Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AHMED el-Sharif, seorang pegawai bank sentral Libya, dan tiga rekannya membobol sebuah gedung berkubah di Benghazi akhir Maret lalu. Dengan bor dan linggis, mereka menjebol dinding. Inilah gedung bank sentral Libya cabang Benghazi, tempat uang sebanyak US$ 505 juta milik rezim Muammar Qadhafi disimpan.
Para pemberontak memutuskan uang ini milik rakyat Libya. Jadi, tanpa ragu, mereka merampoknya. ”Kami merampok bank kami sendiri,” kata Ali Tarhouni, menteri keuangan pemerintahan transisi Libya. Dia memerintahkan pembobolan cabang bank sentral itu Maret lalu.
Sekarang mereka mencoba mencari dana di level internasional. Berbulan-bulan setelah pemberontak Libya bangkit melawan Kolonel Muammar Qadhafi, mereka menghadapi situasi menjengkelkan. Bagaimana mereka akan membiayai revolusi? Pemberontak telah meminta pinjaman US$ 3 miliar. Mereka sudah dibantu Kuwait dan Qatar. Tapi jumlahnya masih jauh dari harapan.
Mereka lalu meminta pemerintah asing—termasuk Amerika Serikat—mencairkan kekayaan Libya di luar negeri. Tapi pemerintah Barack Obama dan Kongres menemukan jalan buntu untuk mencairkan aset US$ 30 miliar milik Qadhafi. Memberikan uang itu dalam bentuk bantuan kemanusiaan pun terbentur masalah hukum.
Para pejuang di Benghazi tidak patah arang. Upaya mereka menemukan titik terang setelah Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengizinkan mereka membuka kantor perwakilan di Paris. Prancis merupakan negara pertama yang mengakui pemberontak Libya.
Pekan lalu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton berkunjung ke Benghazi. Dia meresmikan kantor perwakilan Uni Eropa di Benghazi dan mengakui Dewan Transisi Nasional Libya. Ashton adalah pejabat luar negeri paling senior yang melawat ke wilayah Libya yang dikuasai kubu pemberontak.
Uni Eropa memberikan dukungan berupa bantuan pengelolaan perbatasan serta reformasi keamanan, perekonomian, kesehatan, pendidikan, dan pembangunan. ”Tidak hanya untuk saat ini, tapi juga untuk masa mendatang, selama rakyat di negeri ini menginginkan kehadiran kami,” ujarnya.
Langkah Uni Eropa ini diikuti sejumlah negara. Pemerintah Jerman membuka kantor penghubung di Benghazi pada Senin, sehari setelah Uni Eropa mendalami kontak dengan oposisi. Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle ingin memperluas hubungan dengan kelompok antipemerintah di sana.
Selasa pekan lalu, Jeffrey D. Feltman, Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Timur Dekat dan Afrika Utara, juga mengumumkan Dewan Transisi Nasional Libya akan membuka kantor di Washington. Ini adalah isyarat Amerika akan mengakui pemberontak sebagai wakil sah rakyat Libya.
”Intinya adalah Qadhafi dan Tripoli semakin terisolasi secara diplomatis,” kata Feltman saat menyambangi Benghazi. ”Kolonel Qadhafi telah kehilangan legitimasi untuk memerintah. Dia harus segera turun, sehingga memungkinkan orang Libya menentukan masa depan mereka sendiri.”
Pada hari yang sama, pesawat-pesawat tempur Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menghajar Tripoli. Tujuh ledakan terdengar, dan asap hitam terlihat mengepul dari sekitar kompleks kediaman Qadhafi di Ibu Kota. Bombardir NATO hari itu adalah serangan terbesar sepanjang pergolakan di Libya.
Belakangan, Khaled Kaim, Deputi Menteri Luar Negeri Libya, untuk pertama kalinya mengakui bahwa opsi politik melalui perundingan dimungkinkan. ”Biarkan rakyat Libya yang mengambil keputusan,” katanya kepada The Daily Telegraph.
Pemerintah Libya mengirimkan proposal gencatan senjatanya sendiri ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Untuk pertama kalinya, ada tanda-tanda Kolonel Qadhafi mungkin diizinkan tetap berkuasa, tapi hanya untuk sementara, selama perundingan gencatan senjata berlangsung.
Proposal ini ditujukan pemerintah Libya kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy. Isinya antara lain mencakup pemantauan oleh PBB serta perundingan rekonsiliasi dengan pihak oposisi yang mengarah ke penyelesaian akhir dan sebuah konstitusi baru.
Ninin Damayanti (Washington Post, Guardian, The Telegraph)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo