KERJA sama Cory-Laurel berakhir sudah. Pertentangan antara keduanya mencapai puncak pekan lalu, ketika Salvador "Doy" Laurel secara resmi mengajukan pengunduran diri dari jabatan menteri luar ncgeri, sesuatu yang diterima Presiden Ny. Corazon Aquino dengan perasaan sedih. Aiasan Laurel: adanya perbedaan pendapat yang sangat mendasar, terutama menyangkut program menghadapi pemberontak komunis dan kelompok separatis Moro. Sikap Cory dinilai Laurel terlalu lembek. Lagi pula, paling sedikit lima kali Cory tidak menggubris saran Laurel. Yang paling menyakitkan Laurel, ialah ketika ia ditugasi ke Davao untuk berdialog dengan tentara dalam upaya meredam krisis, tapi justru di depan mereka Laurel diminta mundur. Cory tidak bcrkomentar banyak. Segala sesuatu tampaknya sudah dibicarakan tuntas oleh kedua belah pihak di Wisma Tamu Malacanang. Terlepas dari sikap Cory terhadap pemberontak, sikap Laurel sendiri hampir tiap kali berubah, hingga terkesan sangat opportunistis. Menjelang referendum konstitusi, Laurel sempat menolak UUD 1986 itu, tapi ketika "cuaca politik" tidak menunjang, ia balik mendukung. Ia pernah condong bersimpati pada Juan Ponce Enrile, lalu berubah ketika sedang Rambo dipecat. Januari silam, dalam wawancara dengan Antonio Lopez, dari Asiaweek, Laurel tidak mengecam kebijakan Cory yang menyangkut pemberontak -- malah ia menegaskan bahwa perbaikan ekonomi pemerintah harus diD dukung, kalau tidak kerusuhan akan berlanjut. Jika kemudian ia menuduh Cory tidak tegas, tuduhan kosong itulah ciri khas Laurel. Tapi alasan bahwa ia kecewa, karena tak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, mungkin bisa lebih diterima. "Saya seperti orang luar yang hanya diperkenankan melongok ke dalam," katanya dalam pernyataan Rabu pekan lalu itu. Di pihak lain, karena satu dan lain hal Cory tampaknya memang tidak mempercayai Doy. Sebaliknya Laurel, juga tak berusaha menyembunyikan ambisinya untuk menduduki kursi nomor satu. "Perkawinan politik" yang dipaksakan antara keduanya, -- juga kepopuleran Cory di masyarakat -- tak pelak lagi menyiksa Laurel. Sampai tibalah saat-saat kritis menjelang pembentukan kabinet baru. Tiga jam sebelumnya, Laurel pun mengumumkan pengunduran diri, tapi jabatan sebagai wakil presiden dipertahankannya. Pada kesempatari itu ia membuat 8 pernyataan senada dengan tuntutan militer -- pertanda bahwa ia berusaha menarik simpati kelompok baju hijau. Mungkin dengan memperhitungkan lemahnya posisi Cory di mata militer, Laurel memutuskan untuk "pisah" dari Cory. Semacam momentum yang tepat untuk mulai mengoyahkan kedudukan presiden. Salvader Laurel, 58 tahun, berasal dari keluarga politikus di Luzon Tengah. Ayah-nya Jose Laurel, Sr. menjabat sebagai presiden Filipina dimasa pendudukkan Jepang. Doy yang lulusan Universitas Yale, AS, adalah juga pengacara, dengan UNIDO (Organisasi Persatuan Demokratik Nasional) sebagai basis politiknya. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini