Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1>Korea Selatan</font><br />Pemimpin Pro-Seomin

Kim Tae-ho menjadi perdana menteri termuda Korea Selatan sejak 1971. Ingin menjadi inspirasi bagi anak muda Korea.

16 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pukul sepuluh pagi itu merupakan pertemuan pertama Perdana Menteri Kim Tae-ho, 47 tahun, dengan para pejabat senior, termasuk Wakil Menteri Park Young-joon dan Cho Won-dong, di kantornya. Bilik seluas 66 meter persegi itu bernomor 301 dan terletak di sayap kompleks kantor pemerintah pusat di Seoul.

Kim ingin menjalankan kepemimpinannya dengan sistem baru yang lebih sederhana dan efisien. ”Mari kita hindari briefing menteri, sebaiknya briefing singkat dengan saya setiap ada kasus saja,” ujarnya.

Pembawaan Kim yang bersahaja itu tak lepas dari masa kecilnya. Terlahir dari sebuah keluarga petani dan peternak di Desa Geochang, Gyeongsang Selatan, Kim dikenal sebagai sosok yang tak neko-neko.

Dalam sebuah wawancara, Kim berjanji akan membangun komunikasi dengan publik dan mempromosikan integrasi sosial. ”Agenda utama pemerintahan Lee Myung-bak adalah pro-seomin,” katanya. Strategi kunci pemerintah Lee berputar di sekitar kelas pekerja dengan membangun proyek yang akan memacu pertumbuhan perekonomian.

Pengalaman semasa kecil di daerah pedesaan menumbuhkan keprihatinan mendalam pada diri Kim saat menyaksikan generasi muda Korea yang tak memiliki semangat juang tinggi untuk membangun negara. Di usia 20-30 tahun mereka dinilainya belum produktif secara optimal.

Perjalanan hidupnya yang dimulai dari nol menggugah Kim untuk menumbuhkan semangat kaum muda Korea. ”Saya ingin menjadi inspirasi bagi anak muda. Saya dilahirkan sebagai anak petani dan peternak, tapi saya bisa menjabat gubernur hingga dua kali. Peluang sangat banyak dan tidak ada yang mustahil di Korea selama ada keberanian dan kerja keras,” katanya.

Kehidupan Kim berubah pada 1992, saat dia memutuskan bergabung dalam kampanye pemilihan umum legislatif Lee Kang selepas menyelesaikan gelar doktor di Seoul National University. Kemenangan Lee membuat Kim harus berhenti dari dunia pendidikan yang selama ini digelutinya.

Kim akhirnya bergabung dengan Grand National Party dan memulai karier politiknya pada 1998 dengan memenangi pemilihan lokal untuk menjadi seorang legislator di Dewan Provinsi Gyeongsang Selatan.

Karier politik Kim terus melesat. Pada 2002, dia berhasil memenangi pemilu lokal untuk menjadi kepala daerah dari kampung halamannya, Geochang. Pada 2004, dia mendapatkan ”tiket” untuk maju menjadi gubernur ke-32 di Gyeongsang Selatan melalui partainya.

Kepemimpinan Kim yang kuat, terampil, dan citranya yang positif sebagai pemimpin muda membuatnya berhasil mempertahankan jabatan gubernur pada pemilihan 2006.

Pembangunan di wilayah Gyeongsang Selatan berlangsung pesat selama empat tahun kepemimpinan Kim. Di antaranya program Belt Ming, yakni mengembangkan pantai selatan wilayah itu sebagai tempat wisata dan taman industri.

Pada pemilu presiden 2007, nama Kim sempat digadang-gadang oleh para pengamat politik Korea sebagai calon pemimpin yang potensial. Kim dinilai sebagai pemimpin yang andal, kreatif, jujur, dan tangguh.

Akhirnya, lewat perombakan kabinet Lee Myung-bak dua pekan lalu, Kim didapuk menjadi perdana menteri baru, menggantikan Chung Un-chan. Terpilihnya Kim sebagai perdana menteri disambut sukacita oleh para pendukungnya. Citranya sebagai politikus yang bersih dan segar diharapkan dapat memberikan warna dan semangat baru bagi warga Korea.

Juru bicara Grand National Party, Ahn Young-hwan, memuji kabinet baru Lee. ”Para pejabat yang mampu mencapai agenda kebijakan ramah kelas pekerja, komunikasi, dan kohesi sosial patut berada di kabinet Lee kedua,” katanya.

Sebaliknya, Partai Demokrat mengkritik kabinet baru Lee. Menurut mereka, pembagian posisi di pemerintahan tidak merata dan tidak adil. ”Pengawal Lee ditempatkan pada garis depan. Ini reshuffle terburuk dalam sejarah negara,” kata juru bicara Partai Demokrat, Hyun Jeon-heui.

Partai Demokrat juga menuduh Kim terlibat dalam skandal Park Yeon-cha. Dia dituding menerima puluhan ribu dolar dari perusahaan sepatu pimpinan Park yang ada di Busan pada April 2007. Namun hal itu dibantah Kim dalam sidang Juni tahun lalu.

Menghadapi serangan bertubi-tubi itu, Kim tak patah semangat. ”Saya paham ada pihak-pihak yang tidak bisa menerima perubahan ekstrem ini. Tapi pemerintah harus bisa menerima partai oposisi sebagai mitra penting dalam bernegara,” katanya.

Suryani Ika Sari (Korea Times, Yonhap, DongA.com, JoongAng Daily)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus