Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=2 color=navy>Singapura</font><br />Hidup Mati, Kastari Dicari

Satu anggota Jamaah Islamiyah (JI) lolos dari tahanan Singapura. Pernah mau meledakkan Changi dan kabur ke Surabaya.

3 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Singapura mendadak pucat. Ribuan polisi dan tentara, termasuk puluhan tentara sewaan Gurkha, menyelinap di semua sudut negara-kota itu. Mobil-mobil dicegat di tikungan jalan. Di keramaian, radio komunikasi aparat keamanan ribut riuh-rendah. Razia terjadi di mana-mana, dari pusat perbelanjaan sampai permukiman warga. Bandara dan pelabuhan pun dijaga ketat sejak Rabu pekan lalu.

Yang dicari: Mas Selamat Kastari. Pada hari nahas bagi pemerintah Negeri Singa itu, dia kabur dari tahanan Departemen Keamanan Internal di Whitley Road. Kastari adalah teroris kakap, setidaknya bagi pemerintah Singapura. Dia disebut-sebut anggota Laskar Khost, sayap pasukan berani mati Jamaah Islamiyah (JI) dan tercatat dari wakalah Singapura.

Dulu, Kastari diburu karena dianggap punya kaitan dengan jaringan Al-Qaidah. Kata polisi, dia pernah punya rencana seram: membajak pesawat dan membenturkannya di Bandara Changi, Singapura. Selain itu, dia dituding mau meledakkan tempat-tempat keramaian dan berniat membantai warga Amerika di Negeri Singa itu. Tapi, angan-angan buruk itu tak pernah terjadi. Kastari lebih dulu dijegal aparat intelijen Singapura.

Lenyapnya Kastari petang itu tentu membuat Singapura kelimpungan. ”Kami minta maaf, seharusnya ini tak perlu terjadi,” ujar Deputi Perdana Menteri merangkap Menteri Dalam Negeri Singapura, Wong Kan Seng, Kamis pekan lalu. Diburu bertahun-tahun, Kastari tertangkap di Bintan pada 2003. Dia dihukum 18 bulan penjara, pernah dibebaskan, tapi kemudian ditahan lagi oleh aparat keamanan Indonesia pada Januari 2006. Terakhir, Kastari diserahkan ke pemerintah Singapura dan ditahan di bawah Internal Security Act (ISA).

Ternyata, negeri yang terkenal punya sistem intelijen dan keamanan paling ketat di Asia Tenggara itu rupanya bobol juga. Kastari menyelinap pergi. Itu sebabnya, Singapura minta bantuan Interpol. Orange notice lalu diterbitkan dari Lyon, Prancis, kantor pusat Interpol. Kastari pun dicari: hidup atau mati. Sidik jari dan foto lelaki berusia 47 tahun itu dalam sekejap tersebar ke semua kantor Pusat Biro Nasional Interpol di 186 negara.

Di Kota Singa pencarian berlangsung siang dan malam. Sampai Jumat petang pekan lalu, misalnya, sekitar 40 tentara Gurkha tampak mengepung satu kuburan Cina di Bukit Brown yang ditutup hutan rimbun. Makam itu tak jauh dari tahanan tempat Kastari kabur. Ribuan polisi, tentara, dan unit pasukan khusus terus siaga di mana-mana.

Di beberapa titik, seperti di perumahan Goldhill, Malcolm Park, dan Duneard Road, tentara dan polisi sudah ditarik. Kehidupan di sana kembali normal, tapi poster wajah Kastari terus membungkus kota. Disebar hampir ke setiap jengkal kota, dari stasiun kereta, pasar, mal, sampai masjid. Inilah perburuan manusia terbesar yang pernah dilakukan negara-kota itu.

Mas Selamat Kastari tercatat sebagai warga Singapura. Dia lahir di sana. Nama aliasnya Edi Haryanto. Dulu, dia ahli mekanik bekerja di Singapura Business Center. Sejumlah kesaksian rekan-rekannya yang sama-sama sudah dibekuk, seperti Hasyim Abbas (kakak Nasir Abbas) dan Jafar Mistoki, mengatakan Kastari adalah pemimpin laskar Khost Wakalah Singapura.

Dari pengakuan Kastari kepada penyidik Polri empat tahun lalu, dia pernah berangkat ke Afganistan untuk latihan militer. Selepas dari Afganistan, dia dibina oleh Hambali dan Muchlas, yang belakangan menjadi pelaku Bom Bali. Dia juga mengaku pernah merencanakan pembajakan pesawat dan mau membenturkannya di Changi. Semua itu, kata dia, karena kebenciannya terhadap kepentingan Amerika di Singapura.

Polisi Singapura menduga Kastari akan kabur ke Malaysia atau Indonesia. Dia memang punya jaringan bagus di kedua negeri itu. Pada 2001, Kastari pernah kabur ke Indonesia dan bersembunyi di Surabaya dengan bantuan Abu Dujana yang pada waktu itu adalah sekretaris Majelis Markaziyah JI. Kastari mengenal Dujana sejak di Johor, Malaysia. Saat itu mereka mengaji di tempat Muchlas, yang mengelola Pondok Lukmanul Hakim, Ulu Tiram.

Dalam pelarian di Surabaya itu, setahun kemudian, dia sempat kembali bertemu Muchlas, tetapi Kastari mengaku tak terlibat aksi peledakan Bom Bali. Dia pergi ke Dumai, sampai kemudian tertangkap pada awal Februari 2003.

Entah di mana sekarang Kastari bersembunyi. Semua perbatasan sudah dicegat aparat. Indonesia sudah menyatakan siap membantu menciduk dia kembali kalau sang buron mencoba menyelinap dari perbatasan. ”Sebaiknya, dia menyerah saja,” ujar Kepala Polisi RI Jenderal Sutanto, Jumat pekan lalu.

Nezar Patria (AP, NST)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus