KETIKA People Power mendepaknya dari Istana Malacanang, Februari tahun lalu, Marcos tak berdaya. Seluruh kebanggaannya sirna. Kekuasaan yang sudah dibangun 2 tahun runtuh tak tertahan . Keluarganya tercerai-berai. Ibunya yang tua renta, Dona Josefa Marcos, 93, hanya bisa menahan rindu dan meratapi Marcos. Hanya istrinya, Imelda, dan Bong Bong, satu-satunya anak lelaki, mendampingi bekas presiden itu di Honolulu, Hawaii. Kedua putrinya, Immee dan Irene, berada di mainland, AS. Aparat pemerintah Amerika bahkan pernah menghadapkan keduanya ke depan pengadilan untuk kasus manipulasi. Kini, Marcos sendiri terpaksa bersiap-siap menghadap meja hijau. Pemerintah Negara Bagian Hawaii kabarnya sedang menghitung tagihan pajak bekas kepala negara Filipina ini. Terutama pajak bumi dan bangunan untuk rumah lima kamar yang disewanya di pantai Waikiki. Sekalipun begitu, Marcos masih berlagak sebagai Marcos yang dulu. Lewat telepon jarak jauh ia membalas salam Seiichi Okawa -- wartawan TEMPO yang siap-siap mewawancarainya - dengan ucapan, "Hello. this is President Marcos speaking." Suaranya tenang, berwibawa, kata Okawa dalam laporannya lewat teleks. Wawancara ini adalah akhir sebuah perjalanan panjang yang melelahkan. Adalah Bambang Harymurti di Manila yang berhasil mendapatkan nomor-nomor telepon Marcos di Honolulu. "Terpaksa hampir jual kepala," katanya melukiskan jerih payah mendapatkan nomor-nomor tersebut. Dari Jakarta, Didi Prambadi kemudian berusaha mengontak Honolulu. Namun, jawaban Trinedato, juru bicara Marcos, selalu tidak memuaskan. Maka, usaha mendobrak diambil alih Okawa dari Tokyo. Dan ia berhasil. Marcos bersedia diwawancarai Minggu pukul 11.00 waktu Hawaii, bertepatan dengan pukul 6.00 pagi waktu Tokyo. Ditemani secangkir kopi dan sebungkus rokok keretek, Okawa dari rumahnya yang kecil di Distrik Nerima, Tokyo, berbincang-bincang dengan Marcos selama 56 menit. Berikut ini petikannya: Bagaimana keadaan kesehatan Anda? Selalu baik. Kecuali belakangan ini, saya terserang influensa lantaran pergantian cuaca. Karena itu saya berhenti berolahraga. Bagaimana mungkin saya melakukannya dengan kondisi terserang flu. Saya rasa, itu flu Taiwan (tertawa). Apa pendapat Anda tentang hasil plebisit konstitusi baru Filipina? Lalu, bagaimana Anda melihat sukses plebisit itu? Pertama sekali harus saya katakan bahwa plebisit itu penuh kecurangan. Skandal terbesar. Karena itu, hasilnya tidak dapat diterima rakyat Filipina. Satu-satunya tempat yang tidak dapat dicurangi hanyalah kamp-kamp militer. Karena di sana mereka tidak mampu membeli dan mengintimidasi para prajurit. Itulah sebabnya mengapa di sana plebisit berakhir dengan kemenangan "no". Berarti, melalui plebisit kali ini, Cory Aquino tidak dapat memperoleh legitimasi sebagai presiden? Tentu saja tidak. Menurut konstitusi, masa jabatan presiden dan wakil presiden akan berakhir pada 1992. Sedangkan ia, Aquino, tidak terpilih sebagaimana mestinya. Di samping itu, konstitusi itu sendiri bukan konstitusi. Karena itu, rakyat Filipina tidak dapat menerimanya. Bahkan kaum komunis terpaksa bersikap agresif: menabuh genderang perang menentang Madam Aquino. Kaum militer juga menyerang Aquino, yang lebih suka menggalang persahabatan dengan komunis. Selain itu, pemerintahan Cory sudah dikuasai komunis. Tengok saja, Sekretaris Eksekutif Joker Arroyo menganut paham komunis. Padahal, dialah pejabat yang lebih banyak membuat keputusan, bukan Cory. Begitu pula Pimentel. Ia dulu pernah dimejahijaukan karena keterlibatannya dengan komunis. Juga Menteri Perburuhan Sanches. Dan masih sederet menteri serta pejabat lainnya berpaham komunis. Menurut perhitungan Anda, tindakan apa yang akan diambil Partai Komunis Filipina dan sayap militer NPA? Bukankah mereka telah menyatakan perang rakyat sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis ini? Dengan kata lain, mereka sekarang secara resmi memberontak terhadap Madam Aquino. Kalau begitu, bagaimana seharusnya Aquino menghadapi kaum komunis ini? Singkat saja: lanjutkan program pembaruan yang sudah saya rintis. Mengurangi liberalisasi dengan sedikit sosialisme. Contohnya antara lain dengan cara land reform sejak tahun 1971. Tapi Madame Cory mencabut keputusan tersebut. Ia tidak ingin tanahnya terkena peraturan tadi. Dia bukan seorang pembaru dalam arti kata sesungguhnya dia seorang kapitalis. Kami membagi-bagikan tanah dan rumah secara cuma-cuma kepada rakyat. Bahkan kami berhasil menekan tingkat buta huruf. Sayang sekali mereka tidak mengerti makna dan tujuan program-program tersebut. Lebih dari itu, justru mereka sekarang mencuri uang negara. Apa yang terjadi dengan uang US$ 30 milyar yang saya tinggalkan? Di mana mereka simpan ? Barangkali juga mereka telah telah menjual emas di Bank Sentral senilai US$ 500 juta. Saya memang tidak tahu pasti. Tapi kemungkinan besar, emas tadi dijual ke Amerika dengan perantaraan Kedubes AS di Manila. Kalau Anda berada dalam posisi menghadapi komunis, bagaimana strategi dan sikap Anda? Yang paling penting adalah meningkatkan ekonomi. Kedua masalah itu berkaitan. Komunisme sendiri bertujuan memberikan bantuan kepada rakyat jelata. Madame Aquino malah mendahulukan gencatan senjata. Para prajurit, yang kerap digolongkan sebagai loyalis, harus bertempur tanpa senjata. Banyak di antara mereka mati sia-sia. Karena itu, mereka marah pada Madame Aquino. Pada masa saya, kami menggunakan senapan mesin. Tetapi kami tidak pernah membunuh mereka. Bahkan selama 20 tahun pemerintahan saya, tidak ada seorang pun yang dieksekusi kecuali pembuat heroin. Pemberontakan militer Januari lalu menunjukkan masih banyaknya tentara yang setia kepada Anda. Seberapa jauh pemberontakan itu ada hubungannya dengan Anda? Tidak ada sama sekali. Saya masih memegang prlnsip tanpa kekerasan. Berapa persen tentara AFP yang tergolong loyalis menurut Anda? Saya tidak bisa memastikannya. Kira-kira jumlah mereka meliputi hampir seluruh tentara yang menentang Madame Aquino. Di Manila tersebar kabar burung bahwa kaum separatis MNLF (pernah) mendapat latihan dari Kopassus (Komando Pasukan Khusus) TNI-AD, pasukan komando Indonesia. Saya belum pernah mendengarnya. Lebih dari itu saya tidak mempercayainya. Saya tidak yakin (pemerintah) Indonesia mengizinkan latihan semacam itu bagi kaum separatis MNLF. Apakah Anda melihat kemungkinan tercetusnya pemberontakan yang digerakkan oleh tentara anti-Aquino? Mungkinkah Ramos atau Enrile menjadi presiden? Saya pernah mendapat info bahwa Jenderal Fidel Ramos sedang merancang sebuah kudeta dan membentuk pemerintahan junta militer. Sayangnya, ia tak mampu menguasai anak buahnya. Para prajurit sendiri memang menentang Madame Aquino. Dengan demikian, Cory harus menghadapi (kemungkinan) pemberontakan kaum komunis, kaum militer, dan (kelompok) Jenderal Ramos. Dalam hal ini, Ramos tak mungkin mempersatukan angkatan bersenjata Filipina. Ketika ia (Ramos) mengeluarkan perintah menangkap rakyat, banyak prajurit tidak mematuhinya dan bahkan desersi. Inilah sekadar contoh tidak adanya wibawa Ramos di jajaran militer. Bagaimana peluang kaum loyalis untuk memberontak? Sebenarnya saya selalu menghalangi niat tersebut. Kepada mereka saya katakan, saya lebih suka melihat pemerintahan sipil berkuasa. Tidak jadi soal siapa yang menjadi presiden asalkan pemerintahan tidak jatuh ke tangan komunis. Sekiranya hal terakhir terjadi, bisa dibayangkan akan terjadi kekacauan seperti Perang Vietnam. Barangkali juga akan melibat negara adidaya seperti Amerika. Apakah Anda sudah punya rencana kongkret untuk kembali ke Filipina? Atau adakah Anda ingin seperti (Almarhum) Jenderal MacArthur dengan tekadnya yang terkenal "I Shall Return"? (Tertawa). Saya bukan MacArthur. Hanya Tuhan yang bisa menolong kami. Saya tidak tahu kapan peluang kembali ke Filipina itu akan ada. Yang pasti, saya siap membantu, bahkan sebagai warga negara biasa sekalipun, untuk mencegah terjadinya perang saudara di sana. Jadi, rencana kepulangan Anda ke tanah air bergantung kepada (pemerintah) Amerika. Tidak begitu. Kementerian Luar Negeri Amerika sudah menegaskan bahwa saya bisa pergi kapan saja. Tetapi saya harus memenuhi janji dengan pemerintahan Aquino untuk pertama-tama memperoleh izin pulang dari mereka. Saya, sih, bisa saja kembali ke Amerika. Pernah mengadakan negosiasi dengan pemerintahan Cory sehubungan dengan rencana kepulangan tadi? Saat ini tidak. Saya tidak mempunyai kontak dengan dia atau dengan kalangan dekatnya. Adakah (pemerintah) Amerika "menekan" Anda sejak Anda berada di Hawaii? Begitulah adanya. Setidaknya saya harus menghadapi kenyataan bahwa mereka mengawasi segala gerak-gerik kami. Itulah sebabnya saya pernah berkata, daripada saya menjadi tahanan, saya rela mati di Filipina daripada mati di sini (Amerika). Bagaimana kehidupan keluarga Anda di Hawaii? Apakah istri Anda, Nyonya Imelda Marcos, punya keluhan? Saat ini kami tinggal di rumah yang kami pinjam dari seorang sahabat. Kehidupan kami pun banyak ditopang teman-teman dekat lainnya. Itulah sebabnya kami merasa sedih dan sengsara. Terkadang kami tak punya cukup uang untuk membayar berbagai keperluan, apalagi saya harus menganggung biaya hidup seratus orang. Untung saja masih ada teman-teman di Hawaii, terutama yang berasal Provinsi Ilocos Norte, kampung halaman saya, yang dengan sukarela menjadi pengawal kami. Sering pula mereka membawa bahan makanan. Lalu dimasak sendiri. Mereka lakukan semua itu bagai dalam acara pesiar. Mereka menyenandungkan lagu untuk kami. Kadang mereka membawa makanan agar kami dapat beristirahat. Sangat memalukan, sebenarnya. Tapi apa yang bisa saya perbuat? Sementara itu, kami mencoba menulis buku. Satu di antaranya mengenai mengenai ideologi (bangsa) Filipina, yang menjelaskan kedudukan kami. Saya juga telah menyelesaikan sebuah buku tentang paparan lengkap sejarah Filipina. Juga buku mengenai "the true revolution". Sementara itu, sebuah buku lainnya sudah siap dicetak. Lalu bagaimana dengan kehidupan istri Anda, Nyonya Imelda? Di masa senggangnya, ia mencoba berkebun sambil mengawasi cucu-cucunya. Selain itu, sebagaimana seorang ibu layaknya, ia mencoba mengasah keterampilan memasak. Dan menyanyi. Sebenarnya ia sama seperti saya. Ia ingin pulang dan meninggal di Filipina tanpa merasa dipermalukan, dihina, direndahkan seperti di Amerika ini. Menyadari bahwa kemungkinan itu kecil sekali, maka ia selalu saja menitikkan air mata. J.R.L., Laporan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini