Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=2 color=navy>Kuba</font><br />Dari AbangTurun ke Adik

Raúl Castro mewarisi kursi presiden dari Fidel Castro. Satu pertanyaan belum terjawab: Kuba berubah atau tidak.

3 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari itu Ibu Kota Havana tenang. Tak ada pengerahan mencolok pasukan militer dan polisi di sekitar gedung parlemen, Ahad 24 Februari, seperti ketika Fidel Castro yang sakit mengalihkan kepresidenan kepada adiknya, Raúl, 31 Juli 2006. Hari itu, Selasa dua pekan lalu, hal yang sepanjang 49 tahun terakhir absen dari tanah Kuba terjadi: suksesi.

Raúl Castro Ruz, 76 tahun, seorang yang menghabiskan sebagian besar hidupnya mengendalikan militer Kuba sejak revolusi 1959 mendepak diktator Fulgencio Batista, menggantikan sang kakak, Fidel Castro, 81 tahun. Jose Ramon Machado, 72 tahun, masih dari generasi revolusi, terpilih sebagai wakil presiden pertama.

Dua minggu kemudian, Menteri Luar Negeri Kuba Felipe Peres Roque menandatangani dua perjanjian hak asasi manusia yang mengikat dengan PBB. Satu mengenai kebebasan berekspresi dan berserikat, satu lagi kebebasan bepergian. Dan orang pun bertanya-tanya.

Dalam pidatonya di depan 613 anggota parlemen, Raúl telah menegaskan tak akan membuat perubahan radikal. Ia berjanji akan berkonsultasi dengan saudaranya untuk setiap keputusan dalam masalah pertahanan, kebijakan luar negeri, dan pembangunan sosial ekonomi. ”Fidel adalah Fidel, seperti kita semua tahu, dia tidak bisa digantikan,” ujar Raúl. Maklum, selama 49 tahun Fidel ada di seantero Kuba. ”Fidel mendengar rumput tumbuh dan melihat apa pun yang terjadi di setiap sudut,” ujar bekas Menteri Luar Negeri Kuba Raul Roa. Fidel tak tersingkir; ia bahkan masih menjabat Ketua Partai Komunis.

Hampir setengah abad, Fidel memerintah dengan kekuasaan yang nyaris absolut. Suaranya yang menggelegar secara teratur terdengar lewat radio dan televisi pemerintah. Ia betah berpidato berjam-jam mencela imperialisme dan menasihati rakyatnya memilih: sosialisme atau kematian. Sebaliknya, Raúl hanya betah pidato selama 30 menit. Sebagai orang nomor dua setelah Fidel, Raúl juga jarang tampil di depan publik. ”Saya selalu berhati-hati, itulah cara saya,” katanya dua tahun lalu. Potret Fidel menghiasi baliho di seluruh penjuru Ibu Kota Havana, poster di jendela toko, dan dalam bingkai potret di kantor pemerintah serta rumah pendukungnya.

Di samping model pelayanan kesehatan dan pendidikan Kuba yang istimewa, secara umum ekonomi Kuba nyaris bangkrut, setelah Uni Soviet yang menjadi penopang ekonomi Kuba runtuh pada 1988. Repotnya, Amerika Serikat menggelar blokade ekonomi dan isolasi politik hingga kini. Pegawai negeri pun mengeluh hanya menerima gaji rata-rata US$ 19 per bulan (Rp 176.000). Untung, Fidel punya Raúl Castro, seorang jenderal pragmatis dan bersedia ”mencuci piring sosialisme” abangnya yang terlihat kotor. Pada 1990-an Kuba membuka pintu untuk kapitalisme.

Raúl menugasi perwira militer mengoperasikan sektor pariwisata untuk meraup devisa, menggarap sektor eceran dan perusahaan eksportir, bahkan tentara terjun ke dunia usaha memproduksi bahan pangan. ”Raúl Castro adalah seorang reformis untuk membantu revolusi, dan seorang konservatif ketika reformasi mengancam revolusi,” ujar Hal Klepak, analis militer Akademi Militer Kanada.

Analis menduga Raúl ingin mengadopsi reformasi ala Cina dan Vietnam, dua negeri yang tetap mengusung komunisme dalam politik tapi membuka pintu bagi ekonomi pasar. Menurut Raúl, pemerintah butuh perubahan untuk bertahan. Ia mengusulkan memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada pemerintah provinsi dan membenahi birokrasi. Bagi Raúl, tak ada lembaga pemerintah yang keramat.

Meski Raúl Castro lebih dulu menjadi komunis ketimbang Fidel, ia lebih pragmatis daripada idealis. Tahun lalu Raúl mengatakan akan membuka pembicaraan dengan pemerintah Amerika setelah Presiden George Walker Bush pensiun dari Gedung Putih. Satu hal yang tak mungkin dilakukan Fidel. Raúl juga dikenal sebagai pembuat kesepakatan, tekun menyimak ucapan penasihatnya, mendelegasikan otoritas dan memegang tanggung jawab bawahannya atas keputusan mereka. Toh orang juga mengenal sisi gelapnya karena mengeksekusi pembangkang politik. ”Raúl punya reputasi sebagai seorang yang lebih represif secara politik ketimbang Fidel,” ujar Samuel Farber, analis politik Kuba di Amerika Serikat.

Tak mengherankan, dari pejabat Amerika Serikat, termasuk Presiden Bush, hingga pensiunan pegawai kebersihan di Havana, Jose Clemento Calvo, 58 tahun, menganggap sepi peralihan tongkat kekuasaan dari Fidel ke tangan Raúl. ”Fidel pernah ada di sini, sekarang datang saudaranya (Raúl). Tak ada bedanya,” ujar Calvo. Raúl sadar, sang abang mengawasinya.

Raihul Fadjri (Reuters, AFP, CS Monitor, AP, Time)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus