan nepotisme juga bisa masuk kategori tindakan koruptif,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tibiko Zabar Pradono.

Menurut Tibiko, tanpa terlibat dalam kasus korupsi secara langsung pun Jokowi layak dinobatkan sebagai salah satu tokoh korup. Salah satunya Jokowi dan Dewan Perwakilan Rakyat bersepakat melemahkan KPK lewat revisi Undang-Undang KPK pada 2019. Setelah KPK tak lagi independen, Jokowi pun membiarkan ketua lama KPK, Firli Bahuri, menyingkirkan 57 pegawai yang menjadi motor KPK melalui tes wawasan kebangsaan. Masalah yang terus mendera di era pimpinan KPK periode lalu dan menukiknya kepercayaan publik adalah buah pelemahan lembaga itu.

ICW menyampaikan narasi bantahan tersebut dalam sejumlah pemberitaan. Ada empat personel ICW yang ditunjuk menjadi juru bicara isu ini.

Sebagaimana Ubedilah Badrun dan ICW, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ikut menggaungkan rilis OCCRP. YLBHI menyusun daftar dosa Jokowi selama 10 tahun memerintah. Di luar pelemahan KPK dan nepotisme, ada delapan poin lain dalam daftar tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahkamah Rakyat Luar Biasa di Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 25 Juni 2024. Tempo/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YLBHI menyoroti bagi-bagi jabatan komisaris di badan usaha milik negara kepada pendukung Jokowi. Juga pembuatan undang-undang yang tidak menggubris aspirasi publik, seperti Undang-Undang Cipta Kerja, dan penggunaan intelijen untuk kepentingan politik pribadi. Menurut YLBHI, berbagai dosa tersebut masuk beberapa tipe korupsi. Misalnya discretionary corruption atau korupsi diskresi yang terjadi ketika pejabat menggunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri. Ada juga mercenary corruption atau korupsi kekuasaan yang berarti menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur mengatakan tak sulit menyusun daftar tersebut karena isu ini sudah dibahas berkali-kali oleh koalisi masyarakat sipil. Salah satunya lewat pengadilan rakyat yang dinamai Mahkamah Rakyat Luar Biasa di Universitas Indonesia pada 25 Juni 2024. “Kami bahkan sejak 2017 sudah menyebut Jokowi sebagai neo-Soeharto yang otoritarian,” ucap Isnur.

Narasi yang digemakan YLBHI dan ICW langsung mendapat respons. Salah satu peneliti ICW yang menjadi juru kampanye, Diky Anandya, bahkan mendapat serangan doxing. Pada Kamis, 2 Januari 2025, data pribadi hingga nomor telepon Diky diumbar oleh akun anonim di media sosial.

Serangan terhadap Diky menjadi dasar bagi YLBHI mempercepat penerbitan siaran pers 10 dosa Jokowi, dari semula Kamis sore, 2 Januari 2025, menjadi siang pada hari itu juga. “Kami ingin sesegera mungkin menyampaikan pesan solidaritas bahwa dukungan terhadap isu ini tidak hanya disuarakan ICW, tapi juga kelompok masyarakat sipil lain,” kata Isnur.

Setelah siaran pers tersebut terbit, YLBHI mendapat serangan siber. Situs mereka berkali-kali diretas dan menampilkan iklan judi online. Serangan ini sebenarnya terjadi sejak akhir tahun lalu, ketika OCCRP merilis nama finalis tokoh korup 2024. Intensitas serangan meningkat sejak YLBHI menyiarkan daftar 10 dosa Jokowi. Hingga Rabu, 8 Januari 2025, peretas masih terus berupaya menguasai situs YLBHI. “Kami memahami berbagai serangan ini terjadi setelah kami menyatakan sikap yang keras terhadap isu yang sensitif,” ujar Isnur.

Mutia Yuantisya dan Septhia Ryantie dari Solo berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Perang Narasi Definisi Korupsi

Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus