Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sebuah dapur di restoran Eucalyptus di dekat Kota Tua di Yerusalem terjadi sebuah perdamaian yang dirindukan dunia. Beberapa koki tenar duduk bersama. Tanpa ketegangan, tanpa debat, para koki Yahudi Israel, Arab Israel, dan juga Palestina saling meledek, bergurau, menyapa dengan penuh persahabatan. Begitu bersahabat. Pemilik restoran, Moshe Bayan, memasak untuk mereka. Konflik berdarah yang harus mereka lihat setiap hari tak sedikit pun terbawa di ruang ini.
”Guru terhebat saya adalah para ibu Palestina,” kata Moshe. Ia menambahkan, ketika tiba dalam urusan memasak, orang Palestina, Israel, dan Turki menyingkirkan persoalan politik, kebencian, dan kekerasan. Mereka mengutamakan proses belajar bersama dan bersatu dalam Chefs for Peace, organisasi nirlaba yang beranggota para koki, yang menggunakan seni kuliner untuk mempromosikan perdamaian dan persahabatan di antara warga dua negeri yang tak henti berseteru, Palestina-Israel.
Gerakan perdamaian dengan menggunakan makanan sebagai ”senjata” ini bermula 12 tahun silam pada sebuah festival makanan di Turin, Italia. Dua chef Palestina dan dua chef Yahudi Israel tak hirau dengan riuh-rendah konflik di antara kedua negerinya. Mereka meracik bumbu bersama dan menghasilkan karya yang begitu nikmat dicicip lidah. Pemandangan yang tak lazim itu membangkitkan kekaguman chef yang bekerja di manajemen hotel yang begitu populer di Yerusalem Timur, American Colony Hotel, Kevork Alemian.
”Saya menyaksikan empat orang itu bersama memasak di dapur. Langsung saja muncul di otak saya, kita harus melakukan sesuatu bersama,” kata Kevork. Begitu tiba di negerinya, Kevork langsung mengundang mereka dan mulai mendiskusikan sebuah rencana. ”Orang harus makan. Marilah kita duduk mengelilingi meja, makan, dan menikmati bersama. Tapi tak ada pembicaraan politik,” ujar pria Kristen Armenia ini.
Kevork merasa menjadi orang yang tepat sebagai duta yang bisa menyatukan Yahudi dan muslim bersama. Tujuh tahun lalu, meski lambat, akhirnya Chefs for Peace terbentuk. Ketika senjata terus membunuh, para koki mempergunakan pisau tajamnya untuk mendamaikan.
Di dapur, kata Kevork, para chef sebenarnya memegang beragam pisau yang begitu tajam dan berbahaya. ”Tapi di sini, kami semua—tak peduli Islam, Kristen, Yahudi—menggunakannya untuk membuat makanan yang cantik. Kami masak untuk perdamaian.”
Mimpi Kevork terus mendapat sambutan hangat. Hingga kini, 45 koki, baik Yahudi Israel, Arab Israel, maupun Palestina, menyerukan kampanye hidup bersama dengan damai. Salah seorang dari empat chef yang memasak di Turin 12 tahun silam, Nabil Aho, begitu optimistis dengan langkah mereka di tengah keramaian bersenjata yang belum juga terhentikan. ”Kalau kita tidak bisa bekerja sama di dapur, di mana lagi kita bisa bekerja sama?” ujar Kepala Instruktur Chef di Pontifical Institute di Yerusalem ini.
Bukan isapan jempol. Makanan banyak menyatukan orang yang berseteru di satu meja, tanpa kehebohan kemarahan. Para koki Chefs for Peace kerap mendinginkan kepala para pemimpin negerinya yang sedang panas bernegosiasi, seperti yang dilakukan Johnny Goric. Pada 1994, dia menyiapkan makanan yang menyatukan Yasser Arafat, Shimon Peres, dan Yitzhak Rabin yang ribut dalam negosiasi perdamaian.
Sang wakil presiden organisasi, Jacob Salbis, juga pernah memasak untuk Yasser Arafat dan Ariel Sharon.
Namun karya mereka tak berhenti pada para pemimpin negeri. Kampanye damai disebarluaskan di seluruh penjuru. Kini Kevork memberikan kelas memasak di YMCA untuk 15 janda muslim agar mereka memiliki keahlian buat bertahan hidup. Dia juga berencana menawarkan lebih banyak kursus kuliner yang bisa mendudukkan orang Yahudi Israel, Arab Israel, dan Palestina bersama di sebuah meja dapur. Bahkan kelas untuk remaja dan anak-anak pun tengah dirancang. Perdamaian pun seolah bukan lagi mimpi yang tak tersentuh.
”Saya berharap, suatu hari nanti, perdamaian itu akan datang, dan harus datang,” kata Kevork dengan yakin.
Purwani Diyah Prabandari (BBC, Israel21c, Hopeways.org)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo