Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAGI Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad, Israel bak onak. Dalam sebuah seminar bertajuk ”Dunia tanpa Zionisme” di Teheran pada Oktober 2005, dengan lantang dia mengatakan keberadaan Negeri Bintang Daud itu merupakan penghinaan terhadap dunia Islam. Israel, katanya, mesti dihapus dari peta sejarah.
Sikap garang Ahmadinejad terhadap Israel itu belakangan balik disindir. Dia diduga terlahir dari keluarga Yahudi. Damien McElroy dan Ahmad Vahdat, keduanya reporter harian Daily Telegraph, Inggris, memeriksa kartu identitas yang digunakan Ahmadinejad saat pemilihan umum tahun lalu. Di kartu itu dicantumkan catatan kecil perubahan nama keluarganya, yakni dari Sabourjian menjadi Ahmadinejad. Nama Sabourjian inilah yang mengundang prasangka.
Ahmadinejad, 53 tahun, lahir di Aradan, dusun kecil di Provinsi Semnan, bagian utara Iran. Orang tuanya Ahmad Sabourjian, seorang pandai besi, dan Khanom, dari keluarga sayid yang terpandang. Di daerah itu, Sabourjian berarti ”Penenun Sabour”, semacam syal di kalangan Yahudi Tallit, Persia. Ahmad diduga melepaskan nama Sabourjian ketika beralih agama dan berpindah ke ibu kota Iran, Teheran.
Kabar angin bahwa Ahmadinejad berlatar keluarga Yahudi sebenarnya sudah beredar cukup lama. Mehdi Khazali, pemilik perusahaan penerbitan Hayyan dan salah satu lawan politik Ahmadinejad, menuliskan dugaan itu di halaman blognya awal tahun lalu. Beberapa bulan kemudian, dia ditangkap polisi atas perintah pengadilan khusus agama tanpa dalih yang jelas. Presiden Ahmadinejad dan pemerintah Iran sendiri tak pernah menanggapi isu tersebut.
Ahli sejarah Yahudi dari University of Tel Aviv, Profesor David Yeroshalmi, meragukan dugaan itu. Menurut David, Sabourjian bukan nama yang lazim di kalangan Yahudi. Akhiran jian di nama itu sama sekali bukan bukti memadai untuk menunjukkan garis keturunan Yahudi. Kata sabour juga tak ditemukan dalam bahasa Yahudi Persia. ”Kami juga menyebut tzitzit untuk syal yang biasa dipakai untuk berdoa, bukan sabour,” katanya.
Kasra Naji, penulis biografi Mahmud Ahmadinejad, menguatkan pendapat David. Naji, yang pernah menemui keluarga Ahmadinejad di Aradan, mengatakan pekerjaan penenun syal atau karpet di daerah itu tak ada kaitannya dengan kelompok Yahudi di Iran.
Di Timur Tengah, jumlah penganut Yahudi di negara itu merupakan yang terbesar di luar Israel. Diperkirakan sekitar 25 ribu warga Yahudi tinggal di Iran. Mereka tinggal di kawasan ini sejak berabad-abad lampau. Encyclopedia Britannica memperkirakan warga Yahudi meninggali kawasan Semenanjung Persia sejak era Babilonia, enam abad sebelum Masehi.
Sebelum Revolusi Islam di Iran pada 1979, jumlah warga Yahudi di negeri para mullah ini ditaksir 80 ribu. Mereka sebagian besar tinggal di Teheran, Shiraz, dan Kermanshah. Setelah Ayatullah Khomeini menggusur Shah Iran, Mohammad Reza Pahlevi, ribuan pemeluk Yahudi berbondong-bondong meninggalkan negeri itu.
Kendati secara politik Iran dan Israel tak pernah akur, warga Yahudi bisa hidup damai, tanpa gangguan, di Iran. Humayoun Mohaber, dokter bedah keturunan Yahudi di Teheran, mengatakan pemerintah Iran tak pernah mengganggunya. ”Mereka tak peduli apa agama saya,” katanya.
Sebagai keturunan Yahudi, Moha-ber mencintai negaranya tak berbeda dengan warga Islam. Ketika Iran berperang melawan Irak pada 1980-an, dia juga menyumbangkan tenaganya. Selama perang itu, dia mengoperasi lebih dari 800 prajurit Iran, beberapa kali terluka, dan dua kali menyumbangkan darahnya sendiri untuk menolong pasien.
”Kami punya persoalan sama dengan warga muslim. Jika perang terjadi, kami sama-sama menjadi target musuh. Demikian juga kalau ada misil yang ditembakkan. Ia tak peduli siapa sasarannya, apakah seorang Yahudi atau muslim,” ujar Ciamak Moresadegh, salah satu pemimpin komunitas Yahudi di Iran.
Bagi mereka, sikap Presiden Ahmadinejad yang demikian galak ke Israel dan zionis juga tak terlalu menjadi soal dalam kehidupan sehari-hari. ”Jika Anda berpikir Yahudi dan zionisme itu satu kesatuan, itu berarti menyamakan Islam dengan Taliban,” kata Moresadegh.
Sapto Pradityo (Daily Telegraph, Guardian, Jerusalem Post, Haaretz)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo