Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=2 color=#CC0000>Iran</font><br />Perempuan Pertama di Kabinet Ahmadinejad

Pertama kali setelah 30 tahun, perempuan masuk kabinet konservatif Iran. Aktivis hak perempuan mencurigai motivasi Ahmadinejad.

7 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Mahmud Ahmadinejad terbukti tangguh. Ia lolos dari gelombang protes kelompok oposisi, bahkan saat digencet kelompoknya sendiri, kelompok konservatif. Buktinya, selain dia melenggang sebagai presiden hasil pemilu lalu, 18 dari 21 kandidat menteri yang ia sodorkan kepada Majlis (parlemen) disetujui Kamis pekan lalu. Bahkan satu di antaranya perempuan.

Perempuan itu adalah Marzieh Vahid Dastjerdi, ginekolog yang diplot sebagai menteri kesehatan. ”Dengan berada di dalam kabinet, perempuan telah meraih impian yang lama mereka nanti,” ujar Marzieh.

Marzieh, 50 tahun, adalah perempuan pertama yang menjabat menteri sejak Menteri Pendidikan Farrokhroo Parsay dieksekusi dengan tuduhan korupsi tak lama setelah para imam mengambil alih kekuasaan dari Shah Reza Pahlevi lewat Revolusi Islam pada 1979. Mar zieh pernah menjadi anggota Majlis, tapi belum punya pengalaman dalam pemerintahan. ”Ini langkah pen ting bagi perempuan dan saya menegakkan kepala,” katanya.

Perempuan yang mengenakan kerudung hitam ini dengan percaya diri memaparkan rencana program lima tahunnya di hadapan anggota parlemen, yang sebagian besar dari kelompok konservatif. Pencalonan Marzieh didukung bekas menteri kesehatan Alireza Marandi, yang juga anggota parlemen. ”Dia (Marzieh) telah mendapat kepercayaan,” ujar Alireza di depan Majlis. Apalagi Marzieh akan meluaskan rancangan kesehatan berbasis keadilan.

Marzieh, yang juga mengajar farmasi, adalah perempuan konservatif. Ia pernah mengimbau pemisahan rumah sakit berdasarkan gender beberapa tahun lalu. Aktivis perempuan menilai Marzieh telah melakukan banyak hal yang baik untuk kesehatan perempuan. ”Menjadi menteri mungkin keputusan yang baik bagi Marzieh,” kata Mahboubeh Abbasgholizadeh, perempuan aktivis Iran.

Tapi Mahboubeh tak ingin Mar zieh terperangkap dalam mentalitas pemerintah konservatif. Sebab, Mar zieh akan kehilangan semua modal sosialnya dengan kelompok perempuan dan rakyat jelata jika tenggelam dalam karakter konservatif Ahmadinejad.

Aktivis hak perempuan mengkritik penunjukan tiga perempuan menjadi calon menteri sebagai cara putus asa Ahmadinejad untuk meningkatkan popularitasnya tinimbang mempromosikan hak perempuan. ”Ini hanya kebijakan reaktif sebagai upaya memperbaiki legitimasinya di mata rakyat,” ujar Mahboubeh.

Aktivis menilai dua calon menteri, yakni Fatimah Ajorlu, calon menteri kesejahteraan dan keamanan sosial, dan Susan Keshavarz, calon menteri pendidikan, sebagai loyalis Ahmadinejad yang tak berpengalaman. Fatimah, 43 tahun, anggota parlemen, adalah pendukung kuat kebijakan yang dipandang diskriminatif oleh para aktivis. Misalnya undang-undang yang mengizin kan laki-laki kawin lagi tanpa izin istri pertama. Undang-undang ini ditolak parlemen. ”Fatimah antiperempuan,” ujar Ziba Mir-Hosseni, peneliti kondisi pe rempuan di Iran dari Sekolah Studi Timur dan Afrika Universitas London.

Fatimah pernah menjadi perawat untuk pasukan elite Pengawal Revolusi pada 1980-an selama perang Irak-Iran. Ia juga pernah menjadi anggota milisi propemerintah Basij yang turun ke jalan membubarkan demonstrasi kelompok reformis yang memprotes hasil pemilu lalu. Sedangkan Susan Ke shavarz, yang saat ini memimpin departemen siswa penyandang cacat, dinilai tak berpengalaman. ”Penunjuk an Susan sebagai calon menteri pendidikan menunjukkan Ahmadinejad tak tahu apa-apa tentang kementerian pendidikan,” ujar Asadollah Abbasi dari komite pendidikan parlemen.

Kalangan konservatif menentang keputusan Ahmadinejad menjagokan tiga perempuan sebagai calon menteri. ”Ada keraguan keagamaan bagaimana pe rempuan mengatasi posisi itu,” ujar anggota komite hukum parlemen, Mohammad Taghi Rahbar.

Bahkan seorang perempuan konservatif pendukung Ahmadinejad pun mencela pencalonan itu. ”Pencalonan itu tujuan kaum feminis dan sekularis,” ujar Fatimah Rajabi, perempuan penulis ultrakonservatif.

Raihul Fadjri (AP, AFP, Iran Daily)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus